Berita Viral
13 Merek Beras Diduga Oplosan Temuan Satgas Pangan, Bareskrim Bertindak, Periksa Produsen
Sejumlah merek beras diduga oplosan hasil temuan Satgas Pangan. Bareskrim turun tangan periksa para produsen.
TRIBUNJATIM.COM - Masyarakat kini diminta waspada usai adanya merek beras diduga oplosan yang dijual bebas di minimarket hingga pusat perbelanjaan.
Setidaknya ada 13 merek beras oplosan yang ditemukan Satgas Pangan Polri.
Adapun beras oplosan tersebut melanggar aturan mutu dan takaran.
Hal ini diketahui setelah Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri memeriksa sejumlah perusahaan produsen dan distributor beras terkait dugaan pelanggaran mutu dan takaran dalam produk yang beredar di pasaran.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf membenarkan, proses pemeriksaan terhadap sejumlah perusahaan besar masih berlangsung.
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Dirtipideksus Bareskrim Polri Helfi kepada wartawan, Jumat (11/7/2025), dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Marwin Beri Makan Anak Beras Hasil Curian, Istri Mohon Ampun ke Pemilik Warung, Hukum Tetap Lanjut
Beberapa merek yang dipasarkan antara lain Sania, Sovia, Fortune, dan Siip produksi Wilmar Group.
Lalu, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos buatan Food Station Tjipinang Jaya.
Selanjutnya, Raja Platinum dan Raja Ultima produksi PT Belitang Panen Raya, serta beras merek Ayana produksi PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Adapun perusahaan-perusahaan yang dimintai keterangan oleh Satgas Pangan Polri antara lain Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Keempatnya diperiksa berdasarkan sampel beras kemasan dari berbagai daerah yang sebelumnya dikumpulkan oleh Satgas Pangan.
Kepala Divisi Unit Beras PT SUL, Carmen Carlo Ongko mengatakan pihaknya menghormati dan mendukung penuh proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Satgas Pangan Polri.

Ia menegaskan pentingnya langkah tersebut demi menjaga kepercayaan publik terhadap rantai pasok pangan nasional.
“Dalam menjalankan operasional bisnis, kami memastikan seluruh proses produksi dan distribusi beras PT SUL dijalankan sesuai dengan standar mutu dan regulasi yang berlaku,” kata Carmen dalam pernyataan resminya, Sabtu (12/7/2025).
Ia menambahkan, pengawasan internal perusahaan dilakukan secara berkala dan ketat, mencakup aspek takaran, kebersihan, serta pelabelan produk.
Menurutnya, perusahaan menjunjung tinggi nilai integritas dan kepatuhan terhadap hukum, serta terus bersikap kooperatif dalam memberikan informasi dan data yang dibutuhkan penyidik.
“Kami belum menerima hasil akhir dari proses pemeriksaan yang berlangsung, namun tetap terbuka terhadap evaluasi dan terus secara rutin melakukan langkah perbaikan demi menjamin kualitas produk untuk masyarakat,” kata Carmen.
Sementara itu, Direktur Utama PT Food Station Tjipinang Jaya, Karyawan Gunarso, mengatakan pihaknya akan melakukan koordinasi dan mengecek lebih lanjut terkait dengan pemeriksaan tersebut.
Baca juga: Kalut Rawat Istri Sakit, Kakek Nekat Curi Ponsel Jemaah Masjid, Jual Rp 250 Ribu untuk Beli Beras
“Saya akan koordinasi, dan men-cross check dulu,” tegas Karyawan.
Kompas.com sudah berusaha menghubungi Wilmar Group dan PT Belitang Panen Raya, tetapi belum mendapat respons.
Sementara itu, hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) menemukan peredaran 212 merek beras yang diduga tidak memenuhi standar mutu, takaran, dan harga eceran tertinggi (HET).
Akibat pelanggaran tersebut, potensi kerugian konsumen ditaksir mencapai Rp99 triliun.
Pemeriksaan dilakukan langsung ke pasar-pasar besar di 10 provinsi, menyasar kategori beras premium dan medium.
Pemeriksaan menyangkut kualitas, takaran berat, dan kesesuaian harga dengan aturan pemerintah.
Hasilnya, dari 136 merek beras premium yang diuji, 85,56 persen tak memenuhi standar mutu, 59,78 persen melampaui HET, dan 21 persen tidak sesuai berat.
Bahkan, banyak kemasan lima kilogram hanya berisi empat kilogram beras.
Kondisi lebih buruk ditemukan pada beras medium.
Dari 76 merek yang diuji, sebanyak 88 persen tidak sesuai mutu, 95 persen melampaui HET, dan 10 persen tidak sesuai takaran.
