Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Bolot Sakit Hati Tak Diajak Jabat Tangan Temannya, Ngamuk Keluarkan Pisau Lipat Berujung Maut

Namun, saat berinteraksi dengan Evander, Bolot merasa tersinggung karena sikap korban yang dianggap tidak sopan.

Editor: Torik Aqua
Generated by AI
JABAT TANGAN - Ilustrasi jenazah. Bolot ngamuk hingga tusuk temannya akibat tak diajak jabat tangan. 

Korban kemudian dilarikan ke Puskesmas Tanralili sekitar pukul 07.10 WITA, namun nyawanya tak tertolong.

Lima menit kemudian, pihak medis menyatakan korban telah meninggal dunia.

"Jenazah korban dibawa pulang ke rumah duka sekitar pukul 09.50 WITA, untuk disemayamkan di rumah orang tuanya di Dusun Carangki Utara," bebernya.

Korban pembunuhan suami sendiri di Dusun Carangki Utara, Desa Lekopancing, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, ditemukan tewas diduga akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Sabtu (12/4/2025). Korban diduga dibunuh oleh suaminya sendiri dengan cara dipukul menggunakan barbel.
Korban pembunuhan suami sendiri di Dusun Carangki Utara, Desa Lekopancing, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, ditemukan tewas diduga akibat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Sabtu (12/4/2025). Korban diduga dibunuh oleh suaminya sendiri dengan cara dipukul menggunakan barbel. (Dok Kapolsek Tanralili)

Saat ini pelaku sudah diamankan di Polsek Tanralili untuk menjalani penyelidikan.

Pelaku pun terancam hukuman 15 tahun penjara.

"Pelaku disangkakan Pasal 338 subsider Pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia," terang Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Ridwan.

Ia mengatakan, pelaku menjalankan aksinya lantaran kesal sering diminta mencari kerja oleh korban.

"Korban belum memiliki pekerjaan tetap, kadang sebagai buruh bangunan."

"Korban selalu memberi motivasi, namun dengan cara yang agak kasar, sehingga pelaku tidak terima," sebutnya.

Korban pun mendapatkan sejumlah pada bagian kepala akibat dipukul menggunakan barbel oleh korban.

"Ada luka memar pada bagian mata, pipi dan luka pada bagian leher. Barbel yang digunakan pelaku pun telah diamankan sebagai barang bukti," tutupnya.

Baca juga: Wanita Anggota DPRD Ngamuk di Pesawat Gegara Koper, Dorong sampai Cekik Pramugari: Awaslah Kau

Sosiolog Universitas Muhammadiyah Makassar, Hadi Saputra mengatakan, kasus ini bukan semata urusan emosi sesaat atau kepribadian pelaku yang temperamental.

"Ini adalah potret kelam dari bagaimana kekerasan dalam rumah tangga dibentuk dan dilegitimasi oleh struktur sosial yang lebih luas," ujarnya ke Tribun Timur, Minggu (13/4/2025).

"Di sinilah kita bisa menggunakan pendekatan Sosiolog Perancis Pierre Bourdieu, khususnya gagasan habitus patriarkis," lanjutnya.

Menurut alumnus Sosiologi Universitas Hasanuddin ini, habitus ini sederhananya adalah cara kita berpikir dan bertindak yang terbentuk sejak lama, tertanam dari lingkungan, dari kebiasaan, bahkan dari tubuh kita sendiri.

"Nah, dalam masyarakat kita, masih sangat kuat habitus yang menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga yang harus dihormati, dan perempuan sebagai pengabdi yang harus patuh," katanya.

"Ketika istri dalam kasus ini menyuruh suaminya cari kerja, bagi kita mungkin itu biasa saja, tapi bagi si pelaku, yang hidup dalam habitus patriarkis, itu bisa terasa sebagai bentuk penghinaan terhadap harga dirinya sebagai laki-laki."

"Karena dalam sistem nilai yang ia serap sejak kecil, laki-laki itu pemimpin, pemberi nafkah, dan tak boleh diatur, apalagi oleh istri."

"Maka saat otoritas itu diganggu, reaksinya bukan sekadar marah, tapi upaya untuk memulihkan dominasi. Sayangnya, cara yang diambil adalah kekerasan," katanya.

Dosen Pendidikan Sosiologi Unismuh Makassar, Hadi Saputra
Dosen Pendidikan Sosiologi Unismuh Makassar, Hadi Saputra (Dok Pribadi)

Ia pun mengatakan ini bukan kejadian pertama. 

"Anak korban bahkan sudah terbiasa keluar rumah tiap kali ibunya dipukul."

"Artinya, kekerasan ini sudah dianggap biasa dalam rumah itu. Inilah wujud dari normalisasi kekerasan dalam habitus patriarkis, sesuatu yang seharusnya kita lawan dengan cara mendidik ulang cara berpikir dan merasakan," katanya.

"Bourdieu bilang, kekuasaan itu bukan hanya soal siapa memegang jabatan, tapi siapa yang dianggap berhak mengatur siapa."

"Dan dalam masyarakat patriarkis, banyak laki-laki merasa berhak atas tubuh dan suara perempuan."

"Maka membongkar habitus ini bukan cuma tugas negara, tapi tugas kita semua sebagai pendidik, jurnalis, maupun orang tua," pungkasnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved