"Memasukkan anak-anak 'nakal' ke barak, peraturan perundangan yang dipakai apa? Dasar hukumnya apa? Kalau mereka tetap siswa, bagaimana dengan hak akademiknya? Kalau dia tidak dapat nilai kelas 11, bagaimana bisa naik ke kelas 12?" lanjut Mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan aktivis dari Forum Musyawarah Guru Jakarta (FMGJ), melansir Bangka Pos.
Retno mengingatkan bahwa dalam Undang-undang Perlindungan Anak, anak-anak yang berperilaku menyimpang seperti tawuran atau kekerasan, justru masuk dalam kategori anak dengan perlindungan khusus.
"Ada beberapa kategori anak dengan perlindungan khusus, termasuk anak korban kekerasan dan anak pengguna narkoba. Penanganannya melibatkan Kemensos, KemenPPPA, dan dinas terkait, bukan militer," ujarnya.
Tak hanya itu, Retno Listyarti juga sempat menyoroti debat panas Dedi Mulyadi dengan Aura Cinta.
Aura Cinta menentang kebijakan Dedi Mulyadi yang meniadakan acara perpisahan sekolah dan wisuda.
Menurut Aura Cinta, momen perpisahan sekolah harus dirayakan karena acara tersebut penting bagi semua siswa.
Namun menurut Dedi Mulyadi, selama ini pelaksanaan perpisahan di sekolah seringkali membebani orang tua murid.
Retno beranggapan bahwa cara Dedi Mulyadi berbicara pada Aura Cinta terkesan sangat menghakimi.
Retno tidak melihat ada dialog yang setara antara Dedi Mulyadi dan Aura Cinta yang terekam dalam video di kanal YouTube KANG DEDI MULYADI CHANNEL.
"Saya apresiasi ada dialog yang dibuka oleh Gubernur. Pak Gubernur punya relasi kuasa yang tidak seimbang dengan si anak," katanya, dikutip dari tayangan Nusantara TV pada Senin (28/4/2025).
Retno sebagai pemerhati anak justru salut dengan keberanian Aura yang memiliki keberanian luar biasa untuk berbicara dengan Gubernur.
"Dia bicaranya runut, hanya dipotong-potong oleh Gubernur. Sedang bicara apa belum utuh, sudah dipotong."
"Kita tidak menangkap makna keseluruhan dari yang mau disampaikan si anak," papar Retno.
Retno juga menyayangkan cara Dedi Mulyadi memvideo dan memviralkan perdebatan tersebut.
Apalagi dia beberapa kali menyebut si anak dengan mengatakan tidak punya rumah tapi mengutamakan ini (wisuda).