“Dari PT KAI sendiri belum memiliki sertifikat. Yang ada adalah dokumen lama groundcart. Dan lahan tersebut masuk dalam aset. Itu saja,” tegasnya.
“Sedangkan masyarakat pun begitu. Mereka tidak memiliki dokumen apapun, klaimnya adalah mereka sudah menghuni lokus tersebut selama puluhan tahun,” tegasnya.
Sehingga dengan posisinya inipun, BPN juga belum bisa melakukan penerbitan hak milik seperti sertifikat untuk masing-masing belah pihak baik PT KAI ataupun warga masyarakat.
“Karena kami di BPN ketika menerbitkan hak milik harus pada posisi tanah atau lahan dan kondisi yang clean dan clear. Artinya memang harus ada kajian atau penelitian lebih lanjut,” tegasnya.
Sebagaimana diberikan sebelumnya, Koordinator aksi yang diwakili oleh Paguyuban Warjoyo, mengatakan bahwa dalam aksi ini mereka menyampaikan sejumlah tuntutan.
Yang pertama adalah mereka meminta PT KAI tidak melakukan klaim sepihak atas tanah yang ditempati warga sebagai aset dari PT KAI.
“Karena Paguyuban Gapokmas dan Warjoyo ini sudah menempati, merawat, dan menguasai secara fisik lahan di sana selama lebih dari 60 tahun secara sah,” katanya.
Berikutnya mereka juga menuntut agar PT KAI tidak menghalangi pendaftaran hak atas tanah di kantor BPN terhadap tanah yang telah ditempati warga puluhan tahun lamanya.
Selain itu, mereka juga meminta agar PT KAI tidak melakukan aksi represif kepada warga yang sedang memperjuangkan pendaftaran hak atas tanah yang telah ditempati tersebut.
“Sedangkan kepada BPN Jawa Timur memberikan petunjuk atau perintah kepada kantor pertanahan Surabaya dan Sidoarjo untuk menerima dan tidak menolak terkait pendaftaran dan permohona hak atas tanah milik warga yang menempati lahan tersebut diatas,” tegasnya.
Dan mereka meminta agar BPN Jatim menolak permohonan hak atas tanah dari PT KAI yang saat ini ditempati oleh warga. Segala tuntutan warga tersebut juga disampaikan saat audiensi dengan BPN Jatim.