Selain itu F bercerita kepada ayahnya jika temannya yang lain A, yang saat itu berada di dekat H sempat terlempar ke atas dan jatuh lagi ke sungai.
Diduga A terlempar karena terkena punggung buaya yang menyerang H.
"A langsung bergegas naik, dia lari ketakutan dan badannya gemetar," jelas E (50), ayah Fadel.
Baca juga: Nasib Eks Kades Pelihara Puluhan Buaya di Halaman Rumah, Tetangga Tak Pernah Tahu, Tertutup Beton
Dampak lingkungan rusak
Serangan buaya jenis seluyong mendapat perhatian Wahana Lingkungan atau Walhi Kalteng.
Direktur Walhi Kalteng Bayu Herinata menjelaskan serangan buaya tersebut tak lepas dari kerusakan lingkungan yang menjadi habitat buaya.
"Kerusakan lingkungan berpengaruh pada ekosistem, sehingga membuat buaya mencari habitat baru," ucap Bayu saat diwawancara Tribun Kalteng, Senin (27/11/2023).
Sementara itu pengamat satwa liar, Budi Suryani menyebut buaya seluyong adalah jenis yang jarang terdengan menyerang manusia apalagi di wilayah pemukiman warga.
Biasanya buaya jenis tersebut memangsa ikan dan primata kecil seperti monyet.
Selain itu di lokasi kejadian juga bukan tempat buaya sering terlihat.
Budi yang juga Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional Tanjung Puting Wilayah II Kuala Pembuang menjelaskan habitat yang rusak membuat buaya tersebut bisa sampai ke pemukiman warga.
"Teritorialnya terganggu dan tidak memiliki habitat aman untuk mereka sehingga membuat buaya tersebut ke pemukiman warga," ujarnya.
Bayu juga berpendapat kerusakan lingkungan gambut dan kebakaran hutan hingga berpengaruh pada ekosistem Sungai Arut.
Aktivitas pembukaan lahan untuk perkebunan yang merusak habitat mangsa buaya juga menjadi faktor penyebab buaya menyerang manusia.
"Tempat biasa buaya mencari mangsa sudah tidak ada lagi," tutur Bayu