Breaking News
Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

21 Tahun Nabung Rp10 Ribu Tiap Hari, Pasutri Penjual Pentol Berhasil Naik Haji: Saya sampai Menangis

Berbekal tekun dan sabar, Sumino (50) dan Nur Hasanah (56), akhirnya berhasil mewujudkan impiannya naik haji.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
KOMPAS.com/MUHLIS AL ALAWI
PENJUAL PENTOL CORAH NAIK HAJI - Pasutri Sumino dan Nur Hasanah berjualan pentol corah di depan Kantor Polsek Jogorogo Ngawi, Jawa Timur. Setiap hari nabung Rp10.000 selama 21 tahun, pasutri ini akhirnya naik haji. 

TRIBUNJATIM.COM - Pasangan suami istri asal Desa Jogorogo, Kecamatan Jogorogo, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, berhasil mewujudkan impian menunaikan ibadah haji.

Pasutri ini tak pernah menyerah untuk menabung dari hasil berjualan pentol corah.

Selama 21 tahun, mereka berjibaku berjualan pentol corah dan gorengan.

Baca juga: Nera Siswi Jalan Kaki & Naik Rakit ke Sekolah Kaget Dapat Uang dari Gubernur: Terlalu Banyak Pak

Berbekal tekun dan sabar, Sumino (50) dan Nur Hasanah (56), akhirnya berhasil mewujudkan impiannya naik haji ke Tanah Suci di tahun ini.

Sumino tak dapat menahan rasa haru.

Kerinduannya berhaji bersama istri ke Tanah Suci akhirnya terlaksana.

Bagi Sumino, keberangkatannya naik haji merupakan panggilan dari Allah SWT.

Terlebih dirinya hanyalah seorang penjual pentol corah yang omsetnya hanya cukup untuk menyambung hidup bagi keluarganya.

"Saya tidak punya apa-apa. Tapi Allah Maha tahu akhirnya kami dipanggil juga untuk beribadah haji," ujar Sumino, Jumat (16/5/2025).

Sumino bercerita, dirinya mulai berjualan pentol sejak 21 tahun silam atau tahun 2004.

Ia berjualan pentol corah mulai dari keliling dengan sepeda motor hingga akhirnya saat ini mangkal di pinggir Jalan Jogorogo-Ngawi, di depan kantor Polsek Jogorogo.

Meski hanya berjualan pentol keliling, Sumino tak ciut nyali.

Bersama istri, Sumino memiliki mimpi berhaji meski hanya bermodal menyisihkan uang paling sedikit Rp10 ribu setiap harinya.

Delapan tahun mengumpulkan uang, Sumino akhirnya dapat mendaftarkan haji pada tahun 2012.

13 tahun kemudian, pasutri penjual pentol ini akhirnya berangkat naik haji pada tahun ini.

"Saya setiap hari kami menabung minimal Rp10.000. Meski sedikit, alhamdulillah uang bisa terkumpul dan kami dapat berangkat naik haji," tutur Sumino.

Untuk mengumpulkan uang berangkat naik haji, Sumino pun harus berhadapan dengan berbagai cobaan.

Ia bersama istrinya harus pandai mengelola keuangan lantaran harus menghidupi lima anaknya.

Baca juga: Emosi Tempat Persembunyian Dibocorkan ke Rentenir, Ayah Tiri Injak Anak Gadisnya sampai Tewas

Sumino saat ini tinggal di rumah sederhana bersama istri dan lima anaknya.

Untuk memasak pentol corah, Sumino menggunakan tungku kayu bakar.

Setiap hari, Sumino menghabiskan lima hingga sepuluh kilogram tepung terigu untuk membuat pentol corah.

Prosesnya pun dilakukan secara manual sehingga membutuhkan waktu yang lama dan menguras banyak tenaga.

"Kami sudah puluhan tahun membuat pentol dengan cara tradisional. Kami bersyukur bisa menjalaninya setiap hari."

"Dan dari hasil jualan pentol alhamadulillah sekarang kami bisa berangkat haji. Saya pun sampai menangis karena bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah kepada keluarga kami," kata Nur Hasanah.

Berkat kerja keras dan ketekunan, jerih payah Sumino dan Nur Hasanah kini menuai hasil manis.

Perjuangan melawan terik panas matahari dan guyuran hujan saat musim penghujan, menjadikan uang yang dikumpulkan dapat digunakan menunaikan ibadah haji di Tanah Suci.

Jelang keberangkatan pada 17 Mei 2025, pasangan ini tetap berdagang seperti biasa, sambil menyiapkan perlengkapan ibadah.

Dari gerobak sederhana mereka telah membuktikan, bahwa dengan sabar, tekun, dan doa yang tak putus, impian sebesar haji pun bisa dicapai dari jalan yang sederhana.

Pasaturi Sumino dan Nur Hasanah warga Desa Jogorogo, Kecamatan Jogorogo, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, sedang memasak pentol corah dan aneka gorengan yang akan dijual di depan Kantor Polsek Jogorogo. Pasutri ini berhasil naik haji tahun ini, setelah nabung Rp10.000 selama 21 tahun.
Pasaturi Sumino dan Nur Hasanah warga Desa Jogorogo, Kecamatan Jogorogo, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, sedang memasak pentol corah dan aneka gorengan yang akan dijual di depan Kantor Polsek Jogorogo. Pasutri ini berhasil naik haji tahun ini, setelah nabung Rp10.000 selama 21 tahun. (KOMPAS.com/MUHLIS AL ALAWI)

Sementara itu, sebanyak 106 calon jemaah haji asal Kabupaten Cirebon mengalami nasib tragis di tahun 2025 ini.

Padahal mereka sudah melunasi biaya haji, bahkan ada yang menjual aset pribadi seperti mobil, sawah, hingga rumah.

Akan tetapi, mereka justru gagal berangkat.

Kejadian ini terungkap dan menjadi sorotan anggota Komisi VIII DPR RI, Satori.

Tepatnya saat menghadiri pelepasan calon jemaah haji kloter 10 KJT asal Kota Cirebon di Makorem 063/Sunan Gunung Jati pada Senin (12/5/2025).

"Kasihan calon jemaah haji, sudah walimatussafar, sudah syukuran," kata Satori.

"Untuk melunasi kadang-kadang menjual aset, menjual rumah, tanah, mobil. Tetapi pas pada saatnya tidak jadi berangkat. Kasihan mereka," lanjut dia. 

Ia mengungkapkan, dari total 112 orang yang sudah melunasi biaya haji di Kabupaten Cirebon, hanya enam orang yang bisa diberangkatkan.

Sisanya, sebanyak 106 orang harus menahan kecewa karena gagal berangkat.

"Yang lucunya lagi, sudah syukuran haji, sudah ngaturi masyarakat, tetangga, keluarga," tutur Satori, mengutip Tribun Cirebon.

"Kemudian pas saatnya tidak jadi berangkat, kan secara psikologi mereka beban," ucapnya.

Menurut Satori, kondisi ini terjadi karena adanya pengurangan kuota tambahan.

Ia menyayangkan keputusan yang terburu-buru untuk memberitahukan jemaah soal pelunasan, padahal belum ada kepastian soal keberangkatan.

"Saya sudah sampaikan kepada Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah agar hal seperti ini diantisipasi dan diminimalisasi. Jangan sampai terjadi lagi ke depannya," jelas dia.

Baca juga: Petantang-petenteng Palak Pedagang Es Teh sampai Rp700.000, Anggota Ormas Kecut saat Ditangkap

Kendati demikian, Satori mengapresiasi pelaksanaan pemberangkatan jemaah calon haji Kota Cirebon yang dinilai tertib dan nyaman karena dipusatkan di Makorem 063/Sunan Gunung Jati.

"Bayangkan kalau tempatnya di alun-alun, tumpang tindih, mengganggu lalu lintas."

"Tapi di sini saya mengapresiasi kepada Kementerian Agama dan Bapak Wali Kota atas tempat yang aman dan nyaman bagi jemaah maupun keluarga yang mengantar," katanya.

Untuk jemaah yang gagal berangkat tahun ini, Satori memastikan mereka akan menjadi prioritas pada musim haji tahun depan.

Evaluasi besar pun dijanjikan akan dilakukan pasca-pemulangan haji 2025.

"Insyaallah akan kita evaluasi nanti bersama Kementerian Agama dan penyelenggara haji lainnya agar ke depan lebih baik," ujarnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved