TRIBUNJATIM.COM, TULUNGAGUNG - Satreskrim Polres Tulungagung tengah mengumpulkan bahan keterangan (Pulbaket), terkait aduan dugaan korupsi pengurukkan lapangan Desa/Kecamatan Ngantru.
Kepala Desa Ngantru, Suryani akhirnya memberikan bantahan terkait aduan tersebut.
Menurutnya, proyek pengurukan lapangan desa itu sudah diawali dengan musyawarah.
Seperti ketentuan, proyek dilakukan oleh Tim Pelaksana Kegiatan (TPK).
"Kades tidak bisa masuk ke dalamnya, tidak bisa intervensi," ujar Suryani kepada Tribunjatim.com, Jumat (4/10/2019).
Karena proyek ini padat karya tunai, maka proyek ini tidak boleh menggunakan alat berat.
Proses menaikkan tanah uruk hingga pemerataan dilakukan semua dengan tenaga manusia.
Suryani juga menegaskan, harga tanah uruk per rit hanya Rp 190.000 lebih sedikit, tidak sampai Rp 200.000.
Bukan Rp 290.000 per rit seperti dalam aduan yang masuk ke polisi.
"Semua data ada pada TPK. Tidak benar kalau sampau Rp 290.000 per rit," tegasnya kepada Tribunjatim.com.
Lebih jauh Suryani mengungkapkan, ketinggian urukan memang 30 sentimeter.
• Kasus Dugaan Penggelapan Emas Antam di Surabaya, Dua Terdakwa Ajukan Nota Keberatan
• Tinggal Menunggu Visa, Dutra Berharap Bisa Dipanggil Timnas Indonesia Kualifikasi Piala Dunia
• VIRAL Video Mahasiswa Joget Apa yang Merasukimu saat Wisuda, Ini Fakta Pengakuan Sang Wisudawan
Namun lahan yang diuruk adalah bekas sawah, sehingga tidak rata.
Ada bagian yang memang hanya butuh 30 sentimeter, namun ada pula yang ketinggiannya 50-60 sentimeter.
"Itu yang tidak dipahami pengadu, lahan yang diuruk tidak rata kaca. Bukan seluruhnya 30 sentimeter," papar Suryani.
Masih menurut Suryani, TPK proyek ini sudah dipanggil penyidik Tipikor Satreskrim Polres Tulungagung pada Juni 2019 lalu.