TERKUAK Kenangan Menyakitkan Alissa Wahid dengan Gus Dur, Bermula Saat Ayahnya Pinjam Uang Rp 5 Juta
TRIBUNJATIM.COM - Siapa mengira, Alissa Wahid ternyata pernah memiliki kenangan menyakitkan terhadap ayahnya, Gus Dur atau Abdurrahman Wahid.
Padahal, Gus Dur merupakan Presiden Keempat Republik Indonesia.
Gus Dur memang pernah menjadi presiden pada tahun 1999 lalu.
Saat itu, Gus Dur menggantikan BJ Habibie yang turun dari jabatannya.
• Nasib Para Preman yang Ditangkap Era Soeharto, Berakhir Ditembak Mati, Posisi Jempolnya Sama Semua
Namun, Gus Dur juga harus dari kursi kepresidenan pada tahun 2001.
Gus Dur diturunkan dari jabatan presiden melalui Sidang Istimewa MPR.
Baru-baru ini, putri Gus Dur, Alissa Wahid mengungkapkan sebuah kisah terkait kehidupan Gus Dur.
Itu seperti unggahan dari akun Instagram @nahdlatululama, Rabu (14/8/2019).
Dalam akun itu, tampak sebuah video yang memutar rekaman suara dari Alissa Wahid.
Melalui rekaman itu, Alissa Wahid menyatakan dia memiliki kenangan menyakitkan dengan Gus Dur.
"Kenangan yang bagi saya sebetulnya menyakitkan begitu ya," ucap Alissa Wahid.
• Maksud Sebenarnya Soeharto Beri Soekarno Gelar Pahlawan Proklamasi, Sesuai Permintaan Bung Karno?
Menurut Alissa Wahid, peristiwa itu terjadi pada tahun 2009 lalu,
"Gus Dur sedang berkunjung ke rumah saya di Jogja. Lalu tiba-tiba Gus Dur menyampaikan pinjam uang," kenang Alissa Wahid.
Gus Dur kemudian menjawab, dirinya hendak meminjam uang sebesar Rp 5 juta.
Alasan Gus Dur meminjam uang karena untuk pegangan.
Alissa Wahid yang mendengar jawaban Gus Dur langsung kaget.
"Lho berarti bapak nggak punya uang? ungkap Alissa Wahid kaget.
Tak hanya itu, Alissa Wahid pun menangis.
"Jadi terus waktu itu saya nangis. Saya nangis saya merasa ya ampun, kan orang sering menuduh gitu ya, apa namanya, yang namanya pejabat itu pasti korup. Tapi Gus Dur nggak, bahkan 5 juta aja beliau nggak punya gitu, nah saya menangisi itu," lanjut Alissa Wahid.
• Momen Soeharto Singkirkan Mertua SBY yang Berjasa Tumpas Habis PKI, Malah Dikirim ke Negara Komunis
Meski demikian, Alissa Wahid kemudian mengaku bersyukur terkait hal itu.
Sebab, hal itu menurutnya menandakan Gus Dur memiliki integritas.
"Sehingga memang beliau tidak menjual jabatannya. Tidak mendapat keuntungan dari jabatannya," tandas Alissa Wahid.
Kisah Hilangnya Ramon Magsaysay Award Milik Gus Dur, Tertinggal di Istana, Ditemukan di Surabaya
Pada 1993 silam, Presiden RI keempat, KH Abdurrahman Wahid (Gusdur) pernah mendapat Anugerah Ramon Magsaysay Award pada kategori Community Leadership.
Namun, beberapa waktu belakangan medali tersebut hilang. Beruntung, medali tersebut ditemukan oleh para komunitas pengagum Gusdur, Gusdurian di Jawa Timur.
Berlangsung di salah satu rumah makan di Surabaya, perwakilan Gusdurian, Gatot Seger Santoso, pun mengembalikan penghargaan tersebut ke keluarga Gusdur, Kamis malam (Kamis, 27/6/2019).
Medali penghargaan ini pun diterima langsung oleh Alissa Wahid, putri sulung Gusdur.
Penghargaan berbentuk medali itu di satu sisinya terdapat gambar Ramon Magsaysay, mantan Presiden Filipina. Sementara di sisi lainnya, terdapat tulisan Award Community Leadhership Abdurrahman Wahid Indonesia for Promoting Religious Tolerance Fair Economic Development and Democracy in Indonesia.
Pada penjelasannya, Gatot mengaku mendapat informasi penemuan medali tersebut dari seorang kolektor lukisan di Surabaya.
"Medali tersebut ditemukan oleh seseorang di Surabaya. Beruntung, belum sempat dijual dan diinformasikan kepada saya," katanya.
Gatot lantas menanyakan kepada keluarga Gusdur melalui jaringan Gusdurian. Benar, medali yang diciptakan untuk mengenang Ramon Magsaysay, Almarhum Presiden Filipina itu hilang.
"Kami mendengar barang itu sangat laku di Singapura. Beruntung, kolektor itu langsung menghubungi saya," katanya.
Ia mengaku menjadi salah satu pengagum Gusdur dan mengingat sejarah panjang penerimaan medali itu. Medali itu diberikan saat Gusdur belum menjabat Presiden melainkan saat masih menjadi Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Medali ini diberikan sebagai hadiah sekaligus untuk menyebarluaskan keteladanan integritas mantan Presiden Filipina, Ramon Magsaysay.
Di antaranya di bidang menjalankan pemerintahan, kegigihannya dalam memberikan pelayanan umum, serta idealisme pragmatisme dalam lingkungan masyarakat berdemokratis.
"Gusdur laik menerimanya. Beliau adalah tokoh yang berjasa untuk membantu mengembalikan legalitas hak sipil, khususnya orang terdekreminasi. Di antaranya tionghoa," kata Gatot yang juga Ketua Perhimpunan Indonesia Tionghoa (Inti) Jawa Timur ini.
Sifat Gusdur tersebut sangat laik untuk diteladani di era milenial saat ini. "Mungkin banyak yang belum mengenal Gusdur, terutama kalangan milenial. Penghargaan ini bisa menjadi bukti sejarah keteladanan Gusdur," katanya.
Di sisi lain, Alissa pun berterimakasih dengan kembalinya medali tersebut. Alissa tak memungkiri bahwa Gusdur kerap kali kehilangan berbagai macam barang. "Kami sangat senang medali ini kembali. Sebab, ini merupakan bagian dari garis perjuangan Gusdur," kata Alissa.
Menurutnya, penghargaan ini memiliki nilai besar sebab hanya tokoh tertentu yang dapat menerimanya. "Ini penghargaan yang sangat bergengsi atas kepemimpinan beliau di NU," katanya.
"NU di bawah kepemimpinan Gusdur menjadi organisasi Islam tradisional. Namun, bersikap progresif dan memajukan demokrasi," jelas Alissa.
Oleh karenanya, pihaknya menegaskan bahwa penghargaan ini menjadi sangat bernilai. "Ini adalah jejak dari kepemimpinan Gusdur. Medali ini menunjukkan peran Gusdur sebagai pemimpin," kata Koordinator Gusdurian ini.
Kedepan, Gusdur dapat menjadi tauladan pemerintah kedepan dalam mejaga keberagaman. "Pancasila harus dibumikan, meskipun ini tidak mudah. Pemerintah ke depan harus bisa memiliki strategi nasional dalam membangun ideologi bangsa," kata Alissa.
"Jadi, jangan hanya slogan atau seremonial perayaan Pancasila. Namun, harus menyiapkan strategi yang mendorong transformasi sosial," katanya.
Pihaknya mengaku kehilangan medali penghargaan ini sejak saat menginventarisasi barang milik Gusdur pasca lengser dari presiden pada 2001 lalu. "Saya yang bagian mengumpulkan barang milik Gusdur di istana untuk kemudian dibawa keluarga," katanya.
Medali itu kemungkinan tertinggal di istana sebab tak semua barang Gusdur dibawa, terutama penghargaan.
"Sebab, sebagian penghargaan diterima Gusdur sebagai presiden, sehingga seharusnya tetap berada di istana. Namun, sepeninggalan Gusdur mungkin saja diambil orang dan kemudian berganti kepemilikan hingga sampai di Surabaya ini," katanya.