Baca juga: Masyarakat Rugi Rp99 Triliun karena Ulah Produsen Beras, Isi Tak Sesuai hingga Merek Belum Terdaftar
Temuan ini diperoleh melalui pengujian di 13 laboratorium dan akan segera diverifikasi ulang.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyoroti anomali atau kejanggalan harga beras yang tinggi di pasar, padahal data produksi menunjukkan stok nasional berlimpah.
Berdasarkan laporan terbaru, produksi beras nasional diperkirakan mencapai 35,6 juta ton, melampaui target 32 juta ton.
Kata Amran, pemerintah tak akan tinggal diam dan siap menindak tegas pihak-pihak yang merugikan masyarakat.
“Kami mengajak semua pelaku usaha beras untuk segera koreksi. Ini tidak boleh dibiarkan dan harus dihentikan mulai hari ini,” kata Amran, dalam konferensi pers di kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Kamis (26/6/2025), dikutip dari Tribunnews.
Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE) Eliza Mardian merespons soal hasil investigasi Kementerian Pertanian soal peredaran 212 merek beras yang diduga tidak memenuhi standar mutu, takaran, dan harga eceran tertinggi (HET).
Eliza menilai, temuan adanya 85,56 persen beras premium dan 88,24 persen beras medium tidak sesuai regulasi menunjukkan lemahnya penegakan hukum dan pengawasan terhadap standar mutu.
Selain itu, ia mengatakan, praktik oplosan yang dianggap "biasa" di pasar-pasar induk mengindikasikan normalisasi pelanggaran, yang menunjukkan kegagalan dalam sistem pengawasan pasar dan rendahnya risiko hukuman bagi pelaku.
"Jadi memang perlu efek jera, misal mencabut izin usaha atau denda berkali-kali lipat," kata Eliza, saat dihubungi, Kamis (26/6/2025).
Eliza kemudian menuturkan, praktik oplosan yang marak dapat mengurangi kepercayaan konsumen terhadap pasar beras dan institusi pengawas.
Hal ini, menurutnya, dapat memicu keresahan sosial karena beras merupakan komoditas yang "sensitif", sebab bisa menentukan stabilitas ekonomi sosial.
Selain itu, katanya, pasar beras di Indonesia cenderung oligopolistik di tingkat distribusi dan ritel, dimana margin keuntungan terbesar diserap di middleman rantai distribusi, sementara keuntungan yang didapatkan petani sendiri tidak sampai 40 persen dari nilai tambah produk tersebut.
Tak hanya itu, Eliz menyoroti, kejadian adanya beras oplosan mencerminkan kegagalan pasar yang disebabkan oleh asimetri informasi antara pedagang dan konsumen.
Ia mengatakan, di satu sisi konsumen tidak memiliki akses penuh terhadap informasi mengenai kualitas, komposisi, atau asal-usul beras yang mereka beli. Hal tersebut yang kemudian dimanfaatkan pedagang.
"Nah pedagang yang melakukan praktik oplosan pun itu memanfaatkan ketidaktahuan konsumen dan ketiadaan traceability ini untuk memaksimalkan keuntungan. Hal ini membuat konsumen membayar harga premium untuk produk yang tidak sesuai dengan kualitas yang dijanjikannya. Ini konsumen dirugikan banyak," jelasnya.
Lebih lanjut, menurut Eliza, solusi untuk permasalahan tersebut, satu di antaranya bisa dengan menindak tegas pelaku kejahatan dengan sanksi yang jelas dan efek jera.
Selain itu, perlunya reformasi rantai pasok, dalam hal ini memperpendek rantai pasok dengan mendorong penjualan langsung dari petani ke konsumen.
Kemudian, lanjutnya, untuk perlindungan konsumen beras premium dan medium membutuhkan sertifikasi mutu dan pelabelan transparan.
beras oplosan
Satgas Pangan
Bareskrim Polri
Tribun Jatim
TribunJatim.com
jatim.tribunnews.com
berita viral
Pak RT Laporkan Ketua RW Gara-gara Tiang Provider, Emosi Disebut Terima Uang Kompensasi Rp6 Juta |
![]() |
---|
Sosok Valentina Gomez, Caleg AS Kampanye Bakar Al Quran, Viral di Media Sosial: Ini Korek Api |
![]() |
---|
Bantu Ambil Layangan Nyangkut di Pohon, Bocah 11 Tahun Malah Ditendang Sekdes |
![]() |
---|
Sosok Yuda Heru, Dokter Hewan Produksi Sekretom Ilegal untuk Manusia, Dosen UGM Dinonaktifkan |
![]() |
---|
Sering Bolos Ngajar, Guru SD Ternyata Jahit Baju di Rumah, Ortu Ngeluh Siswa Telantar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.