Bahkan untuk sekadar pergi ke kamar mandi atau makan siang, para staf diwajibkan melapor ke atasan.
Salah satu mantan pegawai, bermarga Wang, mengaku mundur setelah mengalami kecemasan berat akibat beban kerja jangka panjang.
Baca juga: Pantas Penyalur Gas Bisa Raup Rp1,2 M Selama 1 Tahun, Ternyata Elpiji 3 Kg Disuntik Jadi 12 Kg
Sementara seorang lainnya, bermarga Zhang, memutuskan keluar hanya sehari setelah mendengar kabar meninggalnya Li.
Peristiwa ini menyulut kemarahan publik di media sosial Tiongkok, dengan lebih dari 70 juta tayangan tercatat pada topik terkait.
Salah satu komentar menyentuh berkata,
“Guru Li seharusnya sedang mempersiapkan pernikahannya, bukan berpamitan kepada dunia karena lembur.”
Komentar lainnya menambahkan,
“Banyak perusahaan memaksa karyawan untuk lembur ‘sukarela’ melalui tekanan dan taktik eliminasi diam-diam.”
Baca juga: Lega Bu Guru Motornya Kembali usai Dibegal, Kapolres Geram Dengar Motif Pelaku: Apa Tidak Kasihan?
Padahal, undang-undang ketenagakerjaan di China secara tegas membatasi jam kerja: delapan jam sehari, 44 jam seminggu, dan tidak lebih dari 36 jam lembur per bulan.
Namun, praktik kerja berlebihan tetap marak.
Beberapa insiden lain menunjukkan betapa parahnya budaya kerja di beberapa sektor.
Tahun lalu, sebuah perusahaan teknologi memicu kontroversi karena memberlakukan sistem kerja enam hari seminggu, dari pukul 8 pagi hingga 9 malam.
Dalam kasus lain, seorang programmer hanya tidur dua jam sehari saat masa sibuk dan akhirnya mengalami pendarahan otak yang membuatnya lumpuh selama berbulan-bulan.
Kematian Li menjadi refleksi menyakitkan dari tekanan kerja yang berlebihan dan urgensi reformasi dalam lingkungan kerja di sektor teknologi dan pendidikan daring.
Berita viral lainnya
Informasi lengkap dan menarik lainnya di Googlenews TribunJatim.com