Tahun 2017, nilai perdagangan antarprovinsi atau perdagangan antarpulau sebesar Rp 690 triliun untuk barang asal Jatim yang keluar, dan ada Rp 525 triliun lebih barang masuk.
Sehingga surplus perdagangan dalam negeri mencapai Rp 164 triliun.
Tahun ini, nilai perdagangan akan naik signifikan. Pasalnya, hingga semester pertama 2018 (selama bulan Januari sampai Juni), nilai perdagangan dalam negeri Jatim sudah surplus Rp 101 triliun.
Sehingga tahun 2018, Pakde Karwo optimis netto dari perdagangan antarpulau yang menjadi modal masuk di Jatim akan mencapai sebesar Rp 200 triliun.
“Perkembangan surplus nilai perdagangan yang sangat signifikan tersebut karena fungsi pembiayaan pemerintah yang benar-benar peduli terhadap UMKM,” tandasnya.
Agar pemberdayaan dan pengembangan UMKM di Jatim ke depan dapat terus dilakukan melalui peran serta sektor perbankan, suami Nina Kirana ini minta perbankan untuk realistis.
Bahwa, non performing loan (NPL) atau tunggakan untuk UMKM itu kecil. Namun, dari disiplin perbankan, kredit harus ada agunan. Sehingga, harus dikembangkan oleh perbankan kerjasama dengan asuransi terhadap pembiayaan itu.
“Makanya, Jamkrida dan asuransi lain harus berkembang. Bahkan kalau bisa include bank juga punya asuransi pada sisi usahanya dan sisi usaha terhadap pembiayaan,” ucapnya.
Sehingga nilai kredit terhadap UMKM bisa ditambah kalau ada asuransinya. Kecilnya landing kredit disebabkan ketakutan untuk menjadi utang atau NPL. “Itu yang harus dilakukan oleh pemerintah,” imbuhnya.
Meski demikian, para UMKM selaku debitur, kredit yang diterima harus dibuat berdasar proposal yang apa adanya. Harus ditanyakan kepada pendamping dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag), Dinas Koperasi dan UMKM, serta help desk dari pihak perbankan, kira-kira prospeknya seperti apa dengan hutang tersebut.
“Inilah fungsi pendampingan di perbankan, inilah fungsi penyelia di perbankan harus lebih aktif,” tegas Ketua Umum Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI)ini.
Dengan apa yang dilakukan tersebut, Pakde Karwo optimistis tahun 2019 nanti peranan UMKM di Jatim terhadap PDRB akan naik dari 57 persen menjadi 58 persen.
Luar biasanya, dari 9,59 juta UMKM di Jatim, menampung 18,6 juta orang tenaga kerja.
Dari jumlah itu, lebih dari 94 persen ada di UMKM. Perusahaan besar di Jatim hanya menyerap tenaga kerja 1,83 persen, seiring dipakainya teknologi canggih dan bahkan ada yang memakai robot.
“Makanya, kalau PDRB 58 persen terwujud, Jatim akan menjadi raksasa ekonomi,” tandasnya.