TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Polemik masalah tanah di RW 3 Bulak Banteng Bandarejo Kelurahan Bulak Banteng Kecamatan Kenjeran tepatnya di RT 1, 2, 3 hingga saat ini belum menemukan titik temu.
1300 warga yang menghuni wilayah tersebut kini semakin merasa terintimidasi karena dihambatnya sejumlah layanan fasilitas publik untuk bisa masuk ke perkampungan lantaran masalah tanah dengan Lantamal V.
Yang terbaru, warga Kampung Bulak Banteng Bandarejo mengklaim tidak boleh menerima penerangan jalan umum sebagai fasilitas publik yang berhak dinikmati oleh warga.
Ratusan warga Bulak Banteng Bandarejo melakukan demonstrasi di depan kantor DPRD kota Surabaya pada Jumat (11/1/2019).
(Jalani Vonis 6 Tahun Penjara, Wisnu Wardhana Akan Ajukan PK, Kejati Jatim: Silahkan, Itu Haknya)
(Warga Madiun Diimbau BPBD Mengungsi ke Bangunan Kokoh Bila ada Hujan dan Angin Kencang)
Mereka juga bergerak ke Balai Kota Surabaya untuk menyampaikan keluh kesah masalah yang mereka hadapi.
Ketua RW 3 Kelurahan Bulak Banteng Bandarejo Priyam Setiadi menyatakan kasus ini sudah pernah jalani hearing di DPRD kota Surabaya pada bulan September 2018 lalu.
Namun sejak terakhir hearing tersebut, warga mengklaim tidak ada tindak lanjut baik dari pemerintah kota Surabaya maupun Lantamal V untuk menghentikan intimidasi kepada warga.
"Kami menyesalkan bahwa pemerintah kota sangat lambat menangani permasalahan yang dihadapi oleh warga kamu kami hanya ingin masalah kami ditanggapi oleh Wali Kota Surabaya Ibu Risma," kata Priyam.
Dia mengatakan Lantamal V masih berusaha untuk melakukan relokasi pada kampung yang dihuni oleh 350 KK di Bulak Banteng Bandarejo.
"Padahal warga kami tersebut sudah menghuni kawasan itu sejak tahun 1932 dan memiliki bukti-bukti kepemilikan tanah seperti petok dan juga bukti surat ipeda," lanjut Priyam.
• Video Wali Kota Risma Ngobrol dengan Pengamen Cilik Jadi Viral, Risma Sebut Pintar karena Jawabannya
Namun Lantamal V ingin merelokasi Kampung kami mereka menggunakan dalih surat kepemilikan berupa garis sempadan dan juga berkas lainnya.
Padahal berkas tersebut sudah dinyatakan tidak valid oleh akademisi Surabaya. Warga juga sudah menempati tanah tersebut sejak tahun 1932.
Namun apa yang dikeluhkan warga dan kondisi yang sudah ada pada warga tidak dipedulikan oleh Lantamal V dan mereka berupaya untuk tetap merelokasi perkampungan warga.
• Kesaksikan Maia Estianty Lihat Ribuan Belalang Tak Lazim di Masjidil Haram: Di mana-Mana Ada
• Kronologi Lengkap Siswi Buang Bayi di Toilet Puskesmas, Nyalakan Kran Air Kencang Agar Tak Ketahuan
"Kami diintimidasi, material masuk ke kampung kami saja tidak boleh, PJU tidak boleh masuk, dan pecah PBB juga tidak bisa apalagi membuat Sertifikat. Ini sudah melanggar hak asasi manusia dan kami sebagai penduduk warga Indonesia," ulasnya.
Dalam waktu dekat jika tidak ada tanggapan dari pemerintah kota Surabaya dan upaya mediasi yang jelas sehingga membolehkan warga tetap tinggal di kampung tersebut oleh Walikota Surabaya, maka warga Bulak Banteng bandarejo bersikeras akan wadul permasalahan ini ke Presiden Joko Widodo di Jakarta.