Pemilu 2024

Resmi, Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, Ada Perbedaan Pendapat

Editor: Dwi Prastika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sembilan Hakim konstitusi yang hadir dalam sidang putusan uji materi terkait batas usia capres dan cawapres di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

TRIBUNJATIM.COM - Gugatan terkait batas usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (16/10/2023).

Penolakan tersebut diumumkan dalam sidang pleno putusan yang digelar di Gedung MK, Jakarta.

Batas minimal usia capres-cawapres dinyatakan tetap 40 tahun.

Kepala daerah yang belum berusia 40 tahun tidak boleh maju Capres-Cawapres.

Putusan ini menanggapi terkait gugatan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan nomor gugatan 29/PUU-XXI/2023.

"Amar Putusan, Mengadili: Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK, Anwar Usman dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi.

Adapun putusan ini disepakati lewat Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) oleh sembilan hakim konstitusi, yaitu Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Manahan Sitompul, Daniel Yusmic P Foekh, Enny Nurbaningsih, M Guntur Hamzah, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams.

Dissenting Opinion

Kendati demikian, ada dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari hakim Suhartoyo dan hakim M Guntur Hamzah.

Hakim Suhartoyo mengatakan, gugatan yang diajukan perlu dicermati yaitu terkait persayratan keseluruhan dalam pencalonan presiden dan wakil presiden sebagaimana ditentukan dalam pasal 169 UU Nomor 7 Tahunn2017.

Suhartoyo mengatakan, pada hakikatnya persyaratan untuk menjadi capres-cawapres adalah persyaratan yang melekat pada calon yang akan mendaftarkan.

Baca juga: Profil 9 Hakim MK di Sidang Putusan Batas Usia Minimal Capres-Cawapres, Ada Adik Ipar Jokowi

Sehingga belum dapat dikaitkan dengan persyaratan lainnya terkait pendaftaran sebagai capres-cawapres.

"Misalnya berkaitan dengan tata cara pengusulan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6A ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan 'Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum', serta tata cara penentuan, pengusulan dan penetapan sebagaimana di antaranya dimaksudkan dalam Pasal 221 dan Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017," katanya.

Suhartoyo mengungkapkan, filosofi dan esensi dari Pasal 169 UU 7 Nomor 2017 hanya berlaku untuk subjek hukum yaitu orang yang mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres.

Alhasil, Suhartoyo mengatakan ketika ada orang lain yang tidak mencalonkan diri sebagai capres-cawapres menggugat pasal tersebut, maka hal tersebut tidak dapat dilakukan.

Halaman
123

Berita Terkini