Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

5 Anak di Gresik Ditelantarkan Orangtua hingga Putus Sekolah, Jual Barang di Kontrakan untuk Makan

Lima anak di Gresik ditelantarkan orangtuanya hingga putus sekolah. Untuk bisa makan, mereka menjual barang yang ada di rumah secara bergantian.

Penulis: Ani Susanti | Editor: Mujib Anwar
Dok. Hamzah Kompas.com
ANAK TELANTAR- Penampakan rumah kontrakan keluarga Essel di Perumahan Grand Gresik Harmoni, Dusun Srembi, Desa Kembangan, Gresik, Jawa Timur. Essel adalah satu di antara anak yang ditelantarkan orangtuanya hingga putus sekolah. 

TRIBUNJATIM.COM - Lima anak di Gresik ditelantarkan orangtuanya hingga putus sekolah.

Untuk bisa makan, mereka menjual barang yang ada di rumah secara bergantian.

Lima anak itu adalah Essel (21), Andre (19), Dexta (13), Kimora (11), dan Ceis.

Mereka tinggal di rumah kontrakan di Perumahan Grand Gresik Harmoni, Dusun Srembi, Desa Kembangan, Gresik, Jawa Timur.

Kontrakan itu pun kini pembayarannya nunggak.

Orangtua lima anak itu bernama Aldi kelahiran 1973, dan Santi kelahiran 1980.

Setelah ayahnya meninggal dunia, ibu mereka pergi entah ke mana.

"Ayah meninggal dunia (bulan) Maret kemarin, kecelakaan kapal yang terjadi di (perairan) Paciran, Lamongan. Kalau ibu, sudah akhir atau awal bulan ini meninggalkan kami, tidak lagi pulang," kata Essel, saat ditemui di rumah kontrakannya, Jumat (15/8/2025), seperti dilansir dari Kompas.com.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka sampai menjual barang-barang yang ada di rumah, mulai dari pendingin ruangan, televisi, lemari es, hingga galon air minum.

Semua dijual secara bergantian, guna bisa membeli yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan mereka hidup sehari-hari.

"Itu sudah kami lakukan (menjual barang-barang) sejak ayah masih ada, bahkan uang kiriman dari ayah juga kadang digunakan oleh ibu untuk keperluan dirinya sendiri," ucap Essel.

Baca juga: Mustari Pensiunan Kopassus Ditelantarkan Istri dan Anak, Numpang Hidup di Rumah Orang

Ia menuturkan, perangai ibu mereka berubah dan semakin parah sejak ayahnya meninggal dunia.

Karena uang santunan kematian ayahnya turut habis dipergunakan oleh ibunya untuk hal yang tidak perlu, sehingga mereka masih harus mencukupi kebutuhan sehari-hari dengan menjual barang yang tersisa di rumah.

"Kemarin saat ayah meninggal itu memang dapat uang santunan, tapi juga sudah habis, sebab kadang ibu mau beli rokok minta uang itu. Padahal, kami juga ada adik yang masih kecil, yang perlu untuk beli pempers (popok) dan susu," kata Essel, dengan nada haru.

Bahkan, ibu mereka tidak lagi pulang ke rumah sejak 15 hari terakhir.

Essel dan adiknya secara bergantian mengurus adik bungsunya, Cies.

"Saya sendiri sudah biasa ganti pampers dan buatin susu buat Cies, begitu pula adik-adik yang lain. Karena ibu sebelumnya juga kadang nggak pulang, jadi kami gantian saling merawat," tutur Essel.

Baca juga: Pilu Nenek Nortaji Dianiaya dan Ditelantarkan Anak Kandung yang Ogah Merawat

Essel menceritakan, baik dia maupun adik-adiknya tidak ada yang merasakan bangku sekolah menengah atas (SMA)/se-derajat.

Ini dikarenakan keterbatasan dan 'ketidakpedulian' orangtua mereka.

Dia dan Andre hanya mengenyam pendidikan sebatas sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP)/se-derajat.

"Tidak ada yang sampai SMA. Saya hanya lulus sampai kejar paket setara SMP (SLTP), sementara adik saya Andre ini sampai SMP," kata Essel.

Andre menceritakan, meski sempat mengenyam pendidikan di salah satu SLTP swasta di Gresik, cerita tidak mengenakkan sempat dialami olehnya.

Ia tidak diperbolehkan mengikuti wisuda dan ijazahnya hingga masih ditahan oleh pihak sekolah lantaran beberapa tunggakan yang belum dibayar.

"Banyak yang belum dibayar, masih banyak yang menunggak, jadi saya nggak boleh ikut wisuda. Ijazah saya sampai sekarang juga masih ditahan oleh pihak sekolah, karena masih banyak tunggakan yang harus dibayar," tutur Andre.

Bahkan, dua adiknya, Dexta dan Kimora, lebih miris lagi. Mereka yang tidak sampai merasakan lulus sekolah dasar (SD) dan harus putus sekolah.

Adapun adiknya yang bungsunya masih berstatus belum sekolah karena balita.

Essel mengatakan, keluarganya tercatat sebagai warga Desa Yosowilangun di Kecamatan Manyar, Gresik, meski kedua orangtua mereka adalah pendatang.

Ayah mereka dari Surabaya, sedangkan ibunya warga Manado.

Mereka tercatat dalam catatan sipil sebagai warga Desa Yosowilango, dikarenakan mereka sempat memiliki rumah hunian di desa tersebut tetapi sudah dijual.

Sejak saat itu, mereka harus terus berpindah-pindah rumah kontrakan.

"Itu (rumah di Desa Yosowilangon, red), sudah lama, saat saya masih kecil. Sudah dijual, jadi kami pindah-pindah kontrakan. Pernah kontrak rumah di Perumahan ABR dua tahun, terus sekarang di sini sudah hampir dua tahun," kata Essel.

Rumah kontrakan yang mereka tempati saat ini pun masih menunggak.

"Ini masih nunggak, beberapa waktu lalu yang punya datang menagih kekurangan uangnya. Tapi mau bagaimana, kami tidak punya uang," ucap Essel.

Berita Lain

Sebelumnya juga viral kisah Kirana, bocah alami kelumpuhan yang diasuh warga Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.

Kirana kini berusia dua tahun 10 bulan.

Ibunya menghilang, sedangkan ayahnya tidak jelas.

Ibu kandung Kirana sudah lama tak menjenguk buah hatinya tanpa ada kabar dan penjelasan.

Lurah Susukan, Andri P Maila menjelaskan keberadaan ibu kandung Kirana.

Saat ini, Kirana dirawat oleh pengasuhnya bernama Sumarni dan sudah dianggap seperti anak sendiri.

Andri tidak mengetahui nama ibu kandung Kirana karena bukan warga Kelurahan Susukan, tapi tinggal di kawasan Cijantung, Jakarta Timur.

Anak itu saat ini tinggal di RT 05/07 Kelurahan Susukan, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur.

"Yang lebih menarik lagi, anak itu sebenarnya orangtuanya ada, cuma kayak dibiarin. Kayak dibuang gitu," tegas Andri, dikutip dari Tribun Jakarta pada Senin (30/6/2025).

Baca juga: 30 Tahun Ditelantarkan Bersama Ibu, Anak Polisikan Ayah Kandung, Tuntut Ganti Rugi Rp10 Miliar

Andri sempat mendapatkan penjelasan dari orangtua asuh, bahwa ibu kandung Kirana adalah pekerja malam. 

Sehingga, ayah kandungnya tidak diketahui secara pasti siapa.

"Kebetulan waktu itu minta tolong diasuh gitu, istilahnya pengasuhnya dulu. Terus lama-lama sama ibunya ditinggal, gitu," kata Andri dikutip dari WartaKota, Minggu (29/6/2025).

Pengasuh yang sudah terlanjur sayang dengan Kirana, akhirnya sampai detik ini tetap merawat seperti anak sendiri dengan penuh kasih sayang.

Keluarga pengasuh Kirana merasa senang karena mendapat bantuan sepatu untuk terapi bocah tersebut agar bisa sembuh.

Andri menambahkan, ketika diberi sepatu dan dipakai, kaki Kirana terangsang untuk berdiri dan kepalanya tegak. 

"Karena kebiasaan ditidurin, karena itu, nah tapi kemarin pas lagi dipasang sepatu AVO itu ada perubahan, jadi ketika kakinya dilurusin, kan tadinya lagi bengkok, nekuk tuh, ketika kakinya dilurusin kepalanya jadi tegak, gitu loh," katanya. 

"Jadi entah ada saraf apa di kakinya yang bisa, jadi kepalanya tegak gitu, makanya kan langsung perubahannya lumayan signifikan, gitu," sambung Andri.

Baca juga: Sumyati Ibu 4 Anak yang Ditelantarkan Membela Diri, Tak Tega Suami Baru Tidur di Gubuk: Penting Uang

Andri tak mengatahui secara pasti sampai kapan terapi tersebut harus dijalani hingga bisa membuat Kirana sembuh dari penyakitnya.

Ia menilai, ibu pengasuh Kirana rutin memberikan terapi bahkan datang ke sejumlah tempat pengobatan demi kesembuhan anak tersebut.

"Kirana tetap masuk jadi pantauan kami, rutin kami monitor. Jadi dia rutin juga ke rumah sakit gitu, yang penting kan ada inisiatif untuk ke rumah sakit, kadang-kadang kan banyak juga yang enggak mau ke rumah sakit atau malu lah, Tapi ini sih alhamdulillah dari si ibu yang ngerawat ngasuh ini, mau, gitu," katanya.

Terkait Kirana, Andri menuturkan pihaknya secara rutin melakukan penyisiran terhadap anak-anak stunting maupun butuh pengobatan karena memiliki penyakit bawaan sejak lahir.

Kirana memiliki penyakit bawaan lahir yaitu tulang layu dan butuh pengobatan rutin.

Andri menerangkan, anak tersebut awalnya memiliki penyakit TBC dan kemudian dilakukan intervensi oleh pihaknya sampai sembuh.

Setelah sembuh, ternyata bocah malang itu memiliki penyakit tulang punggung layu, sehingga sampai saat ini belum bisa berjalan seperti anak-anak pada umumnya.

"Bukan sakit polio. Jadi tulang punggungnya itu lemes," kata Andri. 

"Seiring waktu, waktu pertama kita data itu dia usianya masih 9 bulan, sekarang usianya sudah 2 tahun 10 bulan, kami sudah monitor, sudah dijangkan," imbuhnya.

Menurut Andri, bocah tersebut saat ini sedang dilakukan terapi agar kakinya tidak terus menekuk dengan sepatu khusus yang telah diberikan.

Namanya sepatu Avo, khusus terapi bagi kaki yang sulit berjalan agar sarafnya kembali berfungsi dan normal.

"Nah, emang sekarang karena dia kemarin kebutuhannya kan kakinya itu nekuk karena lumpuh layu, karena ada saraf dan mungkin ada kelainan di sarafnya, sebenarnya sih mudah-mudahan bisa sembuh," jelasnya.

Baca juga: Ditelantarkan Anaknya yang PNS, Ramisih Nangis Tinggal di Kandang Sapi

Proses pembuatan sepatu Avo dilakukan setelah pihak kelurahan bersurat ke Bazanas Bazis Jakarta Timur. 

Setelah disetujui, Kirana pun diajak ke lokasi pembuatan sepatu khusus itu untuk mengukur kakinya agar melekat saat digunakan.

Proses pengajuan bantuan ke Baznas Bazis, kata Andri, diproses sangat cepat. 

Namun, pembuatan sepatu Avo membutuhkan waktu sekitar dua minggu.

"Harus dicetak ke anaknya, dibawa. Kemarin kami fasilitasi, kami antar ke sana, gitu kan. Pokoknya emang anak spesial lah, jadi penanganannya harus spesial juga, terangnya.

Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved