Meski demikian, Suripno ogah menarik iuran perawatan kepada warga yang menggunakan biogas dari ampas tahu tersebut.
Saat ditanyai hal itu, dia hanya mengatakan, "Biar untuk amal pabrik."
Untuk nyala api dari biogas ampas tahu, tidak jauh berbeda dengan nyala api LPG yang biasa digunakan oleh masyarakat pada umumnya.
Bahkan, Suripno juga tidak pernah mendengar komplain dari warga sekitar terkait biogas yang rewel.
"Sini saya tunjukan seperti apa," kata Suripno mengajak kembali masuk ke pabriknya untuk menghidupkan kompor.
"Tuh, apinya besar ini dipakai masak juga sudah bisa, coba tanya sama pak Sumadi yang istrinya pakai biogas di rumahnya."
Usai mengobrol dengan Suripno, Subandi yang mengenakan kaos berwarna biru yang sedang memotong tahu di atas papan, datang menghampiri.
Seolah mendengar semua pembicaraan, Subandi mengamini saja perkataan Suripno yang telah berjasa baginya.
Subandi merasa beruntung dari dahulu hingga kini masih merasakan nyala api dari biogas limbah tahu.
"Lho iya lho, sudah dari 2009 sampai sekarang tidak pernah rewel. Dapur juga ngebul, bahkan istri saya sampai tidak tahu berapa harga LPG sekarang," kelakar Subandi.
Baca juga: Protes Isi Makanan Posyandu, Ibu-ibu Dibentak Warga & Ketua RT, Pemerintah Janji Beri Asupan Bergizi
Sebagai informasi, biogas adalah salah satu jenis energi alternatif yang dapat menggantikan penggunaan bahan bakar fosil.
Dilansir dari Youmatter, biogas adalah jenis bahan bakar nabati yang dihasilkan dari penguraian bahan organik yang dilakukan secara alami.
Saat bahan organik terpapar lingkungan kedap oksigen, maka campuran gas didalamnya akan terbebas.
Gas yang paling banyak dilepaskan pada proses ini adalah gas metana sebesar 50-75 persen, bergantung pada jumlah karbohidrat yang terdapat pada campuran bahan organik dan karbon dioksida.
Proses ini juga menghasilkan gas lainnya namun dalam jumlah yang lebih kecil.