Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Sejarah Soekarno di Ploso Jombang Diangkat ke Diskusi Publik, Kritik Mengemuka Terkait Biografi

Sebuah forum diskusi publik yang menyoroti aspek terlupakan dalam sejarah masa kecil Presiden Pertama RI, Ir Soekarno digelar di Ploso, Jombang.

Penulis: Anggit Puji Widodo | Editor: Dwi Prastika
Istimewa/TribunJatim.com
DISKUSI - Diskusi Publik "Jejak Soekarno di Ploso dan Sidoarjo" yang digelar di Sekolah Ongko II, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Sabtu (28/6/2025). Acara ini mengungkap sejumlah fakta dari buku karya Cindy Adams.  

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Anggit Puji Widodo

TRIBUNJATIM.COM, JOMBANG - Sebuah forum diskusi publik yang menyoroti aspek terlupakan dalam sejarah masa kecil Presiden Pertama RI, Ir Soekarno digelar di Ploso, Jombang, Jawa Timur, Sabtu (28/6/2025) malam. 

Bertempat di Sekolah Ongko II, kegiatan ini mengusung tema "Jejak Soekarno di Ploso dan Sidoarjo," sekaligus menjadi kritik tajam terhadap buku biografi karya Cindy Adams, "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia."

Diskusi menghadirkan sejumlah narasumber yang memiliki latar belakang sebagai peneliti sejarah dan pegiat komunitas lokal, yaitu Binhad Nurrohmat (penggagas gerakan Titik Nol Soekarno), Abdul Rosyid Al-Amin (aktivis sejarah Sidoarjo), serta M Faisol (tokoh Kompas Jombang).

Jalannya acara dimoderatori oleh RM Kusuma Hartama, sejarawan asal Kediri yang dikenal fokus menelusuri jejak hidup Bung Karno.

Para pembicara sepakat bahwa bagian penting dari kehidupan awal Soekarno yang berlangsung di Ploso Jombang dan Sidoarjo tidak mendapatkan tempat dalam narasi biografi resmi yang ditulis Cindy Adams pada 1965 dan diterbitkan di Indonesia setahun kemudian.

Padahal, data historis menunjukkan, Soekarno pernah menetap di Ploso dari tahun 1902 hingga 1907, lalu melanjutkan pendidikan di Sidoarjo hingga 1909.

Baca juga: Momen Gubernur Khofifah Terkejut saat Sejarawan Jombang Sebut Bung Karno Lahir di Ploso

Sejarawan Jombang, Binhad Nurrohmat menyoroti kunjungan Cindy Adams ke Ploso pada 16 Januari 1964.

Binhad menjabarkan, dalam kunjungan tersebut, Cindy bahkan bertemu dengan pengasuh Soekarno kecil, Mbok Suwi (juga dikenal sebagai Bu Sosro), serta Mbah Joyo Dipo, teman sepermainan masa kecil Soekarno.

Fakta ini diperkuat dengan dokumentasi foto yang ditemukan dalam buku My Friend The Dictator (1967), juga ditulis Cindy Adams, yang mencatat kunjungannya ke rumah kelahiran Soekarno di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso.

“Pertanyaannya, kenapa kisah itu tidak masuk ke dalam biografi resmi? Padahal Cindy sempat ke Ploso dan mendokumentasikan pertemuannya,” ucap Binhad saat dikonfirmasi kembali pada Senin (30/6/2025). 

Dalam diskusi tersebut, Binhad juga menunjukkan sebuah foto.

Di foto tersebut, terlihat Cindy Adams bersama empat tokoh Ploso, yakni Mbok Suwi, Mbah Joyo Dipo, Mbah Sutomo (mantan wedana Ploso), dan Abdul Syukur (tokoh masyarakat). 

Menurut Binhad, semua sosok dalam foto itu berhasil ditelusuri keberadaan rumah tinggal hingga makamnya.

Lebih lanjut, Binhad menilai, penghilangan fase masa kecil Soekarno dalam buku biografi merupakan kekeliruan serius. 

"Bagian awal kehidupan seseorang, usia dini hingga masa sekolah dasar, adalah cerminan pembentukan karakter. Mengabaikan masa ini berarti menghapus jejak penting dari proses pembentukan pribadi Bung Karno," tegasnya.

Tak hanya Ploso, Sidoarjo juga dinilai luput dari sorotan buku tersebut.

Padahal, berdasarkan surat keputusan tugas, ayah Soekarno, Raden Soekeni Sosrodihardjo, diketahui dipindah dari Ploso ke Sidoarjo pada akhir 1907.

Di sana, Soekarno kecil sempat bersekolah dan tinggal bersama keluarganya tidak jauh dari Sekolah Ongko II Sidoarjo.

Sementara itu, menurut Moch Faisol, sejarawan lokal Jombang, menambahkan, foto-foto Cindy Adams juga muncul dalam versi lain dari karyanya berjudul "Soekarno: My Friend" yang terbit pada 1971. 

Menurutnya, keterangan foto yang menyebut “in the village” mempertegas bahwa lokasi yang dikunjungi Cindy adalah kawasan pedesaan seperti Ploso, bukan kota besar seperti Surabaya.

"Diskusi ini tidak hanya membuka ruang bagi pelurusan sejarah, tetapi juga menyerukan pentingnya meninjau kembali sumber-sumber sejarah alternatif yang selama ini terabaikan," beber Faisol.

Dengan membuka arsip dan kesaksian lokal, para peserta berharap publik memperoleh gambaran lebih utuh mengenai perjalanan hidup awal Bung Karno yang membentuk visi dan karakternya sebagai pemimpin bangsa.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved