Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Konsekuensi Wali Kota & Bupati Jika Tak Ikuti Perintah Dedi Mulyadi Soal Penghapusan Tunggakan PBB

Ada konsekuensi bagi Wali Kota dan Bupati yang tak mengikuti perintah Dedi Mulyadi terkait penghapusan tunggakan PBB.

Penulis: Alga | Editor: Mujib Anwar
TribunJabar.id/M Rizal Jalaludin
PENGHAPUSAN TUNGGAKAN PBB - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, imbau semua Wali Kota dan Bupati di Jabar bisa melaksanakan perintahnya soal penghapusan tunggakan PBB tersebut. Ia menyebut, akan ada konsekuensi jika tak menjalankan imbauannya. 

TRIBUNJATIM.COM - Isu kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan serentak dibahas kepala daerah, Wali Kota dan Bupati di seluruh Indonesia, termasuk Jawa Barat.

Terkait adanya isu kenaikan PBB di Jawa Barat ini, Dedi Mulyadi selaku Gubernur Jabar turut memberikan respons tegas.

Menurutnya, ada konsekuensi bagi Wali Kota dan Bupati yang tak mengikuti perintahnya soal penghapusan tunggakan PBB.

Baca juga: Siswa Pramuka Viral Robek Bendera Merah Putih, Kepsek Minta Maaf Salah Instruksi

Untuk diketahui, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah (bumi) atau bangunan. 

PBB ini adalah satu di antara jenis pajak daerah yang dikelola  pemerintah kota atau kabupaten dan hasilnya digunakan untuk membiayai pembangunan di wilayah tersebut.

Adapun isu rencana kenaikan PBB 1000 persen sempat mencuat terjadi di Kota Cirebon hingga sempat didemo warga.

Setelah ditemui Dedi Mulyadi, Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, membeberkan klarifikasi soal rencana kenaikan PBB tersebut pada Kamis (14/8/2025).

Effendi Edo menjelaskan asal-usul kebijakan kenaikan PBB berasal dari tahun 2024, saat kursi Wali Kota masih dipegang oleh Penjabat (Pj) Wali Kota.

Dari penjelasan Edo, PBB di Cirebon akan kembali ke tarif awal, sebagaimana sebelum adanya rencana kenaikan.

Dedi Mulyadi sendiri sudah memberikan imbauan atau perintah kepada Wali Kota dan Bupati agar mengeluarkan kebijakan penghapusan tunggakan PBB untuk semua golongan.

Menurut Dedi Mulyadi, penghapusan tunggakan PBB tersebut dapat dikeluarkan Bupati atau Wali Kota melalui peraturan Bupati (Perbup) maupun peraturan Walikota (Perwal).

Dedi menjelaskan, penghapusan PPB dari tahun 2024 ke belakang bisa menjadi stimulus bagi masyarakat untuk lebih taat membayar pajak.

Implikasi penghapusan tunggakan PBB ini, kata Dedi, dapat meningkatkan pendapatan daerah di masa mendatang, bagi Kabupaten/Kota.

"Saya meyakini betul, bahwa imbauan itu akan diikuti oleh para Bupati/Wali Kota," ucapnya.

"Karena pada akhirnya ketika dilaksanakan, pendapatannya itu bukan berkurang, tapi bertambah," imbuhnya, melansir Tribun Jabar.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat diwawancarai di Pusdai, Kota Bandung, Kamis (7/8/2025). Ia mengungkap konsekuensi jika ada Wali Kota atau Bupati yang tak mengikuti perintahnya soal penghapusan tunggakan PBB.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, saat diwawancarai di Pusdai, Kota Bandung, Kamis (7/8/2025). Ia mengungkap konsekuensi jika ada Wali Kota atau Bupati yang tak mengikuti perintahnya soal penghapusan tunggakan PBB. (TribunJabar.id/Nazmi Abdurrahman)

Dedi Mulyadi lantas menyamakan program penghapusan tunggakan PBB tersebut dengan penghapusan denda dan tunggakan pajak kendaraan bermotor.

Soal kelanjutan dari perintah penghapusan tunggakan PBB tersebut, Dedi Mulyadi mengklaim beberapa kepala daerah sudah mengikuti imbauannya.

Hal ini disampaikan Dedi Mulyadi dalam Rapat Paripurna Hari Jadi ke-75 Kabupaten Bekasi pada Jumat (15/8/2025).

"Ada daerah yang sudah melaksanakan, ada daerah yang akan melaksanakan. Bekasi nanti tindaklanjuti surat yang saya buat," ujar Dedi Mulyadi, dikutip dari Tribun Bekasi.

Dedi Mulyadi menjelaskan, pembebasan tunggakan Pajak PBB terhitung pada 2024 dan tahun-tahun sebelumnya.

Menurutnya, penghapusan itu tidak akan mempengaruhi pendapatan daerah, justru  bisa meningkatkan pendapatan.

Sebab, mereka yang menunggak pajak apalagi bertahun-tahun cenderung tidak bayar.

"Mekanisme seperti penghapusan pajak kendaraan bermotor saja," katanya.

Baca juga: Pantas Dinsos Imbau Warga Tak Beri Anak Jalanan, Uangnya Dipakai Buat Ngelem

Lebih lanjut, Gubernur Jawa Barat ini berharap agar semua Wali Kota dan Bupati di Jabar bisa melaksanakan perintahnya soal penghapusan tunggakan PBB tersebut.

"Secara umum sudah melaksanakan, Bogor sudah, Purwakarta sudah, Kuningan, Majalengka sudah melaksanakan," kata Dedi Mulyadi.

Kemudian, Dedi Mulyadi menegaskan konsekuensi jika ada Wali Kota atau Bupati yang tak mengikuti perintah atau imbauannya soal PBB tersebut.

Ia mengatakan, jika ada Kota atau Kabupaten yang tidak melaksanakan, maka biarkan masyarakat yang akan menilai.

"Kita imbau untuk semua, kalau tidak mengikuti biar masyarakat yang menilai," ujarnya.

Sementara itu di Jawa Timur, Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan atas Perda Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) resmi disetujui dalam rapat paripurna DPRD Jombang pada Rabu (13/8/2025).

Perubahan regulasi ini merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Kementerian Keuangan, khususnya terkait penyusunan ulang struktur tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

Sektor pertanian dan peternakan menjadi fokus utama dalam revisi tersebut.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jombang, Hartono, mengungkapkan bahwa penyederhanaan tarif menjadi langkah penting untuk memberi kemudahan bagi wajib pajak. 

Bila sebelumnya terdapat 10 kelompok tarif untuk lahan pertanian maupun objek lainnya, kini hanya diberlakukan empat kelompok tarif.

"Mulai 2026, tanah pertanian dan peternakan cukup dikenai tarif tunggal 0,1 persen, berapapun nilai NJOP-nya."

"Angka ini lebih rendah dari aturan lama yang bisa mencapai 0,175 persen," ucap Hartono, Sabtu (16/8/2025).

Menurutnya, penyesuaian ini diambil untuk meringankan beban petani sekaligus menjaga stabilitas ekonomi daerah.

Mengingat sektor pertanian masih menjadi penopang utama kehidupan masyarakat Jombang.

Baca juga: Bocah SD Panjat Tiang Bendera Pasang Tali Pengait yang Lepas saat Upacara, Camat: Pahlawan Cilik

Selain itu, Hartono menambahkan, dasar penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) yang baru menggunakan hasil pendataan sepanjang 2024 dengan melibatkan perangkat desa.

Data ini menggantikan hasil appraisal tahun 2022 yang dinilai terlalu tinggi.

"Dengan basis data 2024, NJOP akan lebih realistis dan sesuai kondisi di lapangan. Penetapan baru mulai berlaku tahun depan," ujarnya.

Revisi perda juga menyertakan aturan tambahan, yakni objek yang tidak berkaitan langsung dengan layanan kesehatan tidak boleh dikenai pajak.

Ketentuan itu akan dijabarkan lebih rinci melalui Peraturan Bupati.

Hartono menegaskan, pembahasan usulan tarif tunggal sebagaimana arahan Kemendagri sempat mengemuka.

Namun, skema tersebut dianggap bisa menambah beban masyarakat, sehingga dipilih jalan tengah berupa empat kelompok tarif.

Setelah mendapat persetujuan paripurna, draf Raperda tersebut akan difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur sebelum diberlakukan secara penuh.

"Proses finalisasi di tingkat provinsi sedang berjalan. Harapannya, aturan baru ini bisa segera diterapkan untuk memberikan kepastian bagi wajib pajak," pungkasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved