Ia juga mengingatkan, pemerintah sudah memberi peringatan dan berharap pemilik pagar dapat mencabutnya secara sukarela.
Pagar laut yang membentang lebih dari 30 kilometer itu pertama kali terdeteksi pada Agustus 2024. Pada awalnya, panjangnya hanya 7 kilometer, tapi seiring waktu, ukuran pagar bertambah.
KKP sudah melakukan pemeriksaan, tapi hingga kini belum ada informasi mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pembangunan pagar tersebut.
Ipunk menegaskan, kegiatan pemagaran ini melanggar aturan karena tidak memiliki izin yang sah. Jika pemilik pagar teridentifikasi, KKP akan mengenakan denda sesuai ketentuan.
KKP juga menghentikan sementara kegiatan pemagaran tersebut karena berpotensi merusak ekosistem pesisir dan merugikan nelayan.
Dalam waktu 20 hari, jika tidak ada respons, KKP akan membongkar pagar dan menghentikan semua aktivitas pemagaran di wilayah tersebut.
Baca juga: Pemuda dari Sidodadi Surabaya Diselamatkan Nelayan, Nekat Terjun Bebas dari Jembatan Suramadu
Dipasang Malam dan Tak Berizin
Pemerintah diminta tegas membongkar pagar ini karena merugikan warga.
Pagar laut tersebut rupanya tak memiliki rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait.
Warga pun dikabarkan hanya menerima upah Rp 100 ribu untuk memasang pagar-pagar bambu di tengah laut tersebut.
Pemasangan pagar dilakukan saat malam hari.
"Siapa yang melakukan belum teridentifikasi. Mereka (warga) sampaikan, masyarakat malam-malam disuruh pasang (pagar bambu) dikasih uang Rp 100.000 per orang."
"Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ," ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Banten, Fadli Afriadi, Rabu (8/1/2025).
Pemasangan pagar yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji telah berlangsung selama enam bulan dan dilakukan dengan beberapa lapisan.
Temuan ini berdasarkan informasi dari masyarakat saat pimpinan Ombudsman RI melakukan kunjungan ke lokasi pada 5 Desember 2024.
Baca tanpa iklan