Hingga 2024, dirinya belum mengetahui pihak yang menggunakan identitas maupun sertifikat tanah miliknya sebagai agunan untuk pinjaman tersebut.
Kasus ini juga telah dilaporkan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Polres Metro Bekasi.
Anak Kacung, Karyan menuturkan bahwa sepengetahuannya sang ayah tidak pernah melakukan pinjaman ke mana pun.
Kedatangan tiga orang penagih utang dari salah satu lembaga keuangan pelat merah membuatnya terkejut.
Saat datang ke rumahnya, pihak lembaga keuangan mengonfirmasi mengenai nama orangtuanya dan kepemilikan tanah seluas 9.573 meter persegi.
Selanjutnya, mereka mengonfirmasi adanya pinjaman yang harus dilunasi oleh ayahnya, dengan membawa fotokopi sertifikat yang bertuliskan memiliki hak tanggungan sebesar Rp 4 Miliar.
“Waktu datang menanyakan nama orangtua saya, punya tanah seluas 9.573 meter persegi itu betul pak? Saya bilang betul Pak, ini ada tagihan tiba-tiba gitu dengan jumlah Rp 4 Miliar pada 2021 gitu. Yang dia bawa cuma fotocopy sertifikat, saya minta fotocopy-nya gak dikasih, cuma dikasih foto aja,” ujar Karyan.
Baca juga: Toko di Surabaya Disegel Satpol PP, Jual Minuman Keras Tak Berizin, Pemilik Sempat Mengelak
Setelah dilakukan penelusuran, ternyata sertifikat milik ayahnya berada di tangan kakak ayahnya atau uwa setelah melakukan Ajudikasi.
Kakak Kacung, sebagai anak paling tertua yang berhak memegang berkas dan arsip-arsip penting keluarga, memegang peranan dalam kepemilikan sertifikat tersebut.
Kakak Kacung mengaku meminjam sertifikat untuk kepentingan pemecahan sertifikat, keluarga memutuskan untuk melibatkan seorang perantara.
Meskipun demikian, hingga saat ini, proses pemisahan sertifikat tersebut belum kunjung selesai setelah hampir dua puluh tahun berlalu.
“Saya telusuri kemarin, saya datang ke sana sama abang saya. Ternyata, data yang ada di sana itu di notaris itu datanya data palsu semua, termasuk bukti-buktinya saya minta dari sana gak dikasih, minta data semuanya berkas gak dikasih, cuma bisanya di foto,” tambah Karyan.
Tak hanya itu, Karyan juga menemukan banyak kejanggalan saat menelusuri ke Kantor Notaris, BPN Kabupaten Bekasi, hingga PT Askrindo Indonesia.
Dalam berkas-berkas yang dilihatnya selama penelusuran, tanda tangan ayah dan ibunya berbeda di e-KTP dan surat penyetujuan hak tanggungan untuk lembaga keuangan hingga adanya surat nikah orangtuanya.
“Bapak saya belum pernah buat surat nikah dari dulu, ini (yang saya lihat) mah foto siapa sipit begini semua di surat nikah bapak saya. Surat nikah bapaknya bapak saya ditulisnya Kacung bin Hasan, tapi bapak saya nama bapaknya itu bukan Hasan melainkan Salem,” ujarnya.