Wawancara Eksklusif

Dosen FEB Unair Thanthowy Syamsuddin : Surat HGB Di Pesisir Sidoarjo dan Surabaya Harus Dibatalkan

Penulis: Sulvi Sofiana
Editor: Samsul Arifin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Untuk membahas lebih lanjut terkait temuan HGB di atas laut wilayah Sidoarjo, Harian Surya melakukan wawancara eksklusif dengan Mochammad Thanthowy Syamsuddin

Laporan Wartawan Tribun Jatim Network, Sulvi Sofiana

TRIBUNJATIM.COM, SURABAYA - Kasus pagar laut di Provinsi Banten menguak fakta baru terkait adanya HGB (Hak Guna Bangunan) di atas laut.

Ternyata kasus ini juga terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, di mana telah terbit sertifikat HGB di wilayah tersebut.

Fakta ini pertama kali ditemukan oleh Mochammad Thanthowy Syamsuddin, S.E., MBA, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB Unair).

Untuk membahas lebih lanjut terkait temuan HGB di atas laut wilayah Sidoarjo, Harian Surya melakukan wawancara eksklusif dengan alumnus Universitas Indonesia tersebut.

Berikut wawancaranya:

1. Bagaimana awal mula Anda menemukan fakta ini?

Saya mengikuti isu HGB di Tangerang di timeline X. Kemudian saya mengikuti seorang pengamat tata kota di Jakarta dengan akun X @elisa_jkt. Beliau membagikan aplikasi yang digunakan oleh Kementerian ATR untuk melihat status tanah dan zonasi yang dilakukan kementerian.

Oh iya, kok saya tidak kepikiran, akhirnya saya penasaran dan melihat ATR Bhumi. 

Saya fokus pada pesisir Sidoarjo dan Surabaya. Saya telusuri area Sidoarjo dari wilayah Juanda, sampai akhirnya tepat di timur area mangrove Gunung Anyar Surabaya, saya menemukan tiga petak HGB. Jika ditotal, luasnya sekitar 650 hektare di atas laut.

Sepertinya, kalau dilihat zonasi tersebut, itu adalah wilayah perikanan, laut, dan tambak. Tetapi saya tidak yakin. Akhirnya saya cek Google Earth, ternyata memang wilayah itu adalah laut.

Lalu, saya membuat twit kepada @elisa_jkt dengan melampirkan data koordinat, tautan, tangkapan layar, dan hasil cross-check dari Google Earth bahwa terdapat 650 hektare wilayah tersebut. Dugaan saya ada hubungannya dengan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Baca juga: Pj Gubernur Jatim Minta Pemkab Sidoarjo Hentikan Izin HGB 656 Hektar di Laut Sidoarjo

Twit tersebut saya buat pada Minggu pagi (19/1). Awalnya tidak ramai, tetapi kemudian banyak akun besar yang me-retweet, dan notifikasi saya mulai ramai. Sampai sekarang, twit tersebut sudah ditonton ratusan ribu kali.

2. Apakah ada kemungkinan HGB di wilayah lain juga?

Dari kerja jurnalis, saya melihat banyak HGB di atas laut, misalnya di Bali, Sumatra, dan kota lainnya.

Ini menjadi momen bagi masyarakat untuk mengecek apakah perairan atau pesisir di wilayah mereka sudah diklaim dengan HGB. Kalau luasnya mencapai puluhan atau ratusan hektare, itu kemungkinan besar adalah milik korporasi, bukan perorangan.

3. Dugaan awal, jangan-jangan ada kaitannya dengan Proyek Strategis Nasional (PSN) atau yang disebut Surabaya Waterfront Land. Namun, Wali Kota Surabaya menegaskan bahwa HGB ini berada di wilayah Sidoarjo. Bupati Sidoarjo juga membenarkan. Kira-kira, apa yang harus dilakukan pemerintah setelah fakta ini terkuak?

Pertama, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pemerintah karena telah membuat aplikasi ini. 

Tetapi, ada juga pembahasan terkait PSN. Saya pernah membuat twit karena saya punya konsen di ekonomi laut bahwa area Surabaya-Sidoarjo, dari ujung Kenjeran hingga wilayah bawah Sidoarjo, jika ditarik menjadi segitiga kerucut, sudah didedikasikan untuk sedimentasi.

Baca juga: Pakar Hukum Agraria Temukan Kegiatan Reklamasi Tanpa Izin di Tuban dan Sampang: Bangunan Tanpa HGB

Saya pernah menulis di media bahwa ada area khusus untuk sedimentasi selain di Singapura, seperti di Demak dan Surabaya. Secara prinsip, semuanya terhubung.

Dari perspektif ekonomi bisnis, mengambil kerukan pasir atau sedimentasi untuk reklamasi sedekat mungkin berarti biaya yang lebih rendah. 

Dengan logika itu, ini sesuai dengan aturan yang ada di Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kemendag untuk ekspor laut. 

Ada area yang memang didedikasikan untuk pengerukan dan mendukung PSN. Kita tidak bisa menafikan bahwa ini adalah bagian dari peraturan yang mengakomodasi PSN.

4. PSN di Surabaya ini tetap ada kaitannya, ya? Atau dikhawatirkan setelah ada HGB, wilayah tersebut akan dimanfaatkan untuk PSN?

Menurut saya, jika ada tata perundangan dan kebijakan yang saling terkait, berarti ada desain besar di baliknya.

BPN Jatim dan Plt. Bupati Sidoarjo mengakui bahwa HGB ini diterbitkan pada tahun 1996 atau 29 tahun yang lalu. 

Baca juga: Sosok Pemberi HGB dan SHM Pagar Laut Tangerang, 2 Eks Menteri ATR/BPN Tak Akui, Pemprov Akan Bongkar

Saya konfirmasi ke kolega, seorang dosen FH Unair ahli agraria, bahwa HGB berlaku selama 30 tahun. Jadi, kurang satu tahun lagi HGB ini bisa diubah atau dibatalkan. Dengan adanya momen ini, HGB tersebut bisa dibatalkan.

5. Sesuai dengan bidang riset di studi S3 terkait wilayah pesisir. Jika melihat manfaat PSN ini, manfaatnya seperti apa?

PSN itu sangat luas cakupannya ada properti, energi, dan lainnya. Presiden Jokowi memberikan daftar ratusan proyek PSN. Ini menjadi tugas daerah untuk mendukung keberhasilan PSN tersebut.

Namun, menurut saya, PSN yang menjadi isu adalah properti, karena melibatkan penguasaan ruang perairan dan laut, yang sebenarnya merupakan milik bersama.

Prosesnya dari pusat menghasilkan izin, reklamasi diperbolehkan, lalu diisi bangunan, sehingga muncul aktivitas ekonomi, permukiman, dan sebagainya. 

Tetapi, apakah dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari reklamasi ini sudah dihitung dengan benar? Apakah AMDAL-nya tepat? Apakah melibatkan pemangku kepentingan daerah? Bagaimana dengan masyarakat pesisir dan mereka yang bergantung pada perikanan laut?

Saya memberikan konteks yang sangat spesifik untuk Surabaya dan Sidoarjo. Saya juga melakukan riset lebih lanjut. Pemicunya, BPN Jatim menyampaikan bahwa HGB ini diterbitkan tahun 1996. Jika ditelusuri, wilayah itu mungkin daratan yang timbul dan tenggelam.

Dari Google Earth, terlihat bahwa dari tahun 1984–2022, wilayah tersebut memang berupa laut yang berubah fungsi menjadi tambak. Terlihat juga adanya abrasi, di mana laut semakin menjorok ke darat.

6. Jadi, poinnya adalah terlepas dari peruntukan HGB di Sidoarjo, apakah PSN ini perlu dikaji ulang?

Betul. Dalam RTRW Jatim, ada zonasi yang memetakan arus migrasi ikan. Kalau bentang laut berubah, muara sungai akan tertutup oleh daratan, sehingga buangan air ke laut menjadi sulit.

7. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, sudah menyampaikan bahwa RTRW menolak PSN, lebih cocok ditanami mangrove. Tetapi, RTRW kabupaten/kota harus mengikuti pusat. Sebagai akademisi, apa yang menyebabkan pusat terlihat sewenang-wenang?

Ini adalah dampak dari Omnibus Law. Secara prosedural dan substansi, banyak pihak mengkritiknya. Proses revisinya sangat cepat, padahal banyak UU yang diharmonisasi.

Kesalahan ini ada pada DPR dan pemerintah sebelumnya. Prosedural salah, substansi juga salah, tetapi sudah menjadi undang-undang.

Akibatnya, para pejabat di bawah harus mengikuti keputusan pusat, meskipun atasan mereka tidak aspiratif. Tiba-tiba, daerah diberikan proyek tanpa melibatkan masyarakat setempat.

8. Dampak buruk apa saja yang harus diantisipasi terkait sertifikat HGB ini?

Saya melihat ini sebagai fenomena gunung es. Dari era Orde Baru hingga sekarang, banyak hal yang sebelumnya tidak transparan kini mulai terungkap melalui digitalisasi.

Maka, kita bisa mengecek sendiri dan meminimalisir dampak HGB siluman,tiba tiba ada atau yang tidak jelas peruntukannya.

Perlu kerja bersama semua pihak untuk meminimalisir dampak HGB yang muncul tiba-tiba atau yang peruntukannya tidak jelas. 

Saya mendorong akademisi di seluruh Indonesia untuk membantu masyarakat dengan riset, verifikasi data, dan menyebarkan informasi secara bertanggung jawab.

9. Riset ideal seperti apa yang bisa menjaga ekosistem sekaligus kesejahteraan?

Saya ingin menekankan bahwa isu pesisir, kelautan, dan ruang hidup yang dekat dengan laut tidak hanya bersinggungan dengan aspek nasional, tetapi juga global.

Ilmuwan dunia sepakat bahwa pemanasan global menyebabkan peningkatan suhu dan kenaikan air laut. 

Di Surabaya dan sekitarnya, data timelapse selama 30 tahun menunjukkan laut semakin naik, daratan terkikis, dan abrasi semakin parah.

Rob di wilayah tambak, seperti Sedati dan Buduran Sidoarjo, sudah menjadi masalah. Masyarakat pesisir juga terdampak ketika air laut naik saat bulan purnama atau hujan deras.

Ada masyarakat di Dusun Kepetingan di Desa Sawohan, Kabupaten Sidoarjo saat momen purnama, air laut naik ke pemukiman. 

Isu global warning tidak kita sadari tetapi berdampak. Saya mendorong agar kita peka isu global, meskipun bukan dosa kita tetapi banyak hal. 

10. Apa yang harus dilakukan ke depannya?

Di tingkat individu, kita bisa mengurangi konsumsi berlebihan. Di tingkat pemerintah, harus ada arus utama pemahaman isu lingkungan dalam pengambilan keputusan. AMDAL harus diuji dengan tuntas, melibatkan para ahli dan masyarakat setempat.

Selain itu, relokasi atau perbaikan lingkungan perlu dipertimbangkan bagi daerah terdampak rob.

Pemerintah juga harus menjaga area konservasi dan memperluas hutan mangrove untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.

11. Apakah wilayah pesisir Surabaya-Sidoarjo berpotensi tenggelam?

Ada penelitian ilmiah yang memproyeksikan dampak perubahan suhu dan kenaikan air laut. Jika langkah mitigasi tidak segera diambil, beberapa wilayah pesisir mungkin akan tergerus atau tenggelam dalam jangka panjang.

Hutan mangrove yang minim perlu dipulihkan, dan area konservasi harus dijaga. Pemerintah pusat hingga daerah perlu serius dalam menyusun strategi untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim.

Jika perlu menggandeng perusahaan untuk menanam mangrove sebagai bagian dari sustainability.

12. Jadi, langkah pertama apa yang harus dilakukan?

Pertama, HGB di Sidoarjo dan Surabaya harus dibatalkan, terutama yang berada di area konservasi. 

Kedua, pastikan RTRW tidak berubah demi mendukung PSN.

Apakah betul PSN memang berdampak baik dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk masyarakat sekitarnya. Hanya karena sudah diomnibudslawkan jangan sampai meneruskan keputusan yang salah. 

 Saya tidak ngomongin politik dan hukum, di hold aja nggak usah diapa apain. Benerin area pesisir, makmurkan warganya dan siapkan mitigasi bencana efek global warning yang sudah semakin sering dirasakan.

Berita Terkini