“Bukan hanya mereka yang sangat kaya yang melakukannya untuk membuatnya tampak seperti simbol status, tetapi juga keluarga biasa atau orang kaya baru. Mereka melakukan ini untuk menunjukkan bahwa mereka memiliki status ekonomi tertentu. dalam masyarakat. Dampaknya sangat buruk bagi perempuan. Praktik mahar yang seharusnya dihentikan sama sekali ini terus berkembang," papar Kumari, dikutip dari Kompas.com.
Jayakumari Devika, seorang cendekiawan feminis di Pusat Studi Pembangunan di ibu kota negara bagian Kerala, mengatakan, kematian-kematian perempuan ini adalah teriakan permintaan bantuan yang tidak berkesudahan.
“Ini bukan pemberian satu kali. Permintaan akan mahar itu akan terus berlanjut setelah pernikahan usai. Jika tuntutan tidak dipenuhi, perempuan itu akan menderita. Ini adalah kebiasaan sosial. Kalau sukarela itu tidak masalah, tapi ini bukan lagi sukarela," katanya.
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews Tribunjatim.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.