Berita Viral

Sosok Anam Anak Tukang Parkir yang Sukses Lulus S3 di Ceko, Tuai Pujian dari Banyak Profesor Eropa

Penulis: Alga
Editor: Mujib Anwar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mohammad Choirul Anam yang berhasil lulus S3 di Ceko

TRIBUNJATIM.COM - Seorang anak tukang parkir sukses lulus S3 di Ceko, kisah inspiratifnya pun viral di media sosial.

Ia adalah Mohammad Choirul Anam, seorang anak tukang parkir yang berhasil lulus S3 di Ceko.

Untuk menggapai mimpinya tersebut, Choirul Anam harus menjalani kehidupan yang berliku.

Siapa sangka dari kontrakan sempit, ia jadi salah satu lulusan terbaik.

Baca juga: Aktor Dulu Pernah Jadi Wagub Kini Lulus S3 Bareng Anak, Sama-sama Cumlaude IPK 4,0: Alhamdulillah

Mengutip TribunTrends.com, Choirul Anam lulus S3 dari Charles University di Praha, Ceko.

Hebatnya, Choirul Anam berhasil lulus dalam waktu tiga tahun empat bulan saja.

Choirul Anam diwisuda S3 pada Februari 2023 lalu.

Tak lama setelah lulus, ia mendapat tawaran melakukan penelitian di Eropa tentang penggunaan dana desa.

Penelitian tersebut merupakan kolaborasi riset dari Arizona State University USA dan St Andrews University, Scotlandia.

Tawaran ini tentu saja merupakan sesuatu yang membanggakan lantaran kedua kampus tersebut termasuk dalam sekolah yang bergengsi.

Adapun risetnya tentang dana desa di Eropa mendorongnya menjadi salah satu peneliti dana desa terbaik yang dimiliki Indonesia.

Disertasi yang berhasil membawanya mendapat gelar PhD di kampus tertua di Eropa Tengah ini mendapat pujian banyak profesor di Eropa.

Prof Frantisek Ochrana sebagai senior Professor di Faculty of Social Science mengatakan bahwa Choirul Anam merupakan salah satu mahasiswa terbaiknya yang bisa menyelesaikan berbagai tantangan dalam studi PhD-nya.

Sedang supervisornya, Prof Michal Placek, memberi pujian yang tinggi karena dedikasi Choirul Anam dalam meneliti dan memberikan kontribusi besar untuk Indonesia.

Tak hanya itu, kelulusannya dalam waktu sangat cepat mendapat pujian dari Prof Arnold Vesely sebagai suatu yang extremely unusual alias sangat tidak biasa.

Mengingat bahwa tidak mudah untuk dapat lulus dengan sangat cepat di kampus yang terbilang kompetitif di Eropa.

Apalagi jika dilihat dari latar belakangnya, Choirul Anam bukanlah lahir dari keluarga kaya raya.

Bahkan ayahnya pernah menjadi juru parkir di parkiran Universitas Jayabaya Jakarta tahun 1986-1987 dan di Bekasi tahun 1987-1990.

Selama lima tahun menjadi juru parkir, almarhum Moch Sahlun sang ayah kala itu hanya mampu menempati rumah kontrakan sempit.

Di kontrakan berukuran 2x3 meter, ia tinggal bersama Choirul Anam kecil dan keluarganya.

Kala itu listrik hanya hidup 11 jam, dari jam enam malam dan akan mati jam lima pagi.

"Hal yang paling saya ingat adalah kalau ingin mendengarkan radio harus bangun jam 4 pagi karena jm 5 listrik sudah mati.

Kami juga tinggal di kontrakan ber-lima bersama paman dan bibi," kata Anam dalam keterangan tertulisnya, Kamis (17/8/2023).

Baca juga: Wisuda di Usia 56 Tahun, Haji Sukadi Didampingi 3 Istrinya, Ungkap Rahasia Rukun & Punya 18 Anak

Namun meski dia waktu kecil hidup di dalam kesulitan, tetapi tidak mematahkan semangat juangnya untuk berkuliah tinggi.

Bahkan Choirul Anam dapat menyelesaikan studi S1 Akuntansi dan Studi S2 MPKP Fak Ekonomi Universitas Indonesia (UI).

Prestasi yang diraihnya ini tentu tidak didapat dengan mudah karena melalui berbagai usaha dan kerja keras yang luar biasa.

Tak heran jika Choirul Anam juga pernah menjabat sebagai Koordinator Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia 2020-2021.

"Kuncinya adalah pantang menyerah dan yakin bahwa setiap usaha baik dan maksimal akan mendapat hasil yang baik dan maksimal pula," kata Choirul Anam.

Choirul Anam, anak tukang parkir yang sukses lulus S3 di Ceko (Istimewa)

Sementara itu seorang tukang ojek asal Garut, Jawa Barat, Wagiman (51), berhasil menyekolahkan anaknya hingga meraih gelar doktor di Universitas Padjajaran (Unpad).

Bahkan anak tukang ojek tersebut berhasil meraih gelar doktor termuda FMIPA di Universitas Padjajaran.

Dulu pernah diremehkan tetangga, kini sang tukang ojek berhasil menyekolahkan anaknya.

Kini ia menceritakan perjuangannya bisa menyekolahkan anak sampai jadi doktor.

Ternyata kisahnya ini berawal dari krisis moneter tahun 1999 hingga ia tak berhenti berjuang menafkahi istri dan anak.

Kala itu ia harus kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai karyawan pabrik di Bandung.

Wagiman kemudian memutuskan pulang ke kampung halaman istrinya di Kampung Neglasari, Desa Mekarsari, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat (Jabar).

Berbekal uang pesangon dari perusahaan, dia memutuskan membeli sepeda motor.

Dia pun banting setir menjadi tukang ojek di kampung.

Pekerjaannya sebagai tukang ojek membuatnya kerap disapa dengan panggilan 'Mas Ojek'.

"Pertama saya beli GL, karena kondisi di sini pegunungan, akhirnya saya jual," ujar Wagiman kepada Tribun Jabar di kediamannya pada Jumat (11/8/2023).

"Saya ganti dengan beli motor Supra X tahun 2000, milik teman. Dulu harganya Rp5 juta," imbuhnya.

Siapa sangka, setelah 24 tahun berlalu, Honda Supra X miliknya ini menjadi saksi dari perjuangannya dalam menyekolahkan anak sulungnya.

Anak pertamanya, Wiwit Nur Hidayah, baru saja mendapat gelar doktor termuda di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unpad Bandung.

Baca juga: Sosok Mahasiswa Abadi di Lampung yang Lulus Setelah Selesaikan Kuliah 14 Semester, Ditangisi Rekan

"Motor ini alhamdulillah kalau ada orderan ke Tasik, ke mana-mana, siang malam siap berangkat. Pajak masih jalan, surat juga lengkap," ucapnya.

Hingga kini sepeda motor bebek miliknya tersebut masih terawat dengan baik meski di beberapa bagian terlihat lusuh ditelan usia.

Seperti di bagian jok terlihat sudah mulai sobek dan bagian badan motor sudah mengelupas.

"Di musim mudik juga saya dan istri bersama Wiwit yang saat itu masih kecil, pernah pulang ke kampung saya di Kebumen," ucapnya.

Wagiman menjelaskan, pekerjaan menjadi tukang ojek bisa diandalkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan sekolah anak pada 1999.

Namun pekerjaan yang diandalkannya tersebut mulai terasa sepi orderan di tahun 2012.

Transportasi roda dua sudah mulai banyak dimiliki oleh masyarakat.

Ia pun akhirnya berpindah pangkalan, semula di kampung halamannya, kemudian berpindah ke Pasar Andir Bayongbong hingga kini.

"Kalau sekarang memang terasa begitu beratnya. Tapi ya harus saya tekuni. Karena itu satu pekerjaan dan saya yakin bukan profesi terhina," ucapnya.

"Saya juga sekarang punya tanggung jawab, adiknya Wiwit ini masih kuliah."

"Alhamdulillah dari jerih payah saya yang begini masih bisa membiayai anak-anak," lanjut Wagiman.

Wagiman dan Tatat Kurniati saat ditemui di kediamannya di Kampung Neglasari, Desa Mekarsari, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Jumat (11/8/2023). (Istimewa via Tribun Jabar)

Saat Tribun Jabar datang, Wiwit Nur Hidayah tidak sedang berada di rumah.

Wiwit Nur Hidayah sudah kembali ke Bandung untuk menyelesaikan urusannya setelah menyelesaikan pendidikannya.

"Teh Wiwit kemarin berangkat lagi ke Bandung, dipanggil dosennya, mungkin mengurus yang belum selesai," ungkap Wagiman.

Dilansir dari laman resmi Unpad, Wiwit bertekad untuk menjadi seorang ilmuwan.

Dia sudah menyandang empat gelar akademik di usianya yang masih 25 tahun.

Empat gelar tersebut yakni Sarjana Farmasi (S. Farm), Apoteker (Apt.), Magister Sains (M.Si.), dan gelar terakhir yaitu doktor (Dr.)

"Jujur enggak nyangka bisa sampai ke S3, dan bahkan enggak ada bayangan mau jadi doktor," ujar Wiwit Nur Hidayah.

Berita Terkini