Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Jaksa Hadirkan 6 Saksi Kasus Dugaan Korupsi RPHU Lamongan, Kuasa Hukum Yakin Kliennya tak Bersalah

Sebanyak 6 saksi dihadirkan dalam kasus dugaan korupsi dalam pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) di Kabupaten Lamongan.

Editor: Samsul Arifin
Istimewa
BERSAKSI - Sebanyak 6 saksi dihadirkan dalam kasus dugaan korupsi dalam pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) di Kabupaten Lamongan. Sidang lanjutan ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (17/7/2025). 

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA – Sebanyak 6 saksi dihadirkan dalam kasus dugaan korupsi dalam pembangunan Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) di Kabupaten Lamongan.

Sidang lanjutan ini digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Kamis (17/7/2025).

Enam orang saksi dihadirkan, diantaranya; Nur Yazid (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan/PPTK).Imam Tohari (Kepala Bagian Keuangan Dinas Peternakan). Nur Mufidah (Bendahara Pengeluaran).Ahmad Imam Amrozi (Perwakilan Balitbang Bappeda).Ahmad Arifin (Kepala Cabang Jamkrindo Surabaya).Aswar Anas Ruslan (Manajer Bisnis Jamkrindo).

Penasihat hukum menilai bahwa kliennya tidak layak menjadi terdakwa dalam perkara ini.

"Fakta-fakta persidangan menunjukkan bahwa terdakwa Moch. Wahyudi tidak memiliki keterlibatan langsung dalam pengambilan keputusan teknis maupun hubungan dengan rekanan. Justru pihak yang paling intens berkomunikasi dan memberikan arahan teknis kepada rekanan adalah PPTK dan Tim Teknis," tegas Ridlwan, penasihat hukum Wahyudi, saat dikonfirmasi usai sidang.

Baca juga: 10 Saksi Dihadirkan dalam Sidang Kasus Dugaan Korupsi Proyek RPHU Lamongan, Kompak Ngaku Tak Tahu

Pernyataan itu diperkuat oleh pengakuan terdakwa Sandi dan Davis yang menyebut bahwa mereka lebih intens berkomunikasi dengan PPTK dan Tim Teknis, bukan dengan PPK.

Menurut Ridlwan, seluruh dokumen yang ditandatangani oleh Wahyudi sebagai PPK merupakan hasil kerja Tim Teknis dan PPTK, yang sebelumnya telah dinyatakan lengkap dan layak secara administrasi.

“Kalau Pak Wahyudi tidak menandatangani dokumen tersebut, justru akan dianggap melanggar tugas administratifnya sebagai PPK. Semua dokumen itu telah melalui proses pengawasan dan verifikasi dari Tim Teknis serta PPTK,” jelasnya.

Baca juga: Sidang Kasus Dugaan Korupsi Proyek RPHU Lamongan, 5 Saksi Dihadirkan, Disorot Hakim

Namun, Wahyudi kini justru menjadi terdakwa. Ridlwan pun membuka kemungkinan adanya penambahan tersangka baru dalam kasus ini.

Dalam persidangan, Nur Yazid selaku PPTK mengakui bahwa pengawasan teknis lapangan merupakan tanggung jawabnya bersama Tim Teknis, termasuk dalam pekerjaan pengurukan, pembangunan gedung RPHU, dan pemasangan alat conveyor. 

Ia juga menyebut bahwa banyak informasi teknis serta keputusan awal berasal dari Doni dan  Asna selaku Tim Teknis, yang pelaksanaannya dilaporkan terlebih dahulu kepadanya sebelum disampaikan ke PPK.

Namun, pernyataan ini kembali ditegaskan oleh terdakwa Sandi, yang mengaku bahwa pihak yang pertama kali dikenalnya di Dinas Peternakan adalah PPTK Nur Yazid. Hal senada juga disampaikan Davis, yang menegaskan bahwa komunikasi mereka lebih intens dilakukan dengan PPTK, bukan PPK.

Menanggapi hal itu, Hakim Ketua Ni Putu Sri Indayani, SH, turut menyoroti peran PPTK dalam perkara ini.

“Saudara ini sebagai PPTK adalah pembantu teknis dari PPK. Tapi sekarang, PPK menjadi terdakwa. Pasti nanti dalam persidangan ini ada penambahan,” tegasnya dengan nada keras.

Tim penasihat hukum Wahyudi bahkan menilai telah terjadi indikasi konspirasi di level bawah antara PPTK, Tim Teknis, dan pelaksana proyek. 

Mereka mengungkap bahwa dokumen-dokumen penting seperti Surat Perjanjian Kerja (SPK) tidak ditandatangani di ruang kepala dinas selaku PPK, melainkan di ruang Bidang Kesmavet, di hadapan Tim Teknis yakni, Eka, ,Asna, dan Doni. 

Baru beberapa hari kemudian, SPK yang sebelumnya ditandatangani oleh terdakwa Sandi diserahkan oleh PPTK untuk ditandatangani oleh PPK.

“Banyak tanda tangan muncul di dokumen yang tidak diketahui oleh klien kami, bahkan ada yang diduga dipalsukan oleh pihak-pihak tertentu. Fakta bahwa PPTK dan Tim Teknis lebih dahulu mengenal rekanan membuktikan bahwa koordinasi utama terjadi di luar kendali PPK,” ungkap Ridlwan.

Menurutnya, tidak ada satu pun fakta persidangan yang menunjukkan adanya perbuatan konkrit dari Wahyudi yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi, apalagi dalam konteks “mufakat jahat” atau sebagai pelaku kejahatan yang dilakukan bersama-sama dengan terdakwa lain, yakni Sandi dan Davis.

“Yang berhubungan secara langsung dengan pelaksanaan pekerjaan adalah PPTK Nur Yazid dan Tim Teknis. Bahkan terdakwa Davis mengakui bahwa saran pengadaan alat conveyor datang dari PPTK,” ujar Ridlwan.

Sementara itu, saksi Ahmad Arifin dari Jamkrindo menjelaskan bahwa seluruh proses penjaminan proyek dilakukan sesuai prosedur. Termasuk jaminan pelaksanaan senilai Rp217 juta yang berlaku selama 90 hari. Ia menegaskan tidak ada klaim masuk yang terkait dengan proyek ini.

Dari seluruh keterangan saksi, penasihat hukum Wahyudi kembali menegaskan bahwa kliennya hanya menjalankan tugas administratif sebagai PPK, berdasarkan laporan dari bawahannya dan sesuai prosedur.

“Jika ada penyimpangan di level teknis, maka semestinya yang bertanggung jawab adalah PPTK dan Tim Teknis, bukan klien kami. Kami berharap majelis hakim mempertimbangkan fakta-fakta ini secara objektif dan adil,” pungkas Ridlwan.
Sidang akan kembali digelar dalam waktu dekat dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi dan penguatan pembuktian.

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved