TRIBUNJATIM.COM - Inilah cerita serba-serbi kasus baru Brigadir J yang melibatkan atasannya sendiri, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.
Selalu ada informasi baru yang menarik terlihat dalam kasus Brigadir Yosua Hutabarat.
Mulai dari para saksi yang hadir di persidangan berjumlah 12 dari Jambi yang merupakan keluarga Yosua.
Ternyata sebagian besar dari mereka tidak dibiayai untuk menuju Jakarta hadir dalam persidangan.
Lantas siapa sosok yang menanggung semua biayanya?
Baca juga: Ternyata Benar Putri Candrawathi Fitnah Brigadir J, Anah Buah Ditipu, Ferdy Sambo Muntab Cek CCTV
Mari simak cerita-cerita baru serba-serbi Kasus Brigadir J yang dirangkum Tribun Jatim berikut.
12 Saksi dari Jambi Tak Dibiayai Menuju Jakarta
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan 12 saksi dalam sidang kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J dengan terdakwa Bharada Richard Eliezer atau Bharada E di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (25/10/2022).
Ternyata 12 saksi di sidang pembunuhan Brigadir J, dimana 11 saksi dari Jambi tak dibiayai negara dan Jaksa. Semua biaya mulai dari ongkos tiket pesawat, menginap sampai makan dan minum selama di Jakarta semuanya ditanggung oleh Kuasa Hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak.
Alasannya, karena negara dan Kejaksaan Agung tidak memiliki uang untuk membiayai kedatangan ke 11 saksi tersebut di sidang pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Bharada E.
Hal itu diungkapkan kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak di Podcast Horas Inang yang dipandu Irma Hutabarat di YouTube, yang dilihat Wartakotalive.com, Selasa (25/10/2022).
Kamaruddin mengaku dirinya ditelepon Jaksa Penuntut Umum (JPU) agar menghadirkan 11 saksi dari Jambi ke persidangan.
"Jaksa menginginkan supaya 12 saksinya itu dihadirkan secara fisik atau offline. Hakim sebenarnya memberikan pilihan boleh offline boleh online. Tetapi Jaksa bilang supaya lebih cetar atau menggigit didatangkanlah ke sini," kata Kamaruddin.
Kemudian kata Kamaruddin, ia bertanya ke jaksa apakah ada uang negara atau kejaksaan untuk mendatangkan ke 11 saksi itu, jaksa menjawab tidak ada.
Sebab diketahui 11 saksi dari keluarga dan kerabat Brigadir J adalah bukan orang berada dan hanya hidup sederhana di Jambi.
"Saya bilang ada gak uang negara? Ada gak uang kejaksaan? Mereka bilang tidak ada. Berarti dengan tidak ada uang negara atau uang pemerintah, saya harus merogoh kantong saya, diantaranya 11 kali Rp5 juta untuk tiket pulang pergi, sudah Rp55 Juta. Lalu mereka diperkirakan menginap dua malam. Jika semalam Rp 1 Juta maka untuk sebelas orang dikali 2 jadi Rp22 Juta," ujarnya.
Baca juga: Fakta Ferdy Sambo Nikah Lagi Tak Dikuak? Kamaruddin Kini Ungkap Putri C Rayu Brigadir J, Gak Lazim
Menurut Kamaruddin dengan ditambah uang makan dan uang saku serta sebagainya, maka sekitar Rp 80 juta lebih harus ia siapkan.
"Itu untuk sekali sidang. Ini terdakwa kan banyak. Berapa kali datang mereka nanti, maka saya yang menanggungnya karena negara dan kejaksaan tidak ada uang," katanya.
Namun kata Kamaruddin, yang ingin ia katakan adalah dirinya tidak perlu kuatir karena Tuhan mengatur semuanya.
"Ada saja orang mengantar duit buat saya, ibaratnya. Misalnya tiba-tiba saya dapat perkara perkara baru kemarin. Saya cuma bicara 15 menit kemarin, padahal 1 tahun ditangani pengacara ini nggak berhasil, saya cuma bicara 15 menit di Polda, klien saya langsung dibayar Rp900 juta sampai Rp1 miliar, Dan saya bisa mendapat bagian berapa puluh persen dari itu," ucap Kamaruddin.
Jadi kata Kamaruddin semuanya tercukupi oleh kuasa Tuhan. "Tuhan itu sangat unik kerjanya. Yang penting kita percaya saja, kita imani dan kita bekerja sesuai kehendaknya. Ibaratnya Tuhan pohonnya, kita rantingnya. Kalau kita menempel kepada pohon pasti buahnya bagus. Karena Tuhan pohon yang bagus, jadi kita akan selalu berbuah tepat pada waktunya," kata Kamaruddin.
"Sehingga segala sesuatu indah pada waktunya," kata Kamaruddin.
Polisi Berpangkat Kombes yang Larang Keluarga Brigadir J Lihat Jenazah
Tangisan Mahareza Rizky Hutabara, adik kandung Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, tak lagi terbendung kala bersaksi pada persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (25/10/2022).
Reza Hutabarat, panggilan karibnya, bersaksi soal betapa jenazah abangnya begitu ditutup-tutupi pihak kepolisian.
Kepada hakim, Reza Hutabarat menceritakan ia mendapatkan kabar bahwa kakaknya meninggal dunia dan dibawa ke RS Polri Kramat Jati, Jakarta Timur.
Setibanya di sana, Reza Hutabarat dilarang polisi lihat jenazah Brigadir J
"Sampai saat saya sedikit ngotot, saya kan adiknya. Terus dijawab 'Udah tunggu sini saja, kamu enggak usah masuk. Kamu sabar'," kata Reza Hutabarat di persidangan.
Baca juga: Kondisi Ranjang Putri C Jadi Bukti Brigadir J Melecehkan, Pengacara Yakin, Jaksa Tegas itu Rekayasa
Reza Hutabarat pun menyatakan bahwa dirinya akhirnya menaati perintah perwira menengah itu untuk menunggu.
Tangisan Reza Hutabarat pun mulai tumpah saat dirinya memohon agar bisa menemui jenazah kakak kandungnya tersebut.
"Saya tidak bisa melihat, saat mau dipindahkan ke dalam peti pun saya berteriak juga,"
"Izin komandan, ini abang saya biarkan saya menggendong dia terakhir kali," kata Reza Hutabarat sembari menahan tangis.
Tak cuma sekali Reza Hutabarat mengaku ia memohon berkali-kali agar diizinkan untuk melihat jenazah Brigadir J.
"Komandan saya benar-benar izin komandan. Saya ingin menggendong abang saya terakhir kali dimasukkan ke dalam peti," sambung Reza Hutabarat.
Hasilnya, dia akhirnya dilerai oleh seorang perwira bernama AKBP Hendrik.
Ia menuturkan bahwa dirinya baru diperbolehkan masuk seusai jenazah Brigadir J telah dimasukkan ke dalam peti.
Dia pun langsung berdoa di depan peti jenazah kakak kandungnya tersebut.
Tapi saat sedang berdoa, Reza Hutabarat diminta untuk cepat-cepat pergi.
"Pas saya masuk, sudah dimasukkan sudah rapih di dalam peti baru saya baru boleh melihat almarhum,"
"Saya lihat bentar, saya berdoa saya juga masih mendengar "udah belum sih, udah belum sih" ada suara seperti itu. Saya mendengar jelas," jelasnya.
Reza Hutabarat akhirya memilih untuk keluar ruangan.
Bharada Eliezer Mengucapkan Tak Ada Perkosaan Brigadir J ke Putri C
Kuasa hukum Richard Eliezer alias Bharada E menyebut ungkapan kliennya yang meyakini Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J tidak melakukan pelecehan terhadap Putri Candrawathi dari lubuk hati yang paling dalam.
"Iya pernyataan itu dari dasar hati, karena kita lihat tadi bahwa keluarga juga menyampaikan curahan hati, makanya adik kami ini Bharada E juga menyampaikan," kata Ronny Talapessy, kuasa hukum Bharada E, Selasa (25/10/2022).
"Karena dia meyakini bahwa almarhum J tidak seperti yang dituduhkan, jadi tadi dia sampaikan," sambung dia.
Terkait pembuktian pelecehan tersebut, Ronny mengatakan bahwa pihaknya enggan mendahului persidangan.
"Nanti kita lihat fakta-fakta persidangan yang besok atau minggu depan akan disampaikan," kata dia.
"Tapi yang perlu kita sampaikan bahwa permintaan maaf secara tulus oleh Richard Eliezer, dia sudah sampaikan secara langsung," sambungnya.
Ferdy Sambo Tak Biasa saat Brigadir J Tewas
Ekspresi Ferdy Sambo terlihat tak biasa setelah tewasnya Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Hal itu diungkapkan oleh Eks Kanit I Subdit III Dittipidum Bareskrim Polri Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ari Cahya Nugraha saat bersaksi dalam sidang terdakwa AKP Irfan Widyanto dalam perkara obstruction of justice kasus pembunuhan Brigadir J.
Menurut pria yang akrab disapa Acay itu, wajah Ferdy Sambo tampak tidak seperti biasanya saat kali pertama ia menemuinya usai insiden penembakan yang menewaskan Brigadir J.
Acay menceritakan, dirinya bisa bertemu Ferdy Sambo usai kejadian penembakan yang menewaskan Brigadir J.
Acay menjelaskan bahwa awalnya dia dihubungi oleh Ferdy Sambo pada Jumat, 8 Juli 2022. Dalam percakapannya via telepon, Acay diminta Ferdy Sambo untuk datang ke rumahnya.
Saat itu, Ferdy Sambo tidak menjelaskan alasannya kepada Acay mengapa dirinya diminta datang ke rumah mantan Kadiv Propam Polri tersebut.
"Beliau hanya memerintahkan ke rumah, kemudian saya datang," kata Acay dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (26/10/2022).
"Kurang lebih ditelepon 17.30-17.45 dengan kalimat, 'Cay, ke rumah saya sekarang'. Saya bilang, 'Siap, Jenderal'. Telepon ditutup."
Setelah diperintah Ferdy Sambo untuk datang ke rumahnya, Acay segera bergegas ke sana dengan mengajak bawahannya AKP Irfan Widyanto.
Saat itu, Acay langsung meluncur menuju rumah pribadi Ferdy Sambo yang berada di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Namun, ternyata Ferdy Sambo tidak berada di rumah Kemang.
"Sampai di sana tidak ada aktivitas apa pun, saya coba menelepon sopir Ferdy Sambo, kemudian tidak diangkat," tutur Acay.
"Setelah kurang lebih 5 sampai 10 menit, sopirnya atas nama Dadang telepon ke saya."
Selanjutnya, Acay menanyakan keberadaan Ferdy Sambo kepada Dadang. Tak lupa, Acay juga menjelaskan kepada Dadang bahwa dia diperintahkan menemui bekas Kadiv Propam itu.
Setelah dijelaskan bahwa Sambo berada di Kompleks Polri Duren Tiga, Acay bersama AKP Irfan pun langsung meluncur ke sana. Acay bersama Irfan baru tiba sekitar pukul 18.45 WIB.
Sesampainya di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Acay langsung masuk melalui pintu samping. Saat itulah, ia melihat Ferdi Sambo berpakaian lengkap seragam Pakaian Dinas Lapangan (PDL).
"Setelah melewati pagar, posisi Pak FS ada di meja, beliau sedang merokok sendirian," tutur Acay.
Acay mengatakan, pada saat ia menemui Ferdy Sambo, ada raut wajah yang tidak biasa. Menurutnya, wajah Ferdy Sambo tampak memerah dan terlihat sangat marah.
"Dengan pakaian PDL dan celana PDL, dengan wajah yang tidak seperti biasanya, wajahnya merah, dia merokok sendirian. Setelah rokok dimatikan, baru saya berani mendekati beliau," ucap Acay.
Berita seputar Pembunuhan Brigadir J lainnya