Sedangkan kata-kata bahasa Jawa krama dan krama inggil dipakai kepada orang yang lebih tua.
"Diksi di dalam penggunaannya sesuai dengan unggah-ungguh (sikap sopan santun). Penggunaannya yang akan membedakan nanti," tegasnya.
Berkaitan dengan "ndasmu etik", Supardjo mengartikan kata tersebut bisa digunakan untuk candaan atau ejekan terhadap etik atau etika.
Baca juga: Arti Kata Slepet, SGIE, dan WIR, Viral Diucapkan Cak Imin, Gibran, Mahfud MD di Debat Cawapres 2024
Kata ndas bermakna kasar
Terkait penggunaan kata "ndas", Supardjo mengakui kata tersebut sering dianggap memiliki makna kasar dan digunakan untuk mengatai seseorang.
Menurutnya, orang Jawa memiliki kebiasaan menggunakan nama anggota tubuh bagian leher ke atas dalam bahasa Jawa ngoko untuk menunjukkan hal yang tidak baik.
Sebaliknya, anggota tubuh seperti tangan dan kaki jarang digunakan untuk mengatai orang lain.
"Itu bila disampaikan (dalam) bahasa ngoko nada tinggi berkonotasi tidak enak, tidak baik, kasar," ujar dia.
Dia menyoroti kata tersebut hanya berarti negatif ketika disampaikan dengan nada dan intonasi yang tinggi, ekspresi kasar, ataupun dalam konteks negatif.
Kata tersebut juga bermakna negatif ketika disampaikan untuk menangkal kritikan, dikatakan langsung ke orang yang memberikan kritikan, dan disampaikan dengan nada kasar.
"Kalau langsung pada yang mengkritik atau mengolok, menunjuk nama, itu jelas berkonotasi kasar," lanjut Supardjo.
Namun kata tersebut bisa bermakna positif jika diucapkan di antara teman sebaya, sesuai konteks untuk candaan, dan dengan intonasi yang baik.
"Bisa juga bermakna akrab, (diucapkan di antara) teman lama, situasi tidak ada saling serang, bercanda," lanjutnya.
Di sisi lain, Supardjo mengungkapkan kata-kata dalam bahasa Jawa memang bisa memiliki makna yang berbeda jika diucapkan dalam konteks tertentu meski memiliki tulisan dan diucapkan dengan cara yang sama.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com