Baca: VIDEO - Detik-detik Pengangkatan Jenazah Korban G30S/PKI dari Lubang Buaya, Lihat Menit 2:37!
Karier awalnya di bidang militer dimulai dari menjadi Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan di Medan.
Setahun kemudian, ia melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Intelijen Negara di Bogor.
Tamat sekolah intelijen, ia langsung ditugaskan oleh Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat (DIPIAD) untuk menjadi mata-mata ke Malaysia sehubungan dengan konfrontasi antara Indonesia dengan Malaysia yang dikenal dengan istilah Dwikora.
Baca: Menyedihkan! Ini Kisah Gadis Kecil yang Tewas Tertembak dalam Penculikan AH Nasution Saat G30S/PKI
Ia bertugas untuk memimpin sekelompok relawan di beberapa daerah untuk melakukan penyusupan ke Malaysia.
Sejak saat itu prestasi Pierre Tendean di bidang militer mulai menjanjikan.
Dibuktikan dengan setidaknya ada tiga jenderal yang menginginkan Pierre menjadi ajudannya, yaitu Jenderal Nasution, Jenderal Hartawan dan Jenderal Kadarsan.
Baca: Puluhan Tahun Faktanya Tak Terkuak, Inilah Luka-luka Mengerikan yang Dialami Korban G30S/PKI!
Namun Jenderal Nasution berkeras menginginkan Pierre sebagai ajudannya.
Hingga pada tanggal 15 April 1965, Pierre mulai dipromosikan menjadi Letnan Satu (Lettu) dan pengawal pribadi Jenderal Abdul Haris Nasution, menggantikan Kapten Manullang yang gugur saat menjaga perdamaian di Kongo.
Pada usianya yang menginjak 26 tahun, Pierre menjadi salah satu pengawal termuda yang dimiliki Jenderal Nasution.
Baca: Ingin Nonton Bareng Film G30S/PKI? Kamu Bisa Datang ke Sini, Catat Waktu dan Tempatnya Ya!
Sejak ia bertugas dengan Jenderal Nasution, Tendean bisa dikatakan menjalin hubungan keluarga yang cukup dekat dengan kedua anak Jenderal Nasution, Ade Irma Suryani dan Hendrianti Sahara Nasution.
Salah satu kedekatan beliau dengan Ade Irma Suryani dapat dilihat dari bingkai foto mereka yang terpampang di dalam Museum AH Nasution.