Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Kritik Pedas Budayawan Kota Malang Soal Sound Horeg yang Picu Kericuhan Warga saat Karnaval

Sound horeg picu gesekan dengan warga saat karnaval budaya di wilayah Kelurahan Mulyorejo Kota Malang

Penulis: Kukuh Kurniawan | Editor: Ndaru Wijayanto
tribunjatim.com/Kukuh Kurniawan
ATURAN TEGAS SOUND HOREG - Budayawan sekaligus Ketua Forum Komunikasi Kelompok Sadar Wisata (Forkom Pokdarwis) Kota Malang, Isa Wahyudi. Dirinya meminta agar Pemkot Malang segera membuat aturan tegas tentang larangan penggunaan sound horeg. 

Laporan Wartawan TribunJatim.com, Kukuh Kurniawan

TRIBUNJATIM.COM, MALANG - Saat ini, semakin marak ditemui kegiatan karnaval yang menampilkan penggunaan sound system dengan ukuran besar dan menghasilkan suara sangat keras atau lebih dikenal sound horeg.

Tidak hanya di Kabupaten Malang, fenomena ini juga mulai sering ditemui di wilayah Kota Malang, Jawa Timur.

Dengan suara kerasnya, tak jarang penampilan sound horeg menimbulkan gesekan dengan warga. Seperti kejadian karnaval budaya disertai sound horeg di wilayah Kelurahan Mulyorejo Kecamatan Sukun pada Minggu (13/7/2025) lalu yang berakhir ricuh.

Budayawan sekaligus Ketua Forum Komunikasi Kelompok Sadar Wisata (Forkom Pokdarwis) Kota Malang, Isa Wahyudi angkat bicara terkait fenomena tersebut. Ia menilai, penggunaan sound horeg dengan intensitas suara yang melebihi batas wajar berdampak mengganggu masyarakat hingga dapat membahayakan kesehatan.

"Sound horeg dengan suara yang dihasilkan hingga 150 bahkan 185 desibel, itu sudah melebihi batasan suara yang dapat diterima telinga manusia. Oleh karenanya, itu menimbulkan keresahan baik polusi suara hingga dapat menimbulkan kerusakan seperti kaca rumah warga pecah," ujarnya kepada TribunJatim.com, Rabu (16/7/2025).

Baca juga: Wali Kota Malang Segera Terbitkan Surat Edaran Larangan Sound Horeg, Respon Keluhan Masyarakat

Pria yang akrab disapa Ki Demang ini juga mengkritisi, tak jarang sound horeg juga dibarengi penampilan tarian dengan gerakan erotis. Terkadang, para penari juga memakai pakaian jarik dengan cara yang tidak semestinya semisal memakai jarik terlalu pendek di atas lutut hingga terlihat bagian paha.

"Mereka joget-joget dengan alunan musik DJ, seperti diskotik yang berjalan dan itu ditonton banyak orang.  Saya juga sangat terpukul dan sangat tidak setuju dengan pemakaian kebaya yang tidak senonoh dan di luar kepantasan. Karena seharusnya, pakaian adat kebaya ini dikenakan sesuai dengan etika dan sopan santun," jelasnya.

Oleh karena itu, pihaknya meminta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Malang untuk segera membuat aturan tegas tentang larangan penggunaan sound horeg.

Baca juga: Keluarkan Fatwa Resmi, MUI Jatim Nyatakan Sound Horeg Haram Jika Ganggu Ketertiban

"Saya tekankan agar Wali Kota Malang, segera membuat surat edaran. Lewat surat edaran itu, penggunaan sound dalam kegiatan karnaval maupun kegiatan lainnya sesuai dengan kapasitas, tanpa memasukkan sound horeg dengan suaranya yang keras,"

"Penggunaan sound itu sesuai porsinya, jangan dipukul rata bahwa sound horeg harus digunakan dalam karnaval yang dampaknya meresahkan masyarakat. Oleh karenanya, surat edaran itu segera disampaikan ke tingkat kelurahan sehingga sound horeg tidak tampil dalam kegiatan karnaval," bebernya.

Dirinya juga menanggapi terkait adanya fatwa haram sound horeg yang dikeluarkan oleh MUI Jawa Timur. Menurutnya, fatwa itu muncul karena sound horeg lebih banyak menimbulkan dampak negatif daripada dampak positif.

"Fatwa haram itu muncul akibat reaksi dan melihat realitas yang terjadi dari penggunaan sound horeg," pungkasnya

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved