TRIBUNJATIM.COM - Tak hanya Fadli Zon, Dewan Penasihat DPP Partai Gerindra Raden Muhammad Syafii pun turut mengatakan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga Uno tak akan mengajukan gugatan sengketa pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitus (MK).
Dalam hal ini Muhammad Syafii menjelaskan pihaknya sudah kehilangan kepercayaan terhadap Mahkamah Konstitusi.
"Di 2014 yang lalu kita punya pengalaman yang buruk dengan MK," ujar Muhammad Syafii dikutip TribunJakarta.com (grup TribunJatimc.om) dari Kompas.com, pada Jumat (17/5/2019).
Bahkan Muhammad Syafii sempat mengakui Prabowo sebelumnya mengumpulkan bukti-bukti kecurangan yang terjadi sampai 19 truk dokumen C1 pada Pilpres 2014 lalu.
Hanya saja MK tidak melakukan penyelidikan dokumen tersebut satu per satu.
• Ali Ngabalin Bantah Pernyataan Fadli Zon Terkait MK di Pilpres 2014: Fadli Lagi Mengigau, Mimpi Kali
• Fadli Zon Komentari Sistem Koreksi KPU yang Pakai WhatsApp, Caleg Gerindra Ini Menyebutnya Amatiran
"Kalau hari ini yang pemilunya curang itu saya pikir datanya bisa lebih dari 19 truk. Kami punya keyakinan MK tidak akan melakukan pemeriksaan sama seperti pemilu lalu," ujar Muhammad Syafii.
"Jadi MK enggak," tambah dia.
Dalam sebuah program acra Prime Talk Metro TV, Kamis (16/5/2019), pakar hukum pidana sekaligus mantan hakim, Asep Iwan Iriawan sempat menanggapi pernyataan Muhammad Syafii, bahkan menyinggung soal dukun.
Lantas pembawa acara saat itu melemparkan pertanyaan kepada Asep Iwan Iriawan terkait hukum yang menjerat pihak yang tak percaya dengan Mahkamah Konstitusi.
"Terkait memprovokasi orang agar tak percaya Mahkamah Konstitusi apakah ada unsur pidananya juga?" tanya pembawa acara itu.
Dengan demikian, Asep Iwan Iriawan menjelaskan apabila seseorang tidak percaya dengan MK sebaiknya ia jangan hidup di Indonesia.
Pernyatan itu dilontarkannya bukan tanpa alasan, tetapi Asep Iwan Iriawan mengatakan kekuasan kehakiman di Indonesia berada di tangan Mahkamah Konsitusi dan Mahkamah Agung.
"Gini kalau tidak percaya dengan Mahkamah Konstitusi yang jangan hidup di Indonesia," kata Asep Iwan Iriawan.
"Ketika kita sepakat untuk membentuk Republik Indonesia ada kekuasan hakiman dibagi dua ada MA dan MK,"
"Ketika orang tidak percaya dengan MA dan MK ya apalagi?" tambahnya.