Ditambah lagi kemudian suaminya meninggal dunia.
Berasal dari salah satu negara miskin di dunia, kini Nabatanzi harus bertanggung jawab penuh atas keluarga besarnya seorang diri.
"Kehidupan saya penuh tangis, suami saya meninggalkan saya banyak penderitaan. Seluruh waktu saya dihabiskan untuk merawat anak-anak dan bekerja untuk mendapatkan uang," tutur Nabatanzi kepada Mirror.
Dengan begitu banyak mulut yang harus diberi makan, Nabatanzi pun melakukan berbagai pekerjaan serabutan.
Dia telah bekerja sebagai penata rambut dan dekorator acara.
• Kisah Milyuner Tampan Nyamar Jadi Gelandangan, Hampir Terbunuh Gara-gara Gigi Seharga Rp 73 Juta
Selain itu Nabatanzi juga mengumpulkan dan menjual besi tua, membuat gin lokal dan menjual obat-obatan herbal.
Sebagian besar gajinya dihabiskan untuk memberi makan keluarga besarnya, perawatan medis, pakaian, dan biaya sekolah untuk memastikan ianak-anaknya memiliki kehidupan lebih baik di masa depan.
Memiliki banyak anak adalah hal umum di Afrika dengan rata-rata wanita melahirkan 5-6 anak, salah satu tingkat kelahiran tertinggi di benua itu menurut Bank Dunia.
Tetapi bahkan di Uganda, keluarga Nabatanzi dianggap sangat besar.
Anak tertuanya, Ivan Kibuka, harus putus sekolah untuk membantu membesarkan keluarga.
Anak perempuannya yang berusia 23 tahun itu berkata "Ibu kewalahan, pekerjaannya menghancurkannya, kami membantu di mana pun kami bisa, seperti memasak dan mencuci, tetapi ia masih menanggung seluruh beban untuk keluarga. Saya merasakannya."
Anak-anak yang lebih besar membantu merawat yang muda dan semua orang membantu mengerjakan tugas-tugas rumah seperti memasak.
• Kisah Kenji Nagai, Jurnalis Jepang yang Masih Sempat Memotret saat Ditembak Tentara dari Jarak Dekat
Dalam sehari keluarga Nabatanzi bisa membutuhkan 25 kilogram tepung jagung, sementara ikan atau daging adalah makanan langka.
Daftar nama di papan kayu kecil yang dipaku di dinding menjelaskan tugas mencuci atau memasak.
"Pada hari Sabtu kita semua bekerja bersama," demikian bunyinya.