TRIBUNJATIM.COM, KLOJEN - Rencana angkutan massal untuk mengatasi kemacetan di Kota Malang masih terkendala di siapa segmen yang disasar.
Sebab saat ini sudah banyak pilihan moda transportasi. Angkutan massal ini rencana akan terkoneksi Malang Raya.
"Sebab load factor (keterisian) penumpang angkutan kota saja tinggal 40 persen. Jumlah trayek juga turun. Dari sebelumnya 25 menjadi 19 trayek kini," jelas Oong Ngadiyono, Kabid Angkutan Umum Dishub Kota Malang, Selasa (19/3/2019).
• Hilang Sejak Januari, Dosen Unikama yang Selewengkan Dana Hibah Rp 2 M Diciduk Kejari Kota Malang
• Ada Temuan Koin Dinasti Song, Situs Sekaran di Malang Dipastikan Peninggalan Kerajaan Singasari
Hal itu disampaikan dalam diskusi "Membedah Kemacetan Kota Malang" di ITN Malang bekerjasama dengan PWI Malang Raya.
Acara dibuka oleh Rektor ITN Malang, Dr Ir Kustamar MT.
Sementara kondisi kini, banyak warga memanfaatkan aplikasi angkutan online dan kendaraan pribadi.
Dikatakan Agus Moelyadi, Kabid Lalu Lintas Dishub Kota Malang, rencana angkutan massal sudah pernah dua kali gagal.
Pada 2005 sudah MoU Malang Raya dan ada rencana bantuan 50 bus dari Kementrian Perhubungan, namun gagal karena ditolak angkutan umum.
Kemudian 2007 ada rencana komuter dari Lawang-Kepanjen. Saat ujicoba 2012, ternyata gagal.
Sebab daya lokonya tak bisa naik saat di Lawang. Ternyata komuter itu hanya bisa jalan di areal datar.
Bukan seperti di kontur Malang. Sehingga komuter itu kemudian dialihkan ke daerah lain.
Sementara masalah kemacetan dikarenakan volume jalan dengan kendaraan tidak seimbang.
"Data di Samsat saja, setiap hari ada 150 motor baru," kata dia.
Kemudahan mendapat kredit kendaraan bermotor makin menambah ketidakseimbangan suplay dan demand.
"Dan jalan-jalan nasional serta propinsi masuk di areal jalan kota. Maka dampaknya ke kota," kata Agus.