Berita Viral
Kerja untuk TNI, Keluarga Korban Ledakan Amunisi Garut Tak Terima Adiknya Disebut sebagai Pemulung
Pihak keluarga tak terima salah satu korban ledakan Garut disebut sebagai pemulung.
Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUNJATIM.COM - Ledakan amunisi di Desa Sagara, Kecamatan Cibalong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Senin (12/5/2025), meninggalkan duka mendalam.
Namun, pihak keluarga tak terima jika salah satu korban disebut sebagai pemulung.
Hal itu seperti diungkap kakak kandung Rustiwan, Agus (55).

Adiknya menjadi salah satu korban tewas dalam peristiwa nahas tersebut.
Ia menolak jika adiknya disebut sebagai pemulung.
Menurut Agus, Rustiwan telah bekerja selama 10 tahun membantu TNI dalam pemusnahan amunisi kedaluwarsa.
Bahkan, bukan hanya di Garut, tetapi juga di Yogyakarta dan daerah lainnya.
"Saya sebagai keluarga tak terima kalau adik saya disebut pemulung besi saat kejadian ledakan," ungkap Agus saat ditemui di Kamar Mayat RSUD Pameumpeuk, Garut, pada Selasa (13/5/2025).
"Adik saya sudah 10 tahun kerja ke TNI bantu pemusnahan amunisi," imbuhnya.
Agus menyampaikan kebenaran tersebut saat berbincang dengan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang datang menjenguk keluarga korban di RS.
Dedi pun menegaskan bahwa kejadian ini merupakan kecelakaan kerja.
Bukan insiden yang melibatkan warga yang sedang memulung rongsokan besi bekas amunisi.
"Ini berarti kecelakaan kerja, bukan seperti yang diinformasikan bahwa korban adalah warga yang sedang membawa rongsokan bekas amunisi."
"Mereka bekerja ternyata membantu TNI," kata Dedi.
Baca juga: Dulu Dipecat Ahok, Mantan Kepsek Retno Listyarti Kini Kritik Kebijakan Anak Nakal Dikirim ke Barak
Dedi menambahkan bahwa kecelakaan kerja dapat terjadi pada siapa saja.
Seperti sopir bus yang mengalami kecelakaan, petani yang terluka akibat alat pertanian, atau pegawai lainnya yang meninggal dalam insiden kerja.
Ia juga meminta Pemkab Garut untuk memberikan perhatian lebih kepada keluarga korban.
"Nanti di Pemkab Garut ada, kalau saya (Pemprov Jabar) memberikan santunan Rp50 juta bagi tiap keluarga korban, dan anak-anak yang ditinggalkan akan dijamin sampai kuliah pendidikannya," ungkap Dedi.
Diberitakan sebelumnya, ledakan terjadi saat pemusnahan amunisi kedaluwarsa TNI AD di Desa Sagara.
Insiden ini menewaskan 13 orang, terdiri dari 4 anggota TNI dan 9 warga sipil dari daerah setempat.
Ledakan diduga disebabkan oleh detonator penghancur yang meledak lebih awal saat masih terpasang di sebuah lubang besar penghancur dekat pesisir pantai.
Sembilan jenazah warga sipil yang dilaporkan adalah Agus Bin Kasmin, Ipan Bin Obur, Anwar Bin Inon, Iyus Ibing Bin Inon, Iyus Rizal Bin Saepuloh, Toto, Dadang, Rustiwan, dan Endang.
Semuanya berasal dari Cibalong dan Pameumpeuk, Garut.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi mengungkapkan, dugaan adanya korban sipil diakibatkan karena warga menghampiri titik pemusnahan setelah ledakan pertama terjadi.
Mereka, menurut Kristomei, hendak mengambil serpihan amunisi yang tersisa.
Tak disangka, ledakan selanjutnya terjadi dan menghantam sejumlah warga yang berada di lokasi pemusnahan.
Baca juga: Siswa SMK Bayar Rp600 Ribu Demi Bisa Gelar Acara Wisuda, Kepsek Akui Sudah Tradisi: Rasa Hormat Kami
Kristomei mengatakan, amunisi kedaluwarsa yang diledakkan di Garut berupa granat dan mortir.
Amunisi tersebut diledakkan karena masa pakainya sudah berlalu walau belum sempat dipakai.
"Sehingga, amunisi-amunisi tersebut memang rutin bagi kita, TNI, untuk musnahkan sisa-sisa amunisi yang tidak terpakai tadi," jelas Kristomei dikutip dari Kompas.com, Selasa (13/5/2025).
Lebih lanjut, jenderal TNI bintang dua tersebut menyampaikan, kekuatan amunisi yang sudah kedaluwarsa juga tidak bisa diperkirakan.
"Ya namanya amunisi sudah kadaluwarsa, ini kan tidak bisa kita perkirakan."
"Artinya juga isiannya apakah masih sesuai dengan yang memang seharusnya ada, atau pemantiknya juga masih sesuai dengan yang memang sudah sesuai prosedurnya," ujarnya.
"Nah ini nanti yang kita akan dalami kenapa bisa terjadi seperti ini."
"Namanya juga amunisi bekas, itu pasti ada yang sudah tidak sesuai dengan apa yang seharusnya," tambahnya.

Salah satu warga Desa Sagara, Andi (54) mengatakan, pemusnahan amunisi biasanya menjadi 'berkah' bagi warga di sekitar lokasi kejadian.
Sebabnya, sisa-sisa logam amunisi yang sudah dimusnahkan dapat dijual sebagai rongsokan lalu menghasilkan uang.
Andi mengatakan, TNI sudah melakukan dua kali pemusnahan amunisi kedaluwarsa pada bulan ini, tepatnya pada Selasa (6/5/2025) dan Senin (12/5/2025).
Namun, salah satu agenda pemusnahan menjadi petaka setelah terjadi ledakan tidak terduga yang menewaskan empat prajurit TNI dan sembilan warga sipil.
"Biasanya (pemusnahan amunisi) jadi berkah dan sekarang malah jadi musibah," kata Andi dikutip dari Kompas.com, Selasa (13/5/2025).
"Lalu, tidak berselang lama, banyak ambulans datang ke lokasi. Saya pikir itu suara ledakan biasa terjadi. Tapi, mendengar informa
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com
Sosok Pengusaha Jual Ratusan NMax Bodong Tanpa STNK Rp15 Juta, Langsung Ludes 2 Hari |
![]() |
---|
Penjelasan Eks TKN Prabowo Soal Wapres Gibran Pernah Gunakan Pin One Piece: Jelas Beda Jauh Momentum |
![]() |
---|
Alasan Mbah Saiun Nikahi Gadis Bengkulu, Ibunda Bantah karena Hutang: Tidak Ada karena Dipaksa |
![]() |
---|
Isi Tas Penumpang yang Teriak Bawa Bom di Pesawat, Sejak Berangkat Kerap Tanya Bagasi |
![]() |
---|
6 Fakta Gerombolan Siswa SMK Siram Air Keras ke Murid Lain, Belinya Patungan Buat Tawuran |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.