Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Berita Viral

Imbas Kasus Keracunan Massal MBG, Sejumlah Guru Tak Mau Cicipi Makanan Meski sudah Diperintah

Menyusul instruksi Pemkab Sleman untuk mencicipi menu MBG, sejumlah guru mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut.

Editor: Torik Aqua
KOMPAS.com/Labib Zamani
KERACUNAN - Ilustrasi program MBG. Sejumlah guru keberatan disuruh menyicipi makanan imbas keracunan massal yang pernah terjadi. 

TRIBUNJATIM.COM - Guru menolak untuk mencicipi menu Makanan Bergizi Gratis (MBG) meski sudah mendapat instruksi.

Instruksi itu muncul setelah kasus keracunan massal yang terjadi di beberapa sekolah wilayah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman sampai memberi instruksi kepada guru agar selalu memitigasi menu Makanan Bergizi Gratis (MBG).

Kualitas MBG dicek sebelum dibagikan ke siswa.

Baca juga: Anak Bos Dapur MBG Curi Mobil Orangtuanya Sendiri, Suruh 2 Teman Minta Tebusan Rp10 Juta

Bahkan, bila perlu guru untuk mencicipi makanan untuk memastikan keamanan mutu MBG.

Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Sleman, Susmiarto saat ditemui pewarta Tribun Jogja, Ahmad Syarifudin.

"Saya minta ini dibuat (SOP) tertulis, sehingga kita mitigasi, kejadian seperti itu," kata Susmiarto, Rabu (20/8/2025). 

Pemkab Sleman menilai hal ini penting untuk mencegah terulangnya kasus keracunan massal yang terjadi pada Rabu (13/8/2025).

Hingga Jumat (15/8/2025) pukul 20.00 WIB, tercatat korban keracunan massal mencapai 379 orang dari total 1.880 siswa pada empat sekolah yang berbeda di Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman.

Diduga siswa dari SMP Muhammadiyah 1 Mlati, SMP Muhammadiyah 3 Mlati, SMP Pamungkas, dan SMPN 3 Mlati mengalami keracunan setelah sehari sebelumnya mengonsumsi MBG dengan menu rawon, nasi, dan lalapan.

Mayoritas siswa mengalami gejala mual pusing hingga diare diduga akibat makanan terkontaminasi oleh tiga bakteri.

Menyusul instruksi Pemkab Sleman untuk mencicipi menu MBG, sejumlah guru mengaku keberatan dengan kebijakan tersebut.

Pengakuan ini diungkapkan oleh guru SMP berinisial J yang dikonfirmasi oleh pewarta KOMPAS.com, Wijaya Kusuma.

J menilai kebijakan ini mendadak muncul setelah insiden keracunan massal dan belum melalui kajian yang matang.

"Sebelum itu belum ada, adanya setelah kejadian di Mlati," ujar J saat dihubungi, Senin (25/8/2025).

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved