TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Mantan Bupati Sidoarjo dua periode Saiful Ilah (74), terdakwa atas dugaan kasus gratifikasi sebesar Rp44 miliar divonis majelis hakim dengan pidana penjara 5,3 tahun dan membayar denda sebesar setengah miliar rupiah, saat menjalani sidang putusan di Ruang Sidang Candra, Kantor Pengadilan Tipikor Surabaya, pada Senin (11/12/2023).
Ketua Majelis Hakim, I Ketut Suarta dalam membacakan amar putusannya, menyebutkan Terdakwa Saiful Ilah secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Karena menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp44 miliar.
Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel.
"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Saiful Ilah oleh karena itu dengan pidana penjara selama lima tahun, denda Rp500 juta, subsider tiga bulan. Menetapkan terdawa tetap ditahan," ujarnya saat membacakan amar putusan.
Baca juga: Sedang Berlangsung, Mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah Jalani Sidang Vonis Kasus Gratifikasi Rp 44 M
Selain itu, lanjut I Ketut Suarta, juga menjatuhi Terdakwa Saiful Ilah dengan pidana tambahan untuk mengembalikan biaya pengganti uang sekitar Rp44 miliar.
Jika, selama sebulan setelah putuskan majelis hakim berkekuatan tetap, biaya pengganti tersebut tak dapat dibayar oleh terdakwa.
Maka, harta benda terdakwa bakal dilakukan penyitaan oleh pihak Jaksa KPK untuk dilakukan pelelangan guna membayar biaya pengganti tersebut.
Dan, manakala harta benda terdakwa tak mencukupi. Maka bakal digantikan dengan pidana pengganti yakni masa penahanan selama tiga tahun.
"Pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp44 miliar, apabila dalam satu bulan uang pengganti tersebut tidak dibayarkan maka memerintahkan Penuntut Umum untuk menyita harta kekayaan, apabila tidak mencukupi maka diganti dengan pidana selama 3 tahun," jelasnya.
Tak berhenti di situ, lanjut I Ketut Suarta, mencabut hak berpolitik untuk menduduki jabatan publik selama kurun waktu tiga tahun setelah menjalani proses hukum pidana penjara.
"Tidak diperkenankan untuk mengikuti politik selama tiga tahun setelah terdakwa selesai mengikuti pidana pokoknya," katanya, kemudian melanjutkan pembacaan amar putusan mengenai barang bukti.
Vonis yang disampaikan oleh Majelis Hakim dalam amar putusannya itu, sesuai dengan tuntutan yang disampaikan oleh JPU KPK pada sidang beberapa pekan lalu.
Menurut Hakim Ketua I Ketut Suarta, hal yang memberatkan vonis tersebut didasari oleh pertimbangan bahwa Terdakwa Saiful Ilah yang kala itu sebagai kepala daerah; Bupati Sidoarjo dua periode tidak berperan aktif dalam pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
"Namun tidak dilakukan justru Terdakwa ikut terlibat dalam melakukan praktik korupsi. Perbuatan terdakwa telah menyebabkan kerugian negara," terang Hakim Ketua I Gede Suarta.
Mendengar putusan tersebut, Terdakwa Saiful Ilah yang semula terkantuk-kantuk hingga tubuhnya setengah membungkuk saat duduk di kursi pesakitan, mendadak tercengang.
Tubuh Terdakwa Saiful Ilah berupaya dibusungkan seperti berupaya tegar meratapi hasil putusan sidang kasus hukumnya yang kedua kali ini.
Namun, langkah kakinya tampak lunglai saat berjalan menuju kursi deretan penasehat hukumnya di sisi kanan ruang sidang. Terdakwa Saiful Ilah, tampak lunglai.
Setelah berkoordinasi secara berbisik dengan ketua tim penasehat hukumnya, Mustofa Abidin, dan kembali duduk ke kursinya semula. Terdakwa Saiful Ilah, secara tegas dengan suaranya yang berat dan kencang itu, menghendaki untuk mengajukan banding.
"Saya mau banding, Yang Mulia," tegas Terdakwa Saiful Ilah.
Raut wajah Terdakwa Saiful Ilah datar, bahkan cenderung memasang eksperi mulut menutup rapat seperti membentuk huruf C yang jatuh ke bawah.
Biasanya ia akan berkelakar nyeletuk dan mengumbar pernyataan ketika berhadapan dengan awak media, entah serumit apapun hasil persidangan pada tiap pekannya.
Tapi kali ini, tidak. Ia seperti jemu dengan kerumitan kasus yang menimpanya, dan memilih memberikan kuasa pada penasehat hukumnya melayani sesi tanya jawab dengan awak media.
"Tanya aja dengan penasehat hukum saya," ketus Terdakwa Saiful Ilah, seraya berjalan menyusuri lorong ruangan sidang menuju tempat tahanan sementara.
Dan, selama berlangsungnya sesi wawancara dengan tim penasehat hukumnya di depan ruang sidang candra, sempat terdengar sayup-sayup suara Terdakwa Saiful Ilah seperti meracau merutuki hasil vonis, selama berada di dalam ruang tahanan.
Sekadar diketahui, terdakwa Saiful Ilah didakwa oleh JPU KPK dengan Pasal 12B UU No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 Tentang Tipikor Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Saiful Ilah didakwa menerima sejumlah gratifikasi baik dari organisasi perangkat daerah (OPD) dilingkungan Pemda Sidoarjo, Direksi BUMD, hingga pengusaha, senilai sekitar Rp44 miliar.
Gratifikasi itu diberikan dalam bentuk uang rupiah, dolar, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel.
Perkara gratifikasi itu diduga dilakukan terdakwa selama menjabat sebagai Bupati Sidoarjo dua periode, periode 2010-2015 dan 2016-2021.
Saiful Ilah sebelumnya juga diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya, pada 2022 silam, dalam perkara suap proyek infrastruktur senilai Rp600 juta.
Saiful Ilah dinyatakan terbukti melanggar Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan divonis tiga tahun penjara dan denda Rp200 juta pada Oktober 2020.