Warga bergolak.
Mereka nekat mendatangi kepala dusun untuk mundur dari jabatannya.
Mereka juga nekat mendatangi lurah agar memecat dukuh.
Senija mengungkapkan, pemberhentian sebagai aparat desa harus melalui prosedur.
Pasalnya, kewenangan lurah dibatasi oleh regulasi, termasuk soal memberi sanksi maupun memberhentikan pamongnya.
Baca juga: Paksa Pacar Makan Kotoran Manusia, Seniman Tato Kesal Korban Selingkuh Padahal Sudah Dimanjakan Uang
Bila tidak, maka keputusannya bisa digugat di PTUN.
"Pak Lurah sudah ikut aturan itu. Kalau keluar dari aturan itu, kami sebagai pembinaan dan pengawasan mengingatkan lurah agar tidak keluar dari relnya," kata Senija.
Senija mengatakan, prosedur sanksi berupa teguran lisan dan tertulis, hingga Surat Peringatan I dan II.
“Lurah terikat hal ini, tidak bisa serta merta memberhentikan. Kami mengawasi," kata Sanija.
Ia juga menyarankan Dukuh Pranan, W, terus melakukan komunikasi dengan warga, baik dalam bentuk permohonan maaf, berjanji tidak melakukan perbuatan serupa, dan menunjukkan perubahan perilaku bisa lebih baik lagi.
"Komunikasi dengan masyarakat semoga bisa menerima," kata Sanija.
Baca juga: Wanita Tak Terima Wajahnya Diolesi Kotoran Pacar karena Ketahuan Selingkuh di Kos, Si Penggoda Kabur
Analis Kebijakan dari Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kalurahan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPMKPPKB) Kulon Progo, Risdiyanto mengungkapkan, pamong bekerja di bawah aturan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2020 tentang Pamong Kalurahan dan peraturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun tahun 2021.
Dalam Perda 10, terdapat banyak rambu berupa larangan bagi seorang pamong selama menjabat.
Salah satunya larangan melnggar norma yang hidup dan berkembang di masyarakat sehingga bisa menimbulkan hilangnya kepercayaan.
Dalam kasus pamong selingkuh, ia dinilai telah melanggar mencederai norma dalam masyarakat.
Baca juga: Akhir Tragis Perawat Tolak Ajakan Selingkuh Kakak Ipar, Tubuh Ada di Danau, Sempat Ribut dengan Ayah