Ada yang melihat bahwa para tamu dari marine itu menunjukkan kegelisahan dan seorang perwira muda terlihat membisikkan sesuatu kepada komandan kapal, Letkol. Laut Eikenboom, tetapi tak terbaca reaksi apa-apa pada mukanya.
Pada Sabtu petang seorang kopral Belanda diberi tahu tentang rencana aksi itu. la sangat terkejut, lalu segera bermaksud untuk melapor ke komandan kapal. la tidak bisa mencapainya, sebab sang komandan ada di darat. la tak menghubungi perwira pertama sebab dendam kepadanya.
Sebab itu ia menunggu kesempatan untuk mendarat. Pada pukul 19.30, setibanya di Pelabuhan Oleh-leh, ia melaporkan kepada Inspektur Polisi Vermeer.
Komandan kapal sejak pagi sudah mendarat, perwira pertama dan perwira lainnya menyusul pada pukul 20.15 dengan sekoci. Perwira polisi itu bergegas menemui atasan langsungnya, asisten residen Aceh Raya. Pada pukul 20.45 pejabat itu menyampaikan laporannya kepada Letkol. Laut Eikenboom yang sedang bertamu di rumah panglima milker setempat.
Komandan Eikenboom tidak mempercayai berita itu, menurut perwira pertama konon ia mengatakan "kopral itu tentunya sedang mabuk lagi." Tetapi ia mengirimkan juga seorang letnan muda ke kapal dengan sekoci pukul 21.45, untuk menyampaikan berita kepada perwira jaga.
Sebelum pukul sepuluh perwira itu sampai ke kapal sambil membiarkan sekoci menunggu di tangga untuk membawa dia kembali ke darat, lalu menemui perwira jaga. Pejabat ini yakin bahwa semuanya beres, ia sama sekali tidak menghiraukan peringatan dari komandan kapal. Pada saat itu Kawilarang sudah siap sedia dengan peluitnya sebagai isyarat dimulainya aksi....
"Maju ke Surabaya"
Setelah Paradja dan kawan-kawannya kembali ke kapal diadakan persiapan-persiapan terakhir. Mereka berkelompok dan berbisik-bisik menantikan aba-aba. Pada saat yang tepat Paradja kemudian menyelinap ke kamar konstabel kepala, mengambil kunci lalu membuka tempat penyimpanan mesiu.
Ia berhasil mengambil tiga dos yang masing-masing berisi seratus butir peluru senapan ... Tapi ia dipergoki seorang kelasi Belanda, sehingga ia menyerahkan dos-dos itu kepada Gosal.
Penyerobotan peluru itu dilaporkan kepada perwira jaga, yang memerintahkan untuk mengadakan pengusutan. Perwira-perwira yang lain, berjumlah tiga belas orang, agaknya tak mempunyai syak wasangka apa-apa, mereka tetap main bridge di ruang makan perwira.
Karena penyerobotan peluru itu diketahui, Paradja menyarankan agar aksi dimulai. Kawilarang meniup peluitnya. Dengan teriakan "Ambil senjata! Serang! Maju ke Surabaya!" para pembangkang menyerbu.
Rak-rak penyimpanan senjata dibuka secara paksa untuk mengambil senapan-senapan. Para perwira dan bawahan yang tidak setuju dengan aksi mengundurkan diri ke bagian belakang kapal, yang kemudian ditutup dengan pintu tahan air.
Para perwira masih sempat mengambil pistol mereka di kamar masing-masing, sehingga persenjataan mereka terdiri dari tujuh belas pucuk pistol dengan sekitar lima ratus butir peluru.
Sekalipun masing-masing pihak bersenjata, tetapi tak terjadi bentrokan berdarah. Di bagian belakang kapal para perwira dengan sekitar empat puluh orang bawahan tidak mengambil tindakan untuk mengembalikan kapal ke dalam kekuasaan mereka, karena tidak yakin akan menang.
Di pihak lain para pembangkang juga tidak ingin melakukan tindakan kekerasan, karena bukan itu tujuan mereka. Mereka agaknya memang menghindari bentrokan senjata, karena memang tidak merencanakan pemberontakan, tetapi aksi protes.
Ada dua orang perwira muda tertinggal di kamar mereka. Mereka dibangunkan dan diantarkanke bagian belakang, tetapi yang bertahan di belakang pintu besi itu tidak mau membukakannya, sehingga keduanya digiring lagi ke depan sebagai tawanan.