Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Orangtua Murid SD Heran Bayar LKS dan Infaq ke Rekening Pribadi Guru Tiap Tahun, Dindikbud Dikritik

Viral di media sosial keluhan orangtua murid SD soal dugaan pungutan liar atau pungli yang dilakukan guru.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
Freepik
DUGAAN PUNGLI SEKOLAH - Foto ilustrasi terkait berita dugaan praktik pungli di SDN di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Wali murid heran harus bayar LKS hingga infaq ke rekening pribadi guru. 

TRIBUNJATIM.COM - Viral di media sosial keluhan orangtua murid SD soal dugaan pungutan liar atau pungli yang dilakukan guru.

Di mana mereka harus bayar LKS hingga infaq ke rekening pribadi guru.

Hal ini dilakukan setiap tahunnya.

Diketahui, praktik ini terjadi di sebuah SDN di Kecamatan Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Aduan serius yang disampaikan pada Rabu (2/7/2025) ini mendapat tanggapan dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Cilacap.

Namun, jawaban yang diberikan dinilai publik hanya bersifat standar dan tidak menyentuh inti permasalahan.

Dalam laporannya, wali murid ini meminta Bupati untuk turun tangan menyelidiki praktik pungli di sekolah anaknya.

Ia menyebut ada berbagai jenis pungutan dengan dalih untuk infaq, renovasi pembangunan sekolah, hingga pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS).

Namun, yang paling membuatnya curiga adalah mekanisme pembayarannya.

"Yang mana pembayaran itu dikirimkan ke rekening pribadi para guru setiap tahunnya," tulisnya dalam aduan pada Sabtu (5/7/2025), melansir dari TribunBanyumas.

Baca juga: Fauzia Kecewa Anak Tak Lolos SMAN Jalur Domisili Meski Rumah di Belakang Sekolah, Nilai Jadi Masalah

 
Praktik ini tentu saja sangat tidak wajar.

Pengiriman uang ke rekening pribadi, bukan ke rekening resmi sekolah atau komite, membuka celah besar untuk penyalahgunaan dana dan sulit untuk dipertanggungjawabkan.

Menanggapi aduan yang sangat serius ini, pihak Dindikbud Kabupaten Cilacap memberikan jawaban yang sama seperti pada kasus-kasus pungli sebelumnya.

Pihak dinas kembali menegaskan bahwa pungutan dalam bentuk apapun tidak dibenarkan.

"Sebagai bentuk pencegahan, Dinas kami mengeluarkan surat Larangan Pungutan dengan nomor 400.3.5/679/15 tanggal 06 Mei 2024," tulis Dindikbud, mengutip surat edaran yang sama seperti dalam jawaban atas aduan-aduan lain.

Jawaban ini pun dinilai publik sebagai respons 'template' yang tidak menjawab inti aduan.

Warganet yang memantau aduan tersebut mempertanyakan mengapa Dindikbud tidak memberikan pernyataan untuk melakukan investigasi khusus, padahal tuduhannya sangat berat, yaitu adanya transfer ke rekening pribadi guru.

Baca juga: Ortu Siswa Mengeluh Diminta Uang Seragam Rp2,1 Juta, Jika Tidak Dibayar Anaknya Tak Lolos SPMB

Sikap Dindikbud yang hanya mengulang aturan tanpa janji aksi nyata di lapangan ini membuat publik ragu akan keseriusan tindak lanjutnya.

Kini, orang tua siswa dan masyarakat luas menantikan apakah akan ada langkah konkret dari pemerintah untuk membongkar dugaan praktik pungli di sekolah tersebut.

Sebelumnya, keluhan kembali datang dari wali murid soal seragam sekolah.

Di mana mereka mengeluhkan disuruh beli seragam sekolah Rp 1,5 juta.

Kualitas seragam pun jadi perhatian.

Dinas pendidikan pun angkat bicara.

Keresahan terkait ini diungkap wali murid di Banyumas, Jawa Tengah.

Dalam aduannya pada Kamis (3/7/2025), ia mengeluhkan keharusan membeli bahan seragam dari sekolah dengan harga yang fantastis.

Jawaban dari Dinas Pendidikan (Dindik) Kabupaten Banyumas pun menyoroti adanya aturan yang seolah bertolak belakang dengan praktik di lapangan.

Wali murid ini mengungkapkan kekesalannya terhadap kebijakan seragam di salah satu sekolah di Banyumas.

Ia mengaku diminta membayar Rp1,5 juta hanya untuk bahan seragam yang belum dijahit.

Parahnya lagi, kualitas bahan tersebut dinilai tidak sepadan dengan harganya.

"Masa bahan seragam tipis & cepat sobek sampai 1,5 juta," keluhnya.

Ia merasa praktik ini adalah bentuk monopoli oleh pihak sekolah yang mematikan para pelaku UMKM dan pedagang di pasar tradisional.

Baca juga: Wali Murid Mengeluh Disuruh Beli Seragam Rp 1,5 Juta, Belum Dijahit dan Tipis, Dindik: Masing-masing

Menurutnya, siswa seharusnya dibebaskan untuk membeli seragam jadi di mana saja.

Ia bahkan menghitung, jika satu siswa membayar Rp1,5 juta dan ada 270 siswa, maka perputaran uang yang dimonopoli sekolah bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Menanggapi keluhan ini, Dinas Pendidikan Kabupaten Banyumas memberikan jawaban yang di atas kertas terdengar melegakan.

Pihak dinas menegaskan bahwa tidak ada aturan yang mewajibkan siswa membeli seragam atau bahan di sekolah.

"Tidak ada ketentuan membeli seragam/bahan di sekolah. Jika masih memiliki seragam yang layak pakai dari saudara/tetangga, dapat dipakai kembali," tulis Dindik.

Namun, pernyataan Dindik selanjutnya seolah menjadi jawaban atas kebingungan warga.

Meskipun membebaskan pembelian seragam umum di luar, ada satu pengecualian, yaitu untuk seragam identitas atau seragam khas sekolah (misalnya batik atau seragam olahraga).

"Tetapi untuk seragam identitas, hanya pihak sekolah yang memiliki motif/desain tersebut, karena masing-masing sekolah memiliki corak khas masing-masing," lanjut pernyataan Dindik.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved