Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Satu Keluarga Jadi Manusia Silver, Anak sampai Putus Sekolah Disuruh Ortu, 2 Jam Raup Rp150 Ribu

Ada satu keluarga yang bekerja jadi manusia silver seperti ditemukan Dinas Sosial Makassar.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
Dok Dinsos Makassar
KELUARGA MANUSIA SILVER - Petugas Dinsos Makassar dan Satpol PP menjaring anak di bawah umur yang menjadi manusia silver di perempatan Jl Sungai Saddang-Jl Veteran, beberapa waktu lalu. Anak tersebut putus sekolah dan mengemis atas perintah orang tuanya. 

TRIBUNJATIM.COM - Manusia silver adalah pengemis dan gelandangan yang melumuri diri dengan cat perak.

Mereka turun ke jalan, terutama di lampu merah, untuk meminta belas kasihan dan uang dari pengguna jalan.

Bahkan, sampai ada satu keluarga yang bekerja jadi manusia silver seperti ditemukan oleh Dinas Sosial Makassar.

Baca juga: Alasan ASN Solo Pelaku Pelecehan Tak Dipecat, Cuma Jadi Petugas Kebersihan, Setahun Bisa Kembali

Hal itu seperti diungkapkan Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Makassar, Zuhur Dg Ranca.

Ia mengatakan, Dinsos Makassar menjaring anak di bawah umur bekerja sebagai manusia silver di perempatan Jl Veteran - Jl Sungai Saddang.

Saat dijangkau Dinsos Makassar dan Satpol PP, beberapa hari lalu, anak tersebut telah mengantongi uang Rp150 ribu setelah mengemis selama kurang lebih dua jam.

"Dia turun setelah magrib. Sampai jam 8 malam waktu kita amankan, dia sudah dapat Rp150 ribu," ujar Zuhur kepada Tribun Timur, Minggu (6/8/2025).

"Bayangkan kalau dari pagi sampai malam di jalan, ratusan ribu yang mereka dapat," imbuhnya.

Uang tersebut kemudian disetor ke orang tua dan anak hanya mendapat upah Rp10 ribu per hari.

Setelah ditelusuri, ternyata orang tua dan dua saudara lainnya juga menjadi manusia silver.

Ibu dan saudara sudah dijaring oleh tim Dinsos dan Satpol, sementara ayah berhasil melarikan diri.

Anak-anak tersebut bahkan terpaksa putus sekolah.

Karena dituntut orang tua untuk mengemis.

"Itu mereka disuruh orang tua. Sehingga mereka putus sekolah," kata Zuhur.

Para manusia silver, anak jalanan, dan gelandangan yang ditangkap dibawa ke Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RPTC) di Jl Racing Center.

Di sana, mereka dibina selama tiga hingga 10 hari.

Namun, Zuhur menyatakan, bagi keluarga ini diperlukan pembinaan khusus selama satu hingga tiga bulan.

Mereka tidak hanya mendapat pembinaan spiritual, tapi juga keterampilan agar mandiri dan mendapatkan pekerjaan layak.

"Untuk anak-anaknya, kita usahakan supaya bisa kembali sekolah. Sementara orang tua dibekali kemandirian berusaha. Akan ada pelatihan sesuai bidang yang digemari," ujarnya.

Zuhur menambahkan, penanganan terhadap anak jalanan dan gelandangan harus konsisten.

Saat ini, orang-orang ini hanya dibina selama 3–10 hari, lalu kembali ke jalan.

Makanya Dinsos mengubah skenario, seperti mengarahkan mereka untuk tidak turun lagi ke jalan, memberikan pembinaan satu hingga tiga bulan, serta membantu mencari pekerjaan.

Baca juga: Respons KAI usai Mata Penumpang KA Sancaka Kena Serpihan Kaca, Jendela Dilempar Batu dari Luar

Dinas Sosial akan memperluas jangkauan untuk menuntaskan masalah sosial seperti anak jalanan dan gelandangan.

Penjaringan akan dilakukan massif dan intens, serta disertai edukasi masyarakat.

Pemkot Makassar berencana menyewa tempat di Barombong, Kecamatan Tamalate, yang mampu menampung lebih dari 100 orang.

"Pak wali akan kontrakkan dulu di sana, kemungkinan minggu depan kita mulai. RPTC sebelumnya kapasitasnya terbatas," jelas Zuhur.

Di fasilitas tersebut juga tersedia masjid, ruang pelatihan spiritual, serta tempat untuk cetak baliho, banner, dan depot air galon.

Tujuannya, agar mereka memiliki ketrampilan saat kembali ke masyarakat.

Kepala Dinas Sosial, Andi Bukti Djufri mengatakanm penanganan ini disertai edukasi ke masyarakat dan pembentukan tim lintas OPD.

Masyarakat diminta untuk tidak memberi uang atau barang di jalanan, karena hal itu justru mempertahankan keberadaan anak jalanan dan gelandangan.

MANUSIA SILVER - Ilustrasi manusia silver. Aan, pria asal Solo merantau ke Nusa Tenggara Barat untuk menjadi manusia silver demi dapat uang Rp70 ribu sehari. Ia berbohong ke istrinya bekerja sebagai sopir, Senin (24/2/2025).
Ilustrasi manusia silver (KOMPAS.com/Tri Purna Jaya)

Di titik lampu merah, akan ditempel spanduk ajakan tidak memberi.

Sosialisasi juga dilakukan melalui media sosial dan media massa.

Larangan memberi kepada anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen juga diatur dalam Perda No 2 Tahun 2008 dan Perwal No 37 Tahun 2017.

Pelanggaran dapat dikenakan denda hingga Rp1,5 juta atau kurungan hingga tiga bulan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel juga telah mengeluarkan Fatwa No 01 Tahun 2021.

Fatwa ini menyatakan haram memberi di jalanan karena mendukung eksploitasi pengemis dan tidak mendidik karakter baik.

Baca juga: Tangis Istri Tersangka Perusakan Rumah Retret Umat Kristen, Bingung Mau Lahiran Tapi Suami Ditahan

Tak hanya di Makassar, fenomena manusia silver juga makin banyak dijumpai di ruas-ruas jalan utama di Kota Yogyakarta.

Fenomena manusia silver ini tak lepas dari pendapatan yang cenderung menggiurkan.

Selain itu juga ada faktor keramaian Kota Yogyakarta.

Alhasil dalam satu hari saja saat melancarkan aksi mengemisnya di jalanan, para manusia silver bisa mengumpulkan pundi-pundi hingga ratusan ribu rupiah.

Hal itu seperti diungkap Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Octo Noor Arafat.

Ia mengatakan, status kota pariwisata dengan segudang daya tarik, dimanfaatkan para manusia silver untuk beroperasi di Kota Pelajar.

Octo menyebut, jika diakumulasikan dalam satu bulan, penghasilan seorang manusia silver di Kota Yogyakarta bisa melampaui gaji Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Memberi Rp1.000, Rp2.000, tapi ternyata penghasilan mereka (manusia silver) mengalahkan pendapatan ASN," bebernya.

"Kalau sehari dapat Rp600 ribu, dikali 30 hari sudah Rp18 juta," imbuh Octo.

Melihat potensi yang teramat menggiurkan, banyak manusia silver yang nekat kembali beraksi.

Meski mereka pernah terjaring razia Satpol PP sekalipun.

Selain itu, Octo mengungkapkan, kawanan mereka sudah memahami jam-jam rawan patroli.

Sehingga di lapangan kerap terjadi kucing-kucingan dengan petugas Satpol PP.

"Mereka melihat pergerakan Satpol PP dan jam tertentu, saat pergantian shift. Jadi, itu yang mereka manfaatkan di lapangan," terangnya.

Ilustrasi manusia silver makin marak
Ilustrasi manusia silver makin marak (TribunSolo.com/Mardon Widiyanto)

Sebelumnya, Kepala Seksi Pengendalian Operasional Satpol PP Kota Yogya, Yudho Bangun Pamungkas menuturkan, sepanjang 2024 hingga September, terdapat 18 manusia silver yang diamankan.

Berdasar hasil pemeriksaan, ia menemukan fakta bahwa modus mengemis semacam itu menghasilkan pendapatan antara Rp300-600 ribu per hari.

"Bahkan, dulu yang kami tertibkan di sekitar Jalan Taman Siswa itu ada dua orang, per orangnya bisa dapat Rp400 ribu. Padahal waktu kita amankan, dia baru bekerja sekitar empat jam," katanya, melansir Tribun Jogja.

Dijelaskan, manusia silver yang diamankan oleh personelnya, langsung dibawa ke Camp Assessment Dinsos DIY untuk mendapat pembinaan.

Akan tetapi, karena prospek yang mumpuni, tidak sedikit dari mereka yang pernah tercokok malah kembali menekuni profesi menjadi manusia silver.

"Sekarang lokasi yang marak (manusia silver) itu di seputaran Jalan Abu Bakar Ali dan Jalan Mataram. Lalu di perempatan Jlagran itu sering, termasuk di simpang SGM juga," jelasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved