Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Jono Kecewa Anaknya Tidak Diterima SPMB Jalur Domisili, Padahal Jarak Rumah ke Sekolah 130 Meter

Para orang tua meminta, seharusnya pihak sekolah lebih mengutamakan domisili ketimbang nilai rapor.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Tribun Tangerang/Nurmahadi
ORTU PROTES SPMB - Unjuk rasa tolak sistem penerimaan murid baru (SPMB) yang dilakukan ratusan orang tua calon murid di SMAN 3 Kabupaten Tangerang, Banten, berlangsung ricuh, Kamis (26/6/2025). Mereka protes lantaran anak mereka yang telah mendaftar lewat jalur domisili tak diterima meskipun jarak antara sekolah dengan tempat tinggalnya sangat dekat. 

TRIBUNJATIM.COM - Ratusan orang tua calon murid melakukan unjuk rasa di SMAN 3, Kecamatan Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (26/6/2025).

Ratusan orang tua calon murid tersebut protes lantaran anak mereka yang telah mendaftar lewat jalur domisili tak diterima.

Padahal jarak antara sekolah dengan tempat tinggalnya sangat dekat.

Baca juga: Penyesalan 2 Anak Titipkan Ibu ke Panti Jompo, Utang Rp900.000 Demi Jemput Lagi, Kerja Tukang Sapu

Aksi tolak sistem penerimaan murid baru (SPMB) itu pun berlangsung ricuh. 

Kericuhan terjadi ketika ratusan orang tua tersebut dihalangi beberapa guru di depan sekolah saat akan menemui panitia penyelenggara SPMB.

Keributan pun berangsur mereda usai petugas kepolisian dan TNI menenangkan mereka.

Salah satu orang tua, Jono Subagio, mengaku kecewa setelah anaknya tak diterima di SMAN 3 Curug.

Padahal jarak antara rumahnya dengan sekolah hanya terpaut 130 meter.

Dia mengatakan, banyak calon siswa yang jaraknya lebih jauh dari sekolah justru diterima.

Calon siswa tersebut diterima dengan alasan nilai rata-rata rapornya lebih tinggi dari nilai anaknya.

"Anak saya mau masuk sekolah di sini, sedangkan saya di sini domisili bisa dibilang paling terdekat, bisa dihitung paling 100 sampai 130 meter," kata Jono, dilansir dari Tribun Tangerang.

Ia meminta, seharusnya pihak sekolah lebih mengutamakan domisili ketimbang nilai rapor.

"Saya sudah daftar untuk domisili data sama RT ternyata hasilnya nihil, harusnya utamain dong domisili, jangan pakai alasan nilai lah," tutur dia.

"Harusnya panitia mengerti, wilayah mana dulu dipentingkan, jangan yang dari Cikupa, Tigaraksa, bisa masuk," tambahnya.

Unjuk rasa tolak sistem penerimaan murid baru (SPMB) yang dilakukan ratusan orang tua calon murid di SMAN 3 Kabupaten Tangerang, Banten, berlangsung ricuh, Kamis (26/6/2025). Ratusan orang tua calon murid ini protes lantaran anak mereka yang telah mendaftar lewat jalur domisili tak diterima meskipun jarak antara sekolah dengan tempat tinggalnya sangat dekat.
Unjuk rasa tolak sistem penerimaan murid baru (SPMB) yang dilakukan ratusan orang tua calon murid di SMAN 3 Kabupaten Tangerang, Banten, berlangsung ricuh, Kamis (26/6/2025). Ratusan orang tua calon murid ini protes lantaran anak mereka yang telah mendaftar lewat jalur domisili tak diterima meskipun jarak antara sekolah dengan tempat tinggalnya sangat dekat. (Tribun Tangerang/Nurmahadi)

Orang tua murid lainnya, Ropi Azhari mengatakan, terdapat 80 calon siswa yang berdomisili di Desa Kadu Jaya, Kecamatan Curug, ditolak pihak sekolah.

Ropi mengatakan, para orang tua calon murid menolak aturan SPMB diterapkan.

Dia berharap, pihak sekolah bisa mendahulukan warga yang berdomisili paling dekat.

"Kalau di Kadu Jaya itu yang daftar ke SMAN 3 ada 80 orang, tapi hanya ada beberapa doang yang masuk."

"Harapan warga itu masuk sekolah tidak diukur dengan nilai karena yang saya tahu sekolah ini menerima berdasarkan domisili," ungkap Ropi.

Baca juga: Massa Bubarkan Acara Retret Siswa Kristen, Vila Dirusak, Permadi Arya Kecam: Ini Bukan Soal Izin

Di sisi lain, Humas SMAN 3 Curug, Sardi menjelaskan, penerimaan SPMB di tahun 2025 ditentukan beberapa faktor.

Selain jarak rumah, pihak sekolah juga akan mengukur nilai rata-rata rapor serta indeks satuan sekolah asal murid dalam menentukan tingkat kelolosan pendaftaran jalur domisili.

"Tahun lalu menggunakan jarak dengan zonasi, saat ini berubah mengganti domisili, tetapi yang dilihat adalah nilai," kata Sardi.

"Walaupun rumahnya di sini sih, andaikata namanya Joni, tapi nilainya hanya 75."

"Sedangkan andaikata Dian rumahnya di Vila Pasundan Curug adalah 90, itu Dian yang akan masuk. Kan sudah beberapa kali seperti itu," jelasnya.

SPMB 2025 di Jawa Barat sendiri memang kerap diwarnai dinamika.

Terutama terkait ketatnya persaingan di jalur zonasi yang mengandalkan jarak domisili. 

Sejumlah pihak berharap adanya perbaikan sistem agar sekolah negeri benar-benar menjadi akses pendidikan yang adil bagi masyarakat setempat.

Di Kabupaten Majalengka, SPMB 2025 juga menuai protes keras.

Belasan kepala desa (kades) dari Kecamatan Jatitujuh mendatangi SMAN Jatitujuh.

Mereka kecewa terhadap sistem SPMB yang dinilai tak berpihak pada warga lokal.

Baca juga: Wakil Ketua DPRD Ketahuan Titip Siswa di SPMB, Sebut Murid dari Keluarga Kurang Mampu: Staf Datang

Kemarahan para kepala desa ini dipicu oleh banyaknya calon siswa dari Kecamatan Jatitujuh yang tidak diterima di sekolah negeri yang berada di wilayah mereka.

Data yang dihimpun menyebutkan, sedikitnya 150 calon peserta didik dari Kecamatan tersebut tidak lolos pada tahap pertama, baik jalur zonasi, afirmasi, maupun mutasi.

"Kami kecewa dan merasa diabaikan," kata Kepala Desa yang juga mewakili Forum Kades Jatitujuh, Kibagus Wardilah, saat dikonfirmasi, Selasa (24/6/2025). 

"Sekolah ini berada di wilayah kami, tapi anak-anak kami malah ditolak. Di mana keadilannya?" imbuhnya.

Suasana pertemuan sempat memanas.

Beberapa kades menyampaikan protes secara langsung kepada pihak sekolah.

Mereka meminta agar SMAN Jatitujuh mengevaluasi sistem PPDB yang mereka terapkan.

Hal senada disampaikan Kepala Desa lainnya, Warjum.

Ia menilai bahwa protes ini merupakan bentuk tanggung jawab terhadap warga yang merasa dirugikan.

"Ini bukan soal emosi. Kami hanya ingin ada keberpihakan," ujarnya.

"Jangan sampai anak-anak dari Jatitujuh yang rumahnya dekat justru kalah oleh siswa dari luar Kecamatan," tegas Warjum.

Para kepala desa meminta agar gelombang kedua SPMB, yang akan dibuka melalui jalur prestasi, dapat memberikan ruang lebih besar bagi siswa dari wilayah setempat.

Belasan kepala desa dari Kecamatan Jatitujuh mendatangi SMAN Jatitujuh untuk menyuarakan kekecewaan mereka terhadap sistem seleksi yang dinilai tak berpihak pada warga lokal, Selasa (24/6/2025).
Belasan kepala desa dari Kecamatan Jatitujuh mendatangi SMAN Jatitujuh untuk menyuarakan kekecewaan mereka terhadap sistem seleksi yang dinilai tak berpihak pada warga lokal, Selasa (24/6/2025). (ISTIMEWA)

Menanggapi protes tersebut, Kepala SMAN Jatitujuh, Enjen Jaenal Alim, buka suara.

Ia mengatakan, pihaknya akan segera melakukan koordinasi dengan Kantor Cabang Dinas (KCD) Wilayah IX serta Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

"Kami mencatat semua aspirasi yang disampaikan dan akan segera menindaklanjutinya dengan pihak terkait."

"Kami juga akan melakukan evaluasi internal agar PPDB berjalan lebih adil dan transparan," ujar Enjen.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved