Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Atap Kelas Roboh, Wali Murid Kerepotan Atur Waktu Imbas Anak Kelelahan: Harusnya Siang Jaga Warung

Eni, seorang ibu dengan dua anak dan mengurus usaha warung kecil di rumah, merasa kesulitan mengatur waktu dan jadi terganggu aktivitasnya.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV
ATAP KELAS ROBOH - Orang tua murid, Eni, memberikan keterangannya soal kesulitan mengatur waktu bekerja dan anaknya yang kelelahan ketika harus belajar siang di SDN Kawengen 02, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Rabu (30/7/2025). Pihak sekolah harus menerapkan belajar secara bergantian karena keterbatasan ruang akibat terdapat atap kelas yang runtuh. 

TRIBUNJATIM.COM - Kegiatan belajar mengajar di SDN Kawengen 02, Desa Kawengen, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, terganggu setelah atap kelas roboh.

Rabu (30/7/2025) siang menjelang sore, sekelompok orang tua tampak menunggu anak-anaknya selesai sekolah.

Di antara mereka, adalah Eni (34), warga Dusun Jatirejo, yang menunggu sambil duduk di teras sekolah.

Baca juga: Dapur MBG di Daerah Ini Bekali Sholawat ke Pekerjanya untuk Cegah Keracunan: Menumbuhkan Ketakwaan

Tak biasanya dia menunggu sesiang itu karena sekolah sedang tak baik-baik saja. 

Dua ruang kelasnya, yaitu kelas 1 dan 2, terpaksa dikosongkan sejak awal tahun ajaran baru karena atapnya roboh.

Plafon eternit jebol dan rangka kayu di atasnya sudah keropos dimakan rayap. 

Demi keselamatan siswa, pihak sekolah memutuskan untuk membagi jam belajar menjadi dua shift, yaitu kelas 1 dan 2 masuk pagi, sementara kelas 3 dan 4 masuk siang.

Keputusan ini menyelamatkan proses belajar mengajar, namun juga mengubah kehidupan banyak keluarga. 

Eni yang merupakan seorang ibu dengan dua anak dan usaha warung kecil di rumah, merasa kesulitan mengatur waktu dan jadi terganggu aktivitasnya.

Kini, sejak anaknya harus belajar siang, dia tak bisa lagi fokus berjualan.

"Harusnya siang saya bisa berjualan jaga warung di rumah, sekarang harus tutup karena menunggu anak pulang," tuturnya.

"Anak saya yang kecil juga ikut, jadi malah tidak tidur siang," kata dia kepada Tribun Jateng.

Tak hanya soal waktu kerja orang tua, waktu belajar anak-anak di rumah pun dirasa terganggu.

"Pagi-pagi anak saya cuma nonton TV atau main ponsel, tidak ada kegiatan," bebernya.

"Setelah pulang sekolah siang, capek, tidak bisa istirahat dan akhirnya tidak bisa berangkat mengaji," imbuh Eni.

Orang tua murid, Eni, memberikan keterangannya soal kesulitan mengatur waktu bekerja dan anaknya yang kelelahan ketika harus belajar siang di SDN Kawengen 02, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Rabu (30/7/2025). Pihak sekolah harus menerapkan belajar secara bergantian karena keterbatasan ruang akibat terdapat atap kelas yang runtuh.
Orang tua murid, Eni, memberikan keterangannya soal kesulitan mengatur waktu bekerja dan anaknya yang kelelahan ketika harus belajar siang di SDN Kawengen 02, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, Rabu (30/7/2025). Pihak sekolah harus menerapkan belajar secara bergantian karena keterbatasan ruang akibat terdapat atap kelas yang runtuh. (TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV)

Masalah serupa juga dirasakan orang tua lainnya, terutama yang bekerja. 

Ibu rumah tangga asal Dusun Kawengen, Tiar (34), juga mengaku lebih memilih sekolah tetap berjalan pagi. 

Meski tidak bekerja di luar rumah, dia tahu betul betapa repotnya tetangganya yang bekerja di pabrik.

"Kalau anaknya diantarkan pagi-pagi, harus nunggu sampai jam 10.00 baru masuk, kasihan anaknya kelamaan di sekolah," ujar Tiar.

Dia juga harus membantu menjemput anak tetangganya yang tak bisa pulang sendiri karena orang tuanya kerja.

"Saya anaknya kelas 3, tetangga saya anaknya kelas 4, jadwal pulangnya bareng, jadi saya sekalian jemput dua-duanya," imbuh dia.

Baca juga: Beli Pecel di Pedagang Keliling, Pengunjung Ditegur Pemilik Warung: Sudah Peraturannya

Di balik semua itu, pihak sekolah menyadari betul dampak kebijakan darurat ini. 

Plt Kepala SDN Kawengen 02, Suharto, menjelaskan bahwa sistem ini terpaksa dilakukan karena dua ruang kelas rusak parah.

Kayu penyangga rapuh, plafon ambrol, dan bangunan sudah tak aman dipakai sejak ditemukan saat libur sekolah.

"Kami tidak punya pilihan lain daripada anak-anak belajar dalam bangunan yang membahayakan, kami bagi waktu."

"Tapi kami tahu, ini tidak ideal karena materi juga menurun dan belajar siang hari itu anak-anak sudah capek," jelas Suharto.

Bangunan sekolah ini sendiri sudah berdiri sejak 1995 dan belum pernah mendapat bantuan rehabilitasi di bagian dalam kelas. 

Satu-satunya perbaikan hanya pada bagian tiang teras beberapa tahun sebelumnya. 

Sementara kondisi dua ruang kelas yang rusak kini menanti uluran tangan dari pemerintah.

"Kami sudah laporkan, dan berharap ini menjadi prioritas."

"Kalau dibiarkan, bukan hanya proses belajar yang terganggu, tapi juga keseharian warga ikut terbebani," pungkas Suharto.

Seorang guru di SDN Kawengen 02, Kawengen, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang menata reruntuhan atap kayu yang runtuh, keropos dan berserakan di lantai ruang kelas 2, Rabu (30/7/2025). Ruang kelas tersebut tidak bisa dipakai sehingga pihak sekolah menerapkan jam belajar siang.
Seorang guru di SDN Kawengen 02, Kawengen, Ungaran Timur, Kabupaten Semarang menata reruntuhan atap kayu yang runtuh, keropos dan berserakan di lantai ruang kelas 2, Rabu (30/7/2025). Ruang kelas tersebut tidak bisa dipakai sehingga pihak sekolah menerapkan jam belajar siang. (TRIBUN JATENG/REZA GUSTAV)

Di tempat lain, ulah penjaga sekolah membuat 140 siswa SD 04 Sungai Limau, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, belajar di teras.

Pasalnya, ruang kelas digembok oleh penjaga sekolah yang kecewa tidak diterima sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

Mereka merasa kecewa setelah tidak lulus dalam seleksi PPPK.

Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman, Rudi Rilis, membenarkan peristiwa penggembokan tersebut.

Penggembokan telah terjadi sejak tiga hari lalu.

"Benar itu sudah terjadi sejak tiga hari belakangan," ungkap Rudi saat dihubungi Kompas.com, Kamis (31/7/2025).

"Hari ini dijadwalkan mediasi, tapi batal karena yang bersangkutan tidak datang," tuturnya.

Baca juga: Ayah Tak Terima Putrinya Babak Belur Dianiaya Bibi Gegara Sandal Dipakai ke Warung

Rudi menjelaskan, penjaga sekolah menggembok ruang kelas karena merasa kecewa tidak lulus dalam seleksi PPPK.

Sedangkan tanah yang digunakan oleh sekolah dulunya merupakan tanah ulayat milik penjaga sekolah tersebut.

"Benar itu tanah ulayat dia dulunya," kata Rudi.

"Tapi itu kan sudah dihibahkan ke Pemkab dan tercatat sebagai aset pemerintah," tambahnya.

Meskipun demikian, Rudi menekankan bahwa pihaknya akan tetap menunggu proses mediasi untuk menyelesaikan persoalan ini.

Ia juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap siswa yang harus belajar di teras sekolah.

"Kasihan kita siswa belajar di teras sekolah. Jika mediasi gagal, tentu kita minta bantuan ke aparat," tutup Rudi.

Siswa SD 04 Sungai Limau Padang Pariaman belajar di teras karena ruang kelas digembok, Kamis (31/7/2025).
Siswa SD 04 Sungai Limau Padang Pariaman belajar di teras karena ruang kelas digembok, Kamis (31/7/2025). (Kiriman Andri Menew via Kompas.com)
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved