Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Sekolah Lelah Banyak Temuan Ulat di Menu Makan Siang Gratis, Kini Minta Berhenti, Wakepsek: Butuh AC

Permasalahan program makan siang gratis atau Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Yogyakarta membuat pihak sekolah lelah.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.COM EGADIA BIRRU - BAYU APRILIANO
MENU MBG BERMASALAH - Foto ilustrasi untuk berita pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Yogyakarta mendapat sorotan serius dari SMKN 4 Yogyakarta. Lelah ada temuan ulat hingga kerjaan karyawan terhambat. 

TRIBUNJATIM.COM - Permasalahan program makan siang gratis atau Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kota Yogyakarta membuat pihak sekolah lelah.

Contohnya, SMKN 4 Yogyakarta yang melaporkan bahwa menu MBG yang diterima dilaporkan dalam keadaan basi dan terkontaminasi ulat.

Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan SMKN 4 Yogyakarta, Widiatmoko Herbimo, mengungkapkan, sejumlah kendala telah ditemukan sejak pelaksanaannya.

"Baru aja ada kok itu (makanan basi), ulat itu 2 hari yang lalu," katanya pada Senin (5/5/2025), melansir dari Kompas.com.

Meskipun jumlah makanan yang tidak layak konsumsi tidak banyak, terdapat juga masalah terkait ketidaklengkapan menu.

"Terus ada yang tidak lengkap misalnya ada tempe, tapi ada porsi lainnya tempenya ga ada," ujarnya.

"Hanya satu dua (makanan basi) tapi beda-beda ada nasinya, yang satu buahnya (busuk)," ujarnya menambahkan.

Ulat yang ditemukan tidak hanya ada di sayuran, tetapi juga di nasi, dan kasus serupa telah terjadi lebih dari sekali.

Sebagai respons terhadap temuan tersebut, pihak sekolah mengambil langkah untuk mengganti makanan yang bermasalah dan melaporkan kejadian ini kepada penyedia makanan.

Namun, penyedia makanan berkilah bahwa keberadaan ulat menunjukkan bahwa bahan makanan yang digunakan adalah organik dan bebas pestisida.

"Katanya bagus enggak pakai pestisida. Tapi masak sayur ada ulatnya kita makan. Kalau ada ulatnya katanya enggak pakai pestisida," tandasnya.

Baca juga: Kepala BGN Urai Penyebab Keracunan Massal MBG, Selanjutnya Hanya Imbau Hati-hati, Korban 78 Orang

Widiatmoko juga mengungkapkan dampak psikologis dari temuan ulat di menu MBG terhadap siswa.

"Kalau siswanya, ada yang senang ada juga enggak senang, kelihatannya ada yang enggak dimakan sama sekali enggak mau. Karena trauma, dia makan ada ulatnya terus enggak mau makan MBG sampai sekarang," ucapnya.

Sementara itu, karyawan SMKN 4 Yogyakarta juga mengungkapkan bahwa beban kerja mereka semakin bertambah akibat pelaksanaan program MBG.

Widiatmoko Herbimo, mengatakan bahwa pihak sekolah telah mengajukan permohonan kepada penyelenggara MBG untuk menghentikan program tersebut pada tahun ajaran baru mendatang.

"Program ini membuat karyawan harus bekerja lebih keras. Mereka harus menunggu kedatangan makanan untuk MBG, dan baru bisa menyusun laporan keuangan setelah itu, yang mengganggu kegiatan lainnya," ungkap Widiatmoko saat dihubungi pada Senin (5/5/2025).

Ia menambahkan bahwa karyawan juga bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan siswa-siswa saat makanan tiba di sekolah.

Baca juga: 4 Fakta 342 Siswa SMP Keracunan usai Santap Hidangan MBG, Dinkes Bertindak, Sampel Makanan Diuji

Setelah distribusi makanan selesai, mereka harus memastikan semua tempat makanan MBG telah dikumpulkan.

Widiatmoko juga menyatakan bahwa SMKN 4 Yogyakarta saat ini sudah berstatus Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), yang menyebabkan penurunan omzet.

"Kami sudah berstatus BLUD, dan banyak keluhan mengenai penurunan omzet," kata dia.

Widiatmoko menyarankan agar program MBG dialihkan ke sekolah-sekolah yang memiliki fokus pada jurusan teknik, bukan yang berfokus pada tata boga seperti di SMKN 4 Yogyakarta.

"Jika memungkinkan, program ini sebaiknya diberikan kepada sekolah-sekolah teknik, karena fokus kami adalah pada makanan, sementara jurusan teknik memiliki kebutuhan yang berbeda," jelasnya.

Ia juga mengusulkan agar dana dari program MBG digunakan untuk meningkatkan sarana dan prasarana sekolah.

"Dengan jumlah murid yang mencapai ribuan, kami memerlukan ruang kelas yang nyaman, termasuk AC. Dengan anggaran yang ada, misalnya Rp 12 juta untuk satu kali makan, seharusnya bisa dialokasikan untuk pembelian AC agar proses belajar mengajar lebih nyaman," tambah Widiatmoko.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Suhirman, menyatakan bahwa pihaknya belum menerima laporan resmi dari SMKN 4 Yogyakarta terkait permohonan penghentian program MBG.

Menurutnya, keputusan mengenai kelanjutan program tersebut tidak sepenuhnya ada di tangan mereka.

"Kami akan melakukan klarifikasi ke sekolah. Kami menyediakan sekolah, dan keputusan akhir ada pada SPPG," ujarnya.

Suhirman juga menjelaskan bahwa penggantian sekolah untuk program MBG tidak bisa dilakukan secara langsung, melainkan harus berdasarkan kesepakatan dengan SPPG.

"Itu tergantung dari SPPG, apakah pengganti berada lebih dari 3 km atau tidak. Jika kurang dari 3 km, itu memungkinkan, tetapi kami akan koordinasikan terlebih dahulu," tutupnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved