Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Pemkot Surabaya beri Pendampingan ke Korban KDRT Pengusaha, Istri Sempat Ragu Penjarakan Suami

Ia menduga, Korban IN memiliki cara pandang tersendiri yang begitu kuat dan itu didasarkan pada pemahaman atas ajaran agamanya

Penulis: Luhur Pambudi | Editor: Samsul Arifin
istimewa
KASUS KDRT VIRAL- Viral di medsos video amatir merekam seorang suami memukuli dan menyeret istrinya di teras rumah, Kelurahan Lontar, Sambikerep, Surabaya, pada Rabu (18/7/2025) pagi 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Luhur Pambudi

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Viralnya video amatir merekam momen Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) tersebut hingga membuat sang suami NH (49) ditangkap Polisi, ternyata menimbulkan kegamangan tersendiri bagi sang istri, IN (49). 

Kendati menjadi korban kekerasan kurun waktu terbilang lama hingga mengalami trauma berkepanjangan, tak pantas membuat perasaannya lega, setelah melihat sang suami mendekam di penjara. 

Perasaan cenderung merasa bersalah sempat menggelayuti benak IN.

Sampai-sampai IN sempat berfikir bahwa keputusannya melaporkan kelakuan sang suami ke pihak berwajib, adalah keliru. 

Kondisi kegamangan yang dialami IN; ibu tiga anak sekaligus nenek dua cucu yang tinggal di Kecamatan Sambikerep, Surabaya itu, sempat diungkap oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kota Surabaya, Ida Widayati. 

Baca juga: Sosok Suami di Surabaya yang Lakukan Kekerasan ke Istri hingga Viral, Ternyata Pengusaha 

"Jadi sang istri itu nge-peer (ragu-ragu). Saya ini zalim apa enggak," ujarnya saat dihubungi TribunJatim.com, pada Jumat (20/6/2025). 

Pada Rabu (18/6/2025) kemarin, dirinya dan tim melakukan pendampingan langsung kepada korban dan anak-anak korban di kediaman mereka. 

Ternyata, Ida mendapati beberapa temuan hasil asesmen bahwa Korban IN sempat memunculkan perasaan ragu dengan proses penegakkan hukum yang sudah ditempuhnya atas permasalahan KDRT tersebut. 

Baca juga: Seorang Anak di Surabaya Viralkan Kelakuan Ayahnya yang Jahat ke Ibu, Ajak Melapor ke Polisi

Ia menduga, Korban IN memiliki cara pandang tersendiri yang begitu kuat dan itu didasarkan pada pemahaman atas ajaran agamanya. 

Sampai-sampai, Korban IN takut merasa berdosa membuat laporan Kepolisian yang berujung pada penahan terhadap sang suami. 

"Tapi si istrinya ini bisa dibilang terlalu kuat agamanya juga bisa, sehingga dia bilang bahwa apa pun yang dilakukan suami harus ia terima. Jadi kemarin saya berusaha meyakinkan si ibunya ini, karena agak ragu-ragu," ujarnya. 

Baca juga: Pengakuan Polisi Selingkuh Sama Istri Orang Viral, Suami Minta Rp150 Juta, Temuan Propam Malah Beda

Berdasarkan informasi yang dihimpunnya, Korban IN pernah melaporkan suaminya NH ke Mapolrestabes Surabaya, tahun 2018 silam. Kasusnya berlanjut sampai suaminya menjalani persidangan hingga dijatuhkan vonis pidana penjara 1,5 tahun. 

Namun, lanjut Ida, sang istri sempat merasa kasihan dan iba. Hingga akhirnya mengajukan permohonan pembebasan terhadap sang suami, dengan harapan sang suami akan bertaubat dan berubah menjadi lebih baik. 

Alhasil, sang suami cuma menjalani masa penahanan di Rutan Kelas I Surabaya, di Medaeng, Sidoarjo, selama kurun waktu tiga bulan. 

"Setelah dia berkorban untuk bisa mengeluarkan suami apakah ada perubahan dari sang suami. Ternyata jawabannya tidak ada perubahan tetap KDRT seperti itu," ungkapnya. 

Ida menegaskan, pihaknya berusaha memberikan pendampingan dalam aspek Psikologis, Spiritual, termasuk Ekonomi kepada pihak korban serta anak bahkan cucunya.

Pada aspek ekonomi, ia juga berusaha menyakinkan korban bahwa keputusannya meminta bantuan aparat kepolisian menangani permasalahan tersebut, merupakan langkah yang tepat. 

Salah satunya memberikan bantuan modal usaha agar sang istri dapat memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari, secara mandiri. 

Sehingga, Korban IN tidak perlu merasa takut, jikalau sang suami menjalani masa tahanan akibat perbuatannya. 

"Mungkin dia kepikiran kalau enggak ada suami, dia kepikiran mau makan apa. Saya tanya; mau bikin usaha apa. Dia bilang; mau usaha warung nasi campur. Saya bilang; ya wes Insyaallah akan dibantu sama Pemerintah Kota Surabaya, gitu," jelasnya. 

Kemudian mengenai pendampingan psikologis terhadap anak dan cucu Korban IN. Ida menerangkan, pihaknya tetap akan memberikan pendampingan psikologi kepada anak-anak korban terutama yang masih berusia di bawah umur. Yakni, anak paling bungsu. 

Tak cuma itu, pihaknya juga bakal memperhatikan kondisi psikologis dari seorang cucu berusia balita yang turut tinggal serumah dengan korban. Pasalnya, ungkap Ida, sang cucu kerap melihat momen-momen pertengkaran antara kakek dan neneknya. 

"Semuanya Kami beri pendampingan mulai dari ibu dan dua anaknya yang ada di rumah itu. Yang agak khawatir itu mungkin anak yang kedua. Tapi saya takut itu pada si cucu korban ini karena kan cucu korban itu sering melihat kakek neneknya bertengkar," katanya. 

Terlepas dari proses pendampingan Psikologis, Spiritual, dan Ekonomi, Ida menduga kuat penyebab sang suami kerap melakukan aksi KDRT terhadap istri, karena tertekan permasalahan pekerjaan atau bisnis yang sedang digeluti oleh sang suami. 

Dugaan tersebut diperoleh dari cerita sang istri kepada dirinya. Bahkan, ia juga menggali kemungkinan adanya pihak lain atau 'pihak ketiga' yang berpotensi merecoki kualitas hubungan pasangan suami istri tersebut. 

Ternyata, jawaban yang diperoleh Ida dari kesaksian Korban IN bahwa sejauh ini tidak ditemukan adanya kemungkinan tersebut. Selama ini, sang suami masih pulang dan tinggal di rumah tersebut. Meskipun, lebih sering pulang larut malam antara pukul 12 atau 1 malam. 

"Kayaknya itu (tertekan) karena usahanya itu mungkin bermasalah," pungkasnya. 

Sebelumnya, anak kedua korban, MA (22), bahwa ayahandanya itu bekerja mengelola showroom mobil rental yang berlokasi di kawasan Surabaya Timur. 

Selain itu, ayahandanya itu, juga mengelola beberapa rumah kontrakan yang berlokasi di Kota Surabaya. Penghasilan dari bisnis tersebut, dipakai untuk menghidupi keluarganya. 

Menurut anak korban MA, dua jenis usaha tersebut sebenarnya dapat dikatakan sebagai bisnis bersama milik keluarga yang dikelola bersama ibundanya. 

Namun, selama ini, cuma ayahandanya saja yang paling dominan menguasai usaha tersebut. Bahkan, keuntungan dari bisnis tersebut, tidak pernah secara transparan diberikan kepada ibundanya. 

"Rental mobil dan kontrakan. Masalah banyak, mobil digadaikan, disewa enggak bayar, dia ditipu orang itu biasa saja. Tapi kalau ibu saya butuh apa-apa langsung emosi," ujarnya saat ditemui TribunJatim.com di teras rumahnya, kawasan Kelurahan Lontar, Sambikerep, Surabaya, pada Rabu (18/6/2025). 

Anak korban MA mengaku agak bingung melihat sifat dari ayahandanya itu selama ini, yang begitu mudah tersulut emosi saat berkomunikasi dengan ibundanya. Bahkan, seringkali, disertai umpatan sarkas bahkan disertai aksi pemukulan dan penamparan. 

Entah apa yang menggelayuti benak dan pikiran sang ayahandanya. Terhadap anggota keluarganya sendiri terlalu pelit dan begitu gampangnya melakukan aksi kekerasan. 

Namun, terhadap orang lain, seperti mitra usaha, klien penyewa mobil rentalan, atau teman satu tongkrongan, ayahandanya itu, begitu gampang percaya. 

Sampai-sampai, ungkap anak korban MA, beberapa kali ayahandanya itu menjadi korban penipuan dari klien bisnis atau kustomer penyewa mobil. Sang ayahandanya, seperti cuek dan tak terlalu berlebihan mempermasalahkan hal tersebut. 

Mulai dari mobil pribadi bahan rentalan tiba-tiba dihilangkan dan digadai oknum klien tak bertanggung jawab, lalu klien rentalan mobil yang enggan membayar biaya sewa mobil, sampai ditipu kolega bisnis dengan kerugian jutaan rupiah. 

"Rental mobil dan kontrakan. Masalah banyak, mobil digadaikan, disewa enggak bayar, dia ditipu orang itu biasa saja. Tapi kalau ibu saya butuh apa-apa langsung emosi," jelasnya. 

Namun, tatkala sang ibunda meminta uang biaya kebutuhan sehari-hari. Menurut anak korban MA, ayahandanya itu, mendadak terpancing emosinya hingga membentak-bentak hampir semua orang seisi rumah. 

Bahkan, terhadap anaknya sendiri, yakin dirinya, sang kakak, serta adiknya yang masih bersekolah, ayahandanya itu, kerap mengungkit-ungkit seperti tak pernah ikhlas. 

"Dia itu kalau menafkahi itu selalu diungkit-ungkit. Seperti saat baju yang saya pakai ini dia selalu bilang; baju itu dari siapa yang beli, kasur yang kamu tiduri siapa yang beli, dan makanan yang kamu makan selama ini itu uang dari siapa, gitu," ungkapnya. 

Disinggung mengenai kondisi kejiwaan dari sang ayahandanya. Anak korban MA mengaku tidak mengetahuinya. Karena selama ini, ayahandanya tidak pernah menjalani perawatan kejiwaan di fasilitas kesehatan manapun. Lagi pula, ayahandanya itu, juga tidak terlalu menggubris mengenai kondisi kejiwaannya. 

"Enggak pernah, karena dia enggak percaya masalah penyakit mental," tuturnya. 

Menurut anak korban MA, kondisi kejiwaan ayahandanya itu masih terbilang normal seperti orang kebanyakan. Hanya saja, selama ini, ayahandanya memiliki sifat temperamen yang cenderung berlebihan. 

"Kalau kelainan sih enggak. Dianya sih memang tempramen," pungkasnya. 

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved