TRIBUNJATIM.COM - Ucapan atau perbuatan berbau toxic kerap ditemukan dalam masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari kesehatan mental.
Tak jarang, kita mengucapkan kata-kata penyemangat saat mengalami kegagalan atau kesedihan yang teramat dalam.
Tindakan itu memang tak sepenuhnya salah.
Namun jika terus menolak emosi negatif, kita akan terjebak dalam situasi yang disebut dengan toxic positivity.
Jika terus dibiarkan, kondisi ini justru bisa merusak kesehatan mental kita.
Toxic positivity bisa menyerang siapa saja, termasuk kaum muda.
Dalam hal ini, tim TribunJatim.com akan mengambil contoh para pejuang SBMPTN yang sedang berusaha keras agar dapat diterima di universitas impiannya.
Kerasnya persaingan masuk perguruan tinggi rentan membuat para siswa overthinking hingga stres.
Pada akhirnya banyak dari mereka yang tanpa sadar mengalami toxic positivity agar bisa fokus mempersiapkan ujian tersebut.
Sehubungan dengan hal ini, tim TribunJatim.com telah merangkum berbagai hal tentang toxic positivity, mulai dari penjelasan lengkap, ciri-ciri hingga bahayanya.
Penasaran apa saja itu?
Langsung saja yuk simak informasi Tribun Jatim selengkapnya berikut ini.
Apa Itu Toxic Positivity?
Toxic positivity adalah sebuah kondisi ketika seseorang menuntut dirinya sendiri atau orang lain untuk selalu berpikir dan bersikap positif, namun menolak semua emosi negatif.
Padahal, emosi negatif juga perlu diekspresikan, karena jika terus disangkal, dapat menyebabkan rusaknya kesehatan mental, termasuk stres berat, cemas, depresi hingga PTSD.