Sulawesi Utara
Selamat Datang di Superhub PDIP Jatim

Diduga Tersaingi Gula Impor, 10 Ribu Ton Gula Petani Tebu Mengendap di PG Semboro Jember

Sebanyak 10 ribu ton gula milik petani tebu masih mengendap di gudang Pabrik Gula (PG) Semboro, Jember Jawa Timur sejak Juni 2025. 

Penulis: Imam Nawawi | Editor: Ndaru Wijayanto
Tribunjatim.com/istimewa
TIDAK LAKU: Aktifitas petani tebu di kawasan PG Semboro, Jember, Jawa Timur, Selasa (26/8/2025) 10 Ribu Ton Gula Petani mengendap di PG Semboro Jember. 

Wacana yang beredar, Danantara Indonesia akan membeli gula milik petani tebu tersebut sesuai HAP sebesar Rp 14.500 per kilogram, sebagai cadangan gula pemerintah.

"Kalau pertemuan bersama dengan petani tebu sudah dilakukan. Cuma realisasi pembayaran masih belum, informasinya kalau tidak minggu ini ya minggu depan," jlentrehnya.

Sementara itu, Ketua APTRI PG Semboro Sutrisno mengatakan dampak atas kondisi ini, banyak petani tebu harus berhutang di bank, untuk biaya operasi lahannya.

"Kalau petani tebu PG Semboro banyak yang ke BRI untuk cari talangan. Karena memang gulanya tidak laku," tanggapnya.

Sementara kerjasama petani tebu dengan PG Semboro dilakukan melalui sistem bagi hasil dari penjualan lelang gula. Katanya, dengan pembagian 70-30 persen. "70 persen masuk ke petani, 30 persen untuk pabrik gulanya," kata pria yang akrab disapa Sutris ini.

Sutris mengungkapkan ketika proses lelang gula petani tebu, para pedagang tidak ada yang berani menawar harga, setelah HAP ditetapkan Rp 14.500.

"Pedagang tidak ada yang berani nawar, katanya kalau beli rugi mau jual kemana. Karena memang di pasar dapat gula rafinasi beredar," ucapnya.

Mengingat gula rafinasi itu impor yang dijual lebih murah di pasaran. Dia pastikan hal tersebut mudah menghancurkan harga gula lokal dalam negeri.

"Kalau gula rafinasi tidak masuk, baru laku gula Indonesia. Sebetulnya kan tidak boleh gula rafinasi masuk, tapi boleh dan tidaknya ada di tangan pemerintah selaku penentu kebijakan," tambahnya.

Pengendapan gula petani di PG Semboro Jember bukan kali ini saja. Kata Sutris, hal tersebut juga pernah terjadi di tahun sebelumnya.

"Dulu pernah mengendap sampai seminggu, terus sudah terjual. Tapi sekarang sampai dua bulan tidak laku-laku, ya bingung petani," ucapnya.

Sumber: Tribun Jatim
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved