Laporan Wartawan TribunJatim.com, Yusron Naufal Putra
TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kontestasi Pilgub Jatim 2024 diyakini tidak akan menimbulkan gejolak atau gesekan hingga perpecahan antar warga Nahdlatul Ulama (NU) atau Nahdliyin di masyarakat.
Meskipun tak bisa dipungkiri, warga Nahdliyin berpotensi terseret dalam pertarungan tiga kontestan yang bertarung di Pilgub Jatim 2024.
Banyak pihak berasumsi bahwa suara Nahdliyin akan menjadi incaran, sebab tiga paslon Pilgub Jatim 2024, yaitu Luluk-Lukman, Khofifah-Emil dan Risma-Gus Hans sama-sama memiliki kedekatan dengan NU.
Apalagi berdasarkan data, jumlah penduduk Jawa Timur mayoritas merupakan warga Nahdliyin.
Wakil Sekretaris PWNU Jatim, Haikal Atiq Zamzami tak memungkiri jika Nahdliyin memang berpotensi jadi rebutan dalam berbagai kontestasi politik, mengingat jumlahnya yang signifikan, apalagi Provinsi Jawa Timur.
Meski begitu, dia yakin betul kontestasi politik apapun tidak akan menimbulkan perpecahan di masyarakat Nahdliyin.
Pernyataan ini disampaikan Haikal saat berbicara dalam agenda Talkshow Politik Tribun Series bertema 'Berebut Suara Nahdliyin di Pilgub Jatim 2024,' Rabu (2/10/2024).
Talkshow yang digelar di Studio Tribun Jatim Network ini dipandu oleh Mujib Anwar, penanggung jawab TribunJatim.com.
Baca juga: Seluruh Paslon Merupakan Nahdliyin, PWNU Tegaskan Tak akan Cawe-cawe Dukungan di Pilgub Jatim 2024
"Kita sudah melewati banyak fase termasuk kemarin pilpres dan pileg itu semuanya terbukti kondusif, walaupun irisan-irisan pilihan, itu biasa dalam demokrasi. Soliditas warga Jawa Timur sudah teruji. Banyak fase politik sudah kita lewati dengan kondusif," kata Haikal yang merupakan salah satu tokoh muda NU itu.
Haikal merupakan satu di antara tiga pembicara dalam kesempatan tersebut.
Dua narasumber lain yang hadir adalah Nyai Hj Masruroh Wahid, Ketua PW Muslimat NU Jawa Timur, dan Musaffa Safril, Ketua GP Ansor Jatim.
Dalam penjelasannya, Haikal menyebut, Jawa Timur tidak bisa dipisahkan dari NU.
Meski begitu, dia kembali menegaskan warga Nahdliyin tidak bisa dipecah hanya gara-gara beda pilihan. Kalaupun ada perbedaan pilihan yang menimbulkan perdebatan di lingkungan Nahdliyin merupakan hal yang lumrah.
"Istilahnya biasa gegeran tapi berakhir gergeran, itu sudah biasa begitu," ucapnya.
Bahkan sembari berseloroh, Haikal menyebut pertarungan politik yang keras di internal Nahdliyin sudah hal biasa, tidak perlu dianggap berlebihan.
Misalnya juga berlaku pada Pilgub Jatim 2018, saat dua tokoh NU yakni Khofifah dan Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menjadi calon.
Pertarungan tidak sampai memecah belah umat.
"Jadi sudah biasa keras di luar tapi lunak di dalam," ucapnya.
Ketua Ansor Jatim Musaffa Safril menilai, perbedaan pilihan politik pada warga Nahdliyin merupakan hal lumrah.
Apalagi NU dikenal sangat luwes dan memiliki prinsip moderat. Bisa masuk ke berbagai lini dan kelompok politik. Sehingga perbedaan politik tidak bisa dipungkiri.
"Jadi bukan sesuatu yang aneh," ujar Safril.
Terlepas dari konteks pertarungan, Ansor Jatim memandang pilkada merupakan agenda strategis untuk memastikan pembangunan daerah, setidaknya untuk lima tahun mendatang.
"Sehingga ini menjadi penting untuk kita bersama memastikan suksesnya pilkada. Seluruh pihak harus memberikan sumbangsih," ucap Safril.
Ketua PW Muslimat NU Jatim, Nyai Hj Masruroh Wahid bersyukur karena tiga paslon pilgub masing-masing merupakan Nahdliyin. Sehingga mewarnai kontestasi saat ini.
Baginya hal itu lumrah, sebab NU lahir dan identik dengan Jawa Timur.
"Jadi saya senang berarti NU sangat luar biasa di Jawa Timur. Luar biasanya lagi semua calon gubernur perempuan," ucapnya.
Nyai Masruroh memandang perbedaan dalam politik sebagai hal yang lumrah. Termasuk perbedaan pilihan politik warga Nahdliyin sekalipun.
Nyai Masruroh turut meyakini Pilgub Jatim 2024 tidak akan menimbulkan gesekan. Apalagi ini diikuti tiga pasangan calon, bukan pertarungan head to head.
"Hari ini saya yakin tidak akan keras seperti pertarungan 2018," ungkapnya.