Diakui, dulu saat sempat ditangkap, Dinas Kesehatan Kabupaten Badung ingin melakukan pembinaan dan memastikan keberadaan dokter tersebut.
Hanya saja rumahnya selalu dikunci.
Bahkan saat itu tidak ditemukan plang praktik dokter.
Baca juga: Punya 3 Istri, Pak Dokter Usia 50 Kini Sambut Kelahiran Anak ke-60, Mengaku Masih Mau Nikah Lagi
"Sebelum saya menjadi kepala dinas, seingat saya kita pernah ke sana ingin melakukan pembinaan. Namun rumahnya dikunci dari dalam. Dari sana kita tidak bisa melakukan pembinaan lagi, karena rumah tertutup rapat," jelasnya.
dr Padma juga mengakui hal itu sangat legal, sehingga ranahnya ada di kepolisian.
Mirisnya lagi pasien yang ke praktik itu dengan sukarela dan mau dibodohi oleh orang tersebut.
"Orang ini sudah residivis dengan kasus yang sama. Tentu harapan kami hukum semaksimal mungkin, agar ia kapok," imbuhnya.
Akibat perlakuannya tersebut, tersangka yang merupakan residivis ini pun dikenakan pasal berlapis.
Yakni pasal 77 Jo pasal 73 ayat 1 UU no.29 Tahun 2004 tentang praktik dokter, dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp150 juta.
Selanjutnya Pasal 78 Jo Pasal 73 Ayat 2 UU no. 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedoteran, ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp150 juta.
Dan Padal 194 Jo Pasal 75 Ayat 2 UU no.36 Tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Saat ini tersangka sudah ditahan di Polda Bali.
Terpisah, Wadireskrimsus Polda Bali, AKBP Ranefli Dian Candra mengatakan bahwa pasien aborsi ilegal tersebut berasal dari anak SMA, mahasiswi hingga pekerja.
Mirisnya, selain sebenarnya ia adalah seorang dokter gigi, tersangka I Ketut Ari Wiantara selama ini tidak pernah terdaftar di IDI.
“Sebetulnya awalnya adalah dokter gigi, tapi belum terdaftar di IDI, sehingga ilegal untuk melakukan praktik apapun."