TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani melakukan revisi atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang mengatur dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT).
Pasalnya aturan PMK yang ada justru menghambat adanya pemanfaatan DBHCT di daerah.
"Ini kan ada aturannya penggunaan DBHCT itu 50 persen untuk subsitusi PBI JKN. Saya sudah komunikasikan ke Menkes, Menkeu, dan Dirut BPJS, saya ingin ada perubahan PMK tentang penggunaan DBHCT, karena ada kebuthhan layanan kesehatan yang urgen tapi tidak masuk kategori PBI JKN," kata Khofifah Indar Parawansa, Senin (24/2/2020).
Misalnya, DBHCT tidak bisa digunakan untuk pengadaan obat reagen yang sangat dibutuhkan untuk membersihkan darah pendonor di PMI.
Padahal PMI Jawa Timur membutuhkan reagen tersebut dalam jumlah besar untuk bisa menyuplai kebutuhan darah di rumah sakit-rumah sakit.
• Pemkot Surabaya Bekerjasama dengan BMKG Lakukan Pemetaan Mikrozonasi Gempa Bumi
• Sindikat Peracik Obat Kuat Ilegal di Wiyung Dibongkar Polda Jatim, 2 Rumah Jadi Lokasi Produksi
• BREAKING NEWS Percobaan Penculikan Anak TK di Wonokromo, Wajah Pelaku Dihafal Warga, Lihat Endingnya
• Pemkot Surabaya Anggarkan Rp 20 Milyar untuk Pembangunan Tunnel Penghubung KBS-Terminal Joyoboyo
• Sudah Kantongi Ciri-ciri, Polisi Segera Bekuk Pelaku Pembunuhan Bocah SD di Bawah Jembatan Mojokerto
• PENGAKUAN Anak Kos Pembunuh Janda Kaya Tulungagung, Tahu Kebiasaan Korban Pakai Emas Saat Berjualan
"Secara prinsip Menteri Kesehatan dan Menteri Keuangan setuju. Tapi kalau tidak ada reaksi mengubah PMK ya sampai saat ini tidak ada yang pemda yang berani menggunakan DBHCT untuk memenuhi kebutuhan tersebut," kata Khofifah Indar Parawansa.
Sebab menurutnya tak semua masalah daerah bisa diatasi di tingkat pemerintahan provinsi tapi juga harus diselesaikan oleh pemerintah pusat.
Tidak hanya itu, gagalnya penggunaan dan pemanfaatan DBHCT lantaram terganjal aturan juga terjadi akibat Permenkes yang tidak sinkron.
Di Peraturan Menteri Kesehatan diatur bahwa pasien yang sudah tercover PBI JKN tidak bisa mendapatkan bantuan dari sumber lain.
Padahal di berbagai kasus di Jawa Timur kenyataannya cover PBI JKN terbatas hingga proses tertentu.
Sedangkan, sisanya atau kelanjutan perawatan tidak ditanggung PBI JKN.
Pada posisi ini, dikatakan Khofifah seharusnya bisa ditalangi dari dana DBHCT.
"Misalnya kasus bayi kembar siap. Itu setelah separo jalan, tidak bisa klaim kan ke BPJS PBI. Sedangkan aturan menyatakan tidak bisa dicover dari sumber lain. Padahal ada uang DBHCT yang nganggur," tegasnya.
• Kapolresta Malang Kota Sosialisasi Perlindungan Anak dan Cegah Perundungan di SMAN 4 Kota Malang
• 19 DPD Usulkan Nama Bacabup hingga Bacawawali ke DPW PKS Jatim, Baru Satu Daerah Sudah Mengerucut
• Baru Keluar dari Penjara, Mantan Pegawai Hotel Kembali Ditangkap BNNK Surabaya karena Sabu-Sabu
Maka saat itu, sebagai solusi, RSUD dr Soetomo Surabaya akhirnya membuat sistem yayasan. Yang secara resmi dibentuk agar kelak koordinasi bagi siapa yang ingin berdonasi bisa ikut membantu.
"Tapi kan kita sebetulnya punya DBHCT. Di tahun 2019 kemarin DBHCT kita yang dikembalikan ke BPJS itu mencapai Rp 257 miliar lho. Padahal kalau tidak terganjal aturan kita bisa tambal kebutuhanan PMI untuk reagen senilai Rp 20 miliar, lalu juga untuk bantuan layanan kesehatan yang lain. Maka revisi aturan ini mendesak karena kita butuh mendesak format regulasi yang membuat kita bisa memaksimalkan dana DBHCT secara maksimal," tegasnya.
Penulis: Fatimatuz Zahroh
Editor: Elma Gloria Stevani