Reporter: M Taufik | Editor: Dwi Prastika
TRIBUNJATIM.COM, SIDOARJO - Wacana relokasi warga korban banjir di Desa Kedungbanteng dan Banjarasri, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, menuai pro dan kontra.
Sebagian pihak mengaku setuju dengan rencana ini, sebagian lain keberatan. Mereka pun memiliki alasan yang beragam.
Rencana relokasi itu terungkap dalam pertemuan Pj Bupati Sidoarjo, Hudiyono dengan sejumlah pihak beberapa waktu lalu.
Di sela pembahasan penanganan banjir di sana, Hudiyono menyampaikan rencana jangka panjang berupa relokasi warga korban banjir.
Dia mengatakan, banjir yang terjadi di Desa Kedungbanteng dan Desa Banjarasri, hasil kajian tim ahli dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS), menyebut bahwa itu disebabkan oleh penurunan tanah (land subsidence). Sehingga, perlu penanganan jangka pendek dan jangka panjang.
"Jangka pendeknya pemkab telah menyediakan sirtu untuk warga. Sehingga warga bisa menguruk rumahnya agar tak tergenangi banjir. Kemudian kami juga tetap akan melakukan normalisasi sungai, membangun jalan, dan sebagainya," ujar Cak Hud, panggilan Hudiyono, Minggu (24/1/2021).
Baca juga: Pj Bupati Sidoarjo Tebar 1000 Ikan di Kali Sekitar Pendopo, Warga Boleh Memancing, Ini Syaratnya
Baca juga: Penjelasan Satpol PP Kota Surabaya Terkait Pembubaran Aksi Galang Dana Bonek
Jangka panjang, dia menyebut opsi relokasi sebagai salah satu solusi. Namun diakui bahwa realisasinya tidak mudah. Selain masalah sosial, juga ada berbagai hal lain yang tentu jadi pertimbangan.
"Bagaimanapun juga, meninggalkan tempat yang sudah ditinggali berpuluh-puluh tahun tentu tidak mudah bagi warga," lanjutnya.
Meski demikian, Cak Hud menegaskan Pemkab Sidoarjo akan terus mencarikan solusi terbaik bagi warga.
Sejauh ini, terhitung sudah ada sekitar Rp 13 miliar dana yang digelontorkan untuk mengatasi banjir di dua desa itu.
Baca juga: Efektivitas Hanya Berjalan 40 Persen, Pembelajaran Daring di Sidoarjo Perlu Ada Evaluasi
Baca juga: Sempat Mangkrak Akibat Kasus Korupsi, Proyek Pembangunan Wisma Atlet Sidoarjo Dilanjutkan Tahun 2021
Terkait opsi relokasi, beberapa warga mengaku setuju. Seperti yang dikatakan Ariyan, warga Desa Kedungbanteng. Dia setuju karena merasa sudah tak betah hidup dengan kondisi banjir seperti ini.
"Dari pada terus menerus banjir seperti ini, lebih baik relokasi. Banjir selalu datang setiap hujan, dan waktunya lama gak surut-surut. Berbulan-bulan," keluhnya.
Senada disampaikan Basori, warga di sana yang mengaku ragu dengan pengurukan sirtu bisa membuat rumahnya bebas banjir.
"Karena sebelum adanya pembagian sirtu ini, kami sudah menguruk sendiri. Tapi tetap saja air terus naik meninggi dan kembali masuk rumah, saat banjir datang," kata dia.
Baca juga: Lihat Langsung Kondisi Jalan Rusak di Sidoarjo, PJ Bupati Hudiyono: Solusinya Dibangun dengan Beton
Baca juga: Sidak di Sejumlah Sekolah di Sidoarjo, Cak Hud Temukan Ada Pemangkasan Jam Belajar
Berbeda dengan yang disampaikan oleh Suparno, juga warga korban banjir. Dia tidak ingin direlokasi sebab mata pencaharian sehari-harinya ada di desa ini.
"Bukan hanya saya, warga yang sawah dan peternakannya di sini tentu berat dengan rencana relokasi. Misalnya kami direlokasi di rumah susun, lalu bagaimana kami bisa beternak dan bertani, padahal itu satu-satunya mata pencaharian yang kami miliki," jawabnya.
Penolakan rencana relokasi juga muncul dari gedung DPRD Sidoarjo. Komisi A mengaku tidak sepakat jika relokasi menjadi salah satu solusi dari Pemkab Sidoarjo untuk mengatasi permasalahan banjir di Tanggulangin.
"Apa sudah betul bahwa relokasi ini bisa menjadi solusi? Lalu apakah daerah di sana sudah dipastikan menjadi kawasan darurat, sehingga penanganannya harus direlokasi. Apa gak ada solusi lain?" kata Ketua Komisi A Sullamul Hadi Nurmawan.
Baca juga: Gus Wildan Tegaskan Keluarga Besar Ponpes KHA Wahid Hasyim Bangil Pasuruan Siap Divaksin Covid-19
Baca juga: Tahun Ini, Terminal Madyopuro Malang Bakal Disulap Jadi Terminal Wisata, Anggaran Rp 1 M Disiapkan
Bahkan pihaknya menilai opsi relokasi itu sebagai pikiran instan dari pemkab. Dia mempertanyakan, penanganan-penanganan yang sudah dilakukan pemkab selama ini apakah sudah benar, sehingga opsi relokasi menjadi jawaban terakhir untuk mengakhiri kegelisahan warga di sana.
"Karena relokasi ini bukan sekadar memindahkan bangunan dari satu tempat. Tapi juga ada aspek sosiokultural yang sudah lama terbangun di lingkungan masyarakat di sana. Ini juga harus jadi perhatian," lanjut politisi yang akrab dipanggil Wawan tersebut.