Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Sound Horeg

Polemik Sound Horeg di Kediri, MUI Haramkan, Pengusaha Menjerit di Tengah Penurunan Pesanan

Menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, fenomena karnaval sound system atau yang dikenal sebagai sound horeg kembali menjadi perbincangan

Penulis: Isya Anshori | Editor: Sudarma Adi
TRIBUNJATIM.COM/ISYA ANSHORI
SOUND KARNAVAL - Suasana pawai budaya sound system diadakan di Desa/Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri, Sabtu (26/7/2025). 

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Isya Anshori

TRIBUNJATIM.COM, KEDIRI - Menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, fenomena karnaval sound system atau yang dikenal sebagai sound horeg kembali menjadi perbincangan publik di Kabupaten Kediri.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Kediri bahkan secara tegas menyatakan bahwa kegiatan tersebut haram dilakukan.

Sekretaris Umum MUI Kabupaten Kediri, Dafid Fuadi menjelaskan bahwa pelarangan tersebut bukan semata pada alatnya, namun lebih kepada rangkaian aktivitas di dalamnya.

Meskipun saat ini sudah berganti nama menjadi sound karnaval, ia menekankan, istilah sound horeg bukan sekadar soal suara keras, tetapi mencakup berbagai unsur yang dianggap tidak sesuai dengan nilai agama maupun norma masyarakat.

"Sound horeg ini haram hukumnya, dan pernyataan ini sudah kami sampaikan ke Polres Kediri sebagai laporan," kata Dafid saat dikonfirmasi, Kamis (31/7/2025). 

Baca juga: Warna Ungu Mendominasi, Pengecatan Stadion Brawijaya Kediri hampir Rampung

Menurutnya, perbedaan antara sound system biasa dan sound horeg harus dipahami dengan jelas. Yang menjadi persoalan, kata Dafid adalah aktivitas yang menyertai suara keras tersebut.

"Kalau sound horeg adalah suatu rangkaian aktivitas, yang di sana itu ada sound dengan suara yang sangat keras, dan biasanya ini yang sering kali kita lihat di masyarakat adalah di belakangnya itu ada orang yang menari dan joget, dengan pakaian yang menurut kami tidak sopan. Tidak hanya itu saja, kadang-kadang dari mereka, kadang penonton atau pemain itu sambil mabuk minum miras," bebernya. 

Dafid juga menyoroti dampak gangguan yang ditimbulkan terhadap masyarakat sekitar akibat kebisingan suara. Meskipun sebagian warga memilih diam, bukan berarti mereka tidak terganggu.

"Artinya memang sound horeg itu mengganggu orang lain. Jangankan sound horeg, dalam hadits Rasulullah itu kalau kita membaca Alquran namun orang lain terganggu, Rasulullah pernah menegur dan melarang, dan itu ada haditsnya. Apalagi dalam bentuk hiburan yang seperti itu bentuknya,"tegas Dafid.

MUI juga menyebut bahwa sound horeg telah menjadi simbol atau syi’arul fusaaq yakni simbol aktivitas orang-orang fasik. Dafid menyebut acara semacam ini rentan mengundang maksiat dan menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai religius.

"Sound horeg itu lebih mengarah kepada istilah Arabnya syiarul fusak atau simbol orang-orang fasik yang berkonotasi aktivitas orang-orang fasik yang lebih banyak berpotensi mendatangkan maksiat, artinya dalam kacamata fiqih," jelasnya.

Lebih jauh, ia menyayangkan bahwa kegiatan ini kini tidak lagi hanya muncul saat Agustusan, melainkan menjadi semacam rutinitas bulanan pada berbagai hajatan.

Baca juga: Kediri Bentuk Satgas Pengawasan Sound Karnaval, Batasi Kebisingan Demi Kesehatan dan Ketertiban Umum

"Kalau kita anggap normal, sama halnya mendidik masyarakat untuk hidup hedon, bahkan seakan-akan itu adalah diskotik yang dibawa ke jalan. Yang mestinya cukup di ruangan tertutup, sekarang sudah terbuka," ucap Dafid.

Dia pun mengingatkan bahwa banyak anak-anak yang ikut menyaksikan kegiatan tersebut, yang dikhawatirkan akan ikut terpengaruh secara moral.

Sumber: Tribun Jatim
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved