Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Tampang Pria yang Gunakan Deepfake Wajah Presiden Prabowo untuk Menipu, sudah Raup Rp 30 Juta

Pria yang melakukan penipuan menggunakan "deepfake" Presiden Prabowo telah mengeruk uang puluhan juta rupiah dari korban-korbannya.

Editor: Torik Aqua
DOK. Kejari Lampung Tengah
TIPU - Tampang terdakwa penipuan yang menggunakan deepfake Prabowo untuk meraup uang Rp 30 juta selama beraksi. Kini disidang di Lampung, Jumat (9/5/2025). 

TRIBUNJATIM.COM - Sosok pria yang melakukan penipuan menggunakan "deepfake" Presiden Prabowo telah mengeruk uang puluhan juta rupiah dari korban-korbannya.

Kini, pria bernama Alamandera itu menjadi terdakwa kasus penipuan.

Hal ini dibenarkan oleh Kepala Seksi Intelijen (Kasintel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah, Alfa Dera.

Ia menjelaskan jika ulah pelaku diketahui berdasarkan dakwaan yang dibacakan dalam sidang perdana pekan lalu.

Baca juga: Tagihan Jadi Rp70 Juta Padahal Cicilan Mulai Rp350 Ribu, Ratusan Warga Jadi Korban Penipuan Pinjol

"Terdakwa sudah melakukan perbuatan itu sejak 3 bulan sebelum tertangkap dan mendapatkan uang mencapai Rp 30 juta," kata Alfa saat dihubungi, Jumat (9/5/2025).

Dari keterangan salah satu korban bernama Mussakir, diketahui bahwa penipuan itu berawal saat korban menerima telepon dan pesan WhatsApp dari nomor ponsel terdakwa pada 11 Januari 2025 lalu.

Dalam pesan video yang diterima korban, tertayang wajah Presiden Prabowo menawarkan bantuan biaya sekolah, biaya kuliah, biaya pembayaran utang, dan renovasi rumah.

Keesokan harinya, tanggal 12 Januari 2025, terdakwa menghubungi korban dan menanyakan apakah tertarik dengan tawaran bantuan dari "deepfake" Prabowo itu.

Korban yang mengaku tertarik lalu dikirimkan rincian biaya oleh terdakwa, yaitu Rp 150.000 untuk biaya pendaftaran, Rp 200.000 untuk biaya administrasi, Rp 450.000 untuk biaya pajak, dan Rp 300.000 untuk biaya pencairan.

"Total dana bantuan yang ditawarkan ke korban adalah sebesar Rp 70 juta," kata Alfa.

Namun, setelah korban melakukan transfer sebesar Rp 1.100.000, nomor terdakwa tidak bisa dihubungi lagi.

Diberitakan sebelumnya, warga Lampung Tengah didakwa menjadi pelaku penipuan menggunakan "deepfake" Presiden Prabowo.

Kepala Seksi Intelijen (Kasintel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah, Alfa Dera, mengatakan bahwa terdakwa bernama Alamandera, warga Kecamatan Bumi Nabung.

Kasus ini sendiri telah masuk persidangan dengan pembacaan dakwaan pada 5 Mei 2025 lalu.

"Sidang lanjutan tanggal 19 Mei 2025 dengan agenda pembuktian," kata Alfa saat dihubungi, Jumat (9/5/2025).

Modusnya

Aksi warga Lampung nipu 11 orang dengan pura-pura jadi Prabowo-Gibran ini viral di media sosial.

Dalam melancarkan aksinya, pelaku menggunakan video deepfake.

Kini pelaku telah ditangkap oleh Bareskrim Polri.

Diketahui pelaku mengunggah dan menyebarkan video deepfake menggunakan wajah dan suara Presiden Prabowo Subianto.

Video deepfake ini digunakan tersangka untuk menipu korban agar mengirimkan sejumlah uang kepadanya dengan modus pemberian bantuan oleh pemerintah.

“Kami dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri akan menyampaikan pengungkapan kasus deepfake yang mengatasnamakan pejabat negara, high profile dalam bentuk video dengan isi konten menawarkan bantuan pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan,” ujar Direktur Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dirtipidsiber Bareskrim) Brigjen Himawan Bayu Aji saat konferensi pers di Lobi Utama Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2025), dikutip dari Kompas.com.

Baca juga: Perusahaan Kaget Yuliatin Bisa Dapat Gaji Rp10 Juta per Bulan, Ternyata Uang Rp159 Juta Hasil Nipu

Satu orang tersangka berinisial AMA (29) ditangkap di rumahnya yang berada di Lampung Tengah, Provinsi Lampung, pada 16 Januari 2025.

AMA mengunggah sejumlah video deepfake menggunakan foto dan suara sejumlah petinggi negara, seperti Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menipu korban.

Dalam video itu, para pejabat ini seakan-akan menyatakan akan menyalurkan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Padahal, program bantuan ini tidak pernah ada.

Korban yang tertipu narasi dari AMA pun menghubungi nomor yang tertera di dalam video.

Setelah terhubung dengan AMA, korban diminta mengirimkan sejumlah uang dengan dalih biaya administrasi agar bantuan ini bisa dicairkan.

Tersangka penyebar video deepfake Presiden saat ditampilkan dalam konferensi pers di Lobi Utama Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2025).
Tersangka penyebar video deepfake Presiden saat ditampilkan dalam konferensi pers di Lobi Utama Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2025). (Kompas.com/Shela Octavia)

“Dengan alasan biaya administrasi, korban atau masyarakat yang telah membayar biaya administrasi dijanjikan pencairan dana oleh tersangka sehingga korban percaya untuk kembali mentransfer sejumlah uang yang sebenarnya dana bantuan tersebut tidak pernah ada,” jelas Himawan.

Sejauh ini, ada 11 korban yang telah teridentifikasi.

Total kerugian yang terungkap senilai Rp 30 juta.

Namun, angka ini baru dari akumulasi operasional AMA selama empat bulan terakhir.

“Terhadap tersangka, dijerat dengan menerapkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Penipuan, Pasal 51, Ayat 1, Juncto 35, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik,” kata Himawan.

AMA diancam dengan pidana penjara maksimal 13 tahun dan denda paling banyak Rp 12 miliar.

Baca juga: Pasutri Dapat Rp65 Miliar Hasil Nipu Bisa Bikin Lansia Awet Muda, Janjikan Usia 60 Tahun Jadi 24

Sebelumnya, kisah Syamsul dipaksa kerja penipuan online ini menjadi sorotan.

Ia menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Myanmar.

Dikatakan Syamsul, ia mendapat perlakuan tidak layak selama kerja paksa di Myanmar.

Syamsul merupakan warga Kecamatan Cireunghas, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Sekira bulan Juni 2024, Syamsul mendapatkan tawaran pekerjaan menjadi admin crypto di Thailand.

Namun mereka dipekerjakan di Myanmar sebagai admin scammer.

“Info dari teman dijanjikan ke Thailand untuk kerja jadi admin crypto, terus kita juga enggak tahu di Myanmar, tahunya di Thailand aja,” ungkap Syamsul saat ditemui di Pendopo Kabupaten Sukabumi, Kamis (5/12/2024)., dikutip dari Kompas.com.

Selama 2 bulan dipekerjakan paksa, Syamsul tidak menerima upah sepeser pun.

Ia juga mengalami perlakuan yang tidak layak.

Baca juga: Pegawai Honorer Satpol PP Dapat Rp350 Juta Hasil Nipu Modus Calo CPNS, Uang Dibuat Bayar Utang

“Enggak pernah dapat upah selama di sana, di sana itu (kurang lebih) dua bulan,” kata Syamsul.

Pada bulan September, video Syamsul bersama teman-temannya menjadi viral di media sosial.

Video tersebut berisi permohonan tolong dari mereka.

Selama dua bulan berada di Myanmar, Syamsul mengalami perlakuan yang tidak manusiawi.

Ia mengaku disekap dalam ruangan kecil dan gelap, serta mengalami kekerasan fisik.

“Ya di sana sempat disekap, kaya dipukul gitu lah, jadi kita itu kaya dikumpulin di dalam satu ruangan enggak dikasih lampu. Dikasih makan juga cuman sekali sehari,” tambahnya.

Syamsul tidak dapat memberikan banyak detail mengenai kejadian yang menimpanya, karena ia harus segera pulang.

Namun, sebelum meninggalkan Pendopo Kabupaten Sukabumi, ia menyampaikan rasa traumanya dan berharap pengalaman buruknya tidak terulang bagi orang lain.

“Trauma, pokoknya cukup lah jangan ada lagi yang kesana (jadi korban) cukup kita aja. Masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Sukabumi, setop lah jangan ke sana lagi (jadi korban TPPO),” tegas Syamsul.

Syamsul berharap pengalaman buruknya sebagai korban TPPO tidak akan menimpa orang lain. 

Ia merasa lega bisa kembali ke Indonesia dan mengaku sempat tidak percaya bahwa ia dapat dipulangkan dengan selamat.

“Pertama bersyukur banget sama pemerintah telah berusaha untuk memulangkan kita semua. Seneng banget berasa mimpi,” ujar Syamsul.

Syamsul dan lima orang rekannya, yang juga merupakan warga Kabupaten Sukabumi, berhasil dipulangkan setelah menjadi korban TPPO.

Mereka tiba di tanah air pada Jumat (29/11/2024) dan mendapatkan pemulihan serta pendampingan dari pemerintah Indonesia sebelum akhirnya bertolak ke Sukabumi dan bertemu keluarga pada Kamis (5/12/2024).

Kini, Syamsul berharap dapat menemukan pekerjaan yang lebih baik di tanah air.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com

Artikel ini telah tayang di Kompas.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved