Berita Viral
Bolot Sakit Hati Tak Diajak Jabat Tangan Temannya, Ngamuk Keluarkan Pisau Lipat Berujung Maut
Namun, saat berinteraksi dengan Evander, Bolot merasa tersinggung karena sikap korban yang dianggap tidak sopan.
TRIBUNJATIM.COM - Seorang pria nekat membunuh temannya sendiri akibat tak diajak berjabat tangan.
Peristiwa itu terjadi di Kota Magelang, Jawa Tengah.
Pelaku berinisial RAS alias bolot (24) nekat menikam temannya, Evander (25).
Insiden maut itu terjadi Sabtu malam, 19 April 2025.
Baca juga: Fakta-fakta WNA Ngamuk di Mal Kalibata, Ancam Bunuh Anak, Guyur Minyak ke Badan Biar Bisa Kabur
Kapolres Magelang Kota, AKBP Anita Indah Setyaningrum, menjelaskan bahwa insiden berawal saat Evander bertemu dengan temannya di sebuah rumah di Kelurahan Panjang, Kecamatan Magelang Tengah, untuk membahas urusan pekerjaan.
Sekitar pukul 23.30 WIB, Bolot datang dan sempat berjabat tangan dengan beberapa orang di lokasi tersebut.
Namun, saat berinteraksi dengan Evander, Bolot merasa tersinggung karena sikap korban yang dianggap tidak sopan.
"Pelaku mengajak korban untuk berjabat tangan, namun korban menolak dengan menyingkirkan tangan pelaku," ujar Anita.
Pertikaian dan Akibat Fatal
Dalam keadaan diduga dipengaruhi minuman keras, Bolot kemudian memukul Evander dengan tangan kosong, yang memicu perkelahian antara keduanya.
Tak lama setelah itu, Bolot mengeluarkan pisau lipat dan menikam Evander.
Korban mengalami luka tusuk parah dan segera dilarikan ke RSUD Tidar, namun nyawanya tidak tertolong dan dinyatakan meninggal pada pukul 02.00 WIB, Senin dini hari.
Hasil visum menunjukkan dua luka tusuk, satu di dada kanan sedalam lima sentimeter dan satu di bawah ketiak kanan sedalam dua sentimeter.
"Luka ini sangat fatal, menyebabkan pendarahan hebat dan menyebabkan kematian," jelas Anita.
Penangkapan Pelaku
Polisi berhasil mengamankan Bolot pada Minggu pagi, 20 April 2025, sekitar pukul 07.00 WIB di kawasan Magersari, Kecamatan Magelang Selatan.
Barang bukti berupa pisau lipat dan pakaian yang dikenakan pelaku saat kejadian juga disita.
Bolot kini terancam dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun, serta Pasal 351 Ayat 3 KUHP terkait penganiayaan yang mengakibatkan kematian dengan ancaman maksimal 7 tahun.
Sementara itu, peristiwa pembunuhan akibat sakit hati lainnya juga pernah terjadi di Sulawesi Selatan.
Zainal Abidin (37) nekat menghabisi nyawa sang istri, Sri Qihidayanti (42), menggunakan barbel.
Pelaku nekat melakukan aksi keji tersebut karena merasa tertekan dan frustrasi.
Ia emosi saat disuruh istrinya bekerja.
Baca juga: Kakek Kaget Sang Cucu Masih SMP Melahirkan di RS, Ternyata Sejak SD Korban Dirudapaksa Ayahnya
Tak pelak kasus pembunuhan yang dilakukan seorang suami terhadap istrinya sendiri ini menggegerkan warga.
Tepatnya di Dusun Carangki Utara, Desa Lekopancing, Kecamatan Tanralili, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, pada Sabtu (12/4/2025).
Dalam pemeriksaan oleh pihak kepolisian, Zainal mengaku nekat melakukan aksinya karena merasa tertekan dan frustrasi.
Ia mengungkapkan bahwa dirinya tidak memiliki pekerjaan tetap dan sering mengalami gangguan kesehatan.
Sementara sang istri kerap memintanya untuk segera bekerja dan mencari nafkah.
Desakan tersebut, menurut pengakuannya, memicu emosi.
Hingga akhirnya berujung pada tindakan fatal yang mengakhiri nyawa istrinya di kediaman mereka.
"Saya kadang kerja, kadang tidak. Saya sakit-sakit," ujarnya, melansir Tribun Timur.
Peristiwa tragis ini terjadi saat keduanya sedang berada di rumah bersama anak mereka yang masih tertidur.
Dalam kondisi emosi, pelaku memukul kepala istrinya dengan barbel hingga korban tak sadarkan diri.
Korban sempat dilarikan ke Puskesmas Tanralili, namun akhirnya meninggal dunia.

Salah satu keluarga korban, Asyifa mengatakan, ia menerima kabar duka sekitar pukul 07.00 WITA.
Informasi tersebut ia dapatkan dari neneknya, yang mengabarkan bahwa tantenya telah meninggal dunia.
"Tanteku langsung dibawa ke rumah sakit," ungkapnya.
Menurut Asyifa, pelaku pembunuhan adalah suami korban.
Ia mengaku tidak pernah mendengar adanya perselisihan antara keduanya.
"Selalu sama-sama," katanya.
Asyifa menambahkan korban diduga dipukul di bagian kepala menggunakan barbel.
"Di rumah masih bernapas, di rumah sakit baru meninggal," jelasnya.
Baca juga: Sisa Hasil Usaha Koperasi Simpan Pinjam Ini Capai Rp137 M, Menteri Budi Arie sampai Kaget: Kagum
Diketahui, korban pertama kali ditemukan oleh anaknya sendiri, I (10), dalam kondisi bersimbah darah, sekitar pukul 05.30 WITA.
Kapolsek Tanralili, Ipda Zulfadli Rahman menjelaskan, I saat itu baru pulang dari menginap di rumah neneknya.
Ketika masuk ke dalam rumah, ia langsung melihat ibunya tergeletak dengan luka parah.
"Anaknya langsung keluar rumah dan berteriak meminta tolong ke tetangga," katanya.
Sekitar pukul 05.45 WITA, para tetangga mulai berdatangan ke rumah korban setelah mendengar teriakan anak korban.
Korban kemudian dilarikan ke Puskesmas Tanralili sekitar pukul 07.10 WITA, namun nyawanya tak tertolong.
Lima menit kemudian, pihak medis menyatakan korban telah meninggal dunia.
"Jenazah korban dibawa pulang ke rumah duka sekitar pukul 09.50 WITA, untuk disemayamkan di rumah orang tuanya di Dusun Carangki Utara," bebernya.

Saat ini pelaku sudah diamankan di Polsek Tanralili untuk menjalani penyelidikan.
Pelaku pun terancam hukuman 15 tahun penjara.
"Pelaku disangkakan Pasal 338 subsider Pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan meninggal dunia," terang Kasat Reskrim Polres Maros, Iptu Ridwan.
Ia mengatakan, pelaku menjalankan aksinya lantaran kesal sering diminta mencari kerja oleh korban.
"Korban belum memiliki pekerjaan tetap, kadang sebagai buruh bangunan."
"Korban selalu memberi motivasi, namun dengan cara yang agak kasar, sehingga pelaku tidak terima," sebutnya.
Korban pun mendapatkan sejumlah pada bagian kepala akibat dipukul menggunakan barbel oleh korban.
"Ada luka memar pada bagian mata, pipi dan luka pada bagian leher. Barbel yang digunakan pelaku pun telah diamankan sebagai barang bukti," tutupnya.
Baca juga: Wanita Anggota DPRD Ngamuk di Pesawat Gegara Koper, Dorong sampai Cekik Pramugari: Awaslah Kau
Sosiolog Universitas Muhammadiyah Makassar, Hadi Saputra mengatakan, kasus ini bukan semata urusan emosi sesaat atau kepribadian pelaku yang temperamental.
"Ini adalah potret kelam dari bagaimana kekerasan dalam rumah tangga dibentuk dan dilegitimasi oleh struktur sosial yang lebih luas," ujarnya ke Tribun Timur, Minggu (13/4/2025).
"Di sinilah kita bisa menggunakan pendekatan Sosiolog Perancis Pierre Bourdieu, khususnya gagasan habitus patriarkis," lanjutnya.
Menurut alumnus Sosiologi Universitas Hasanuddin ini, habitus ini sederhananya adalah cara kita berpikir dan bertindak yang terbentuk sejak lama, tertanam dari lingkungan, dari kebiasaan, bahkan dari tubuh kita sendiri.
"Nah, dalam masyarakat kita, masih sangat kuat habitus yang menempatkan laki-laki sebagai kepala keluarga yang harus dihormati, dan perempuan sebagai pengabdi yang harus patuh," katanya.
"Ketika istri dalam kasus ini menyuruh suaminya cari kerja, bagi kita mungkin itu biasa saja, tapi bagi si pelaku, yang hidup dalam habitus patriarkis, itu bisa terasa sebagai bentuk penghinaan terhadap harga dirinya sebagai laki-laki."
"Karena dalam sistem nilai yang ia serap sejak kecil, laki-laki itu pemimpin, pemberi nafkah, dan tak boleh diatur, apalagi oleh istri."
"Maka saat otoritas itu diganggu, reaksinya bukan sekadar marah, tapi upaya untuk memulihkan dominasi. Sayangnya, cara yang diambil adalah kekerasan," katanya.

Ia pun mengatakan ini bukan kejadian pertama.
"Anak korban bahkan sudah terbiasa keluar rumah tiap kali ibunya dipukul."
"Artinya, kekerasan ini sudah dianggap biasa dalam rumah itu. Inilah wujud dari normalisasi kekerasan dalam habitus patriarkis, sesuatu yang seharusnya kita lawan dengan cara mendidik ulang cara berpikir dan merasakan," katanya.
"Bourdieu bilang, kekuasaan itu bukan hanya soal siapa memegang jabatan, tapi siapa yang dianggap berhak mengatur siapa."
"Dan dalam masyarakat patriarkis, banyak laki-laki merasa berhak atas tubuh dan suara perempuan."
"Maka membongkar habitus ini bukan cuma tugas negara, tapi tugas kita semua sebagai pendidik, jurnalis, maupun orang tua," pungkasnya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com
Bupati Pati Berakhir Minta Maaf dan Batalkan Pajak 250 Persen usai Percaya Diri Didemo 50 Ribu Orang |
![]() |
---|
Pihak UGM Beri Penjelasan soal Viral Mahasiswa Ditagih Rp 5 Juta usai Pinjam Buku di Perpus |
![]() |
---|
Pantas Mertua Curiga Menantunya Berangkat Bawa Sepeda Kayuh, Pulang Naik Motor |
![]() |
---|
Siasat Licik Pasutri Bagi Tugas, Istri Rayu Korban Pura-pura Ditinggal Pasangan, Mobil Korban Raib |
![]() |
---|
Muntah, Menggigil dan Jadi Pendiam Setelah Ikut MPLS, Siswa SMA Bikin Kepsek Bingung: Tak Ada Bukti |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.