Perjalanan Fira untuk mengupayakan kesetaraan tentu tidak mulus, namun ia berhasil membuktikan pada dirinya sendiri. "Dengan semangat yang luar biasa, itu bisa mengalahkan keterbatasan," imbuhnya.
Baca juga: Seni Menggarnis Tulisan Ala Mashdar Zainal, Penulis Buku Hidup Ini Indah Bro! dan Pengoleksi Rempah
Sementara itu, Maizidah Salas, Koordinator Departemen Pendidikan dan Sosialisasi di Serikat Buruh Migran Indonesia, berpendapat kalau Break The Bias adalah mewujudkan tata kelola buruh migran yang adil, etis, dan sejahtera, terutama bagi buruh migran perempuan.
Maizidah Salas adalah mantan korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan Tindak Perdagangan orang yang sekarang mendirikan kampung buruh migran di Wonosobo, menjadi aktivis buruh migran di Serikat Buruh Migran Indonesia, dan menjadi salah satu peraih penghargaan sebagai Trafficking In Person Heroes 2018 dari Menteri Luar Negeri A.S.
"Ada banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa buruh migran masih mengalami penindasan, kekerasan, dan termaginalkan. Salah satunya yakni budaya patriarki yang masih dilanggengkan. Buruh migran masih mendapat stigma negatif dan tidak memperoleh bantuan saat pandemi," ungkap Salas.
Baca juga: Pengembaraan Imajinasi The Wanderlust, Teknik Plototan Jadi Ciri Khas Karya dari Galih Reza Suseno
Perempuan Jadi Atlet atau Berkarier di Politik, Why Not?
Menurut Dellie Threesyadinda, Break The Bias berarti perempuan bisa berprestasi di bidang apa saja, termasuk olahraga, dan menjadi inspirasi bagi generasi muda.
Dellie Threesyadinda memulai karier sebagai atlet panahan sejak usia 7 tahun dari ibundanya Lilies Handayani yang juga seorang atlet panahan peraih medali pertama di Olimpiade Seoul.
Dellie berhasil meraih medali perak di Archery World Cup dan Emas di Sea Games. Saat ini Dellie juga aktif melatih dan mengorganisir event-event olahraga selain beraktivitas di Kadin Surabaya.
"Panahan adalah bidang olahraga yang saya cintai. Mama adalah inspirasi saya. Dengan menjadi atlet panahan, saya telah membuktikan bahwa perempuan bisa mendapat pengakuan karena kontribusi dan prestasinya, bukan hanya karena penampilan," terang atlet panahan dan Kabid Industri Olahraga itu.
Baca juga: Ahmad Fuadi Merasa Beruntung 4 Tahun Nyantri di Gontor: Ruh Keikhlasan dan Pondok Ibarat Ibu Kandung
Menurut Mutmainah Korona, anggota parlemen Perempuan DPRD Kota Palu dan Pendiri Yayasan Sikola Mombine, Break The Bias adalah mewujudkan negara yang responsif dan berkeadilan melalui perempuan-perempuan yang turut hadir dan terlibat dalam kebijakan politik.
Mutmainah Korona memulai karier sebagai pekerja sosial isu perempuan dan anak, dan kemudian menjadi politisi perempuan.
Saat ini ia menjabat sebagai Ketua Komisi A Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat DPRD Kota Palu.
Selain itu, ia juga merupakan pendiri organisasi perempuan Sikola Mombine, sebuah organisasi yang fokus mendorong gerakan kepemimpinan perempuan di akar rumput dan sebagai laboratorium pengetahuan perempuan berbasis analisis gender dan feminisme.
Sempat merasa ragu dengan dunia politik, namun Mutmainah kemudian memutuskan untuk terjun di bidang ini.
"Politik adalah media untuk satu ruang, di mana kehidupan masyarakat difokuskan di situ. Di Indonesia, patriarki memang masih ada dan sangat maskulin. Perempuan yang masuk politik biasanya hanya merupakan pemantik dan pewarna-warni saja, namun saya belajar kalau politik penting bagi perempuan, siapa yang lebih kuat akan mendominasi. Maka dari itu, saya buktikan dengan kepemimpinan yang meyakinkan, meski jumlah perempuan di parlemen sedikit tapi berkualitas," papar Mutmainah.
Baca juga: Kisah Jovan Zachary Arek Suroboyo Goes to US Navy, Merantau Berujung Jadi Tentara Amerika Serikat
Foto Jurnalistik Tidak Mengenal Gender
Selama 23 tahun lebih berkarier di bidang foto jurnalistik, Adek Berry berhasil membuktikan bahwa perempuan bisa menjadi fotografer jurnalistik. Hal ini dikarenakan foto jurnalistik tidak mengenal gender.
Menurut Adek Berry, Photo Journalist Agence France-Presse di Jakarta, Break The Bias menegaskan bahwa perempuan bisa melakukan apa saja